Senin, 19 September 2016

TRADISI KEAGAMAAN DI KOMPLEK MAKAM MBAH ALI MAS’UD DESA PAGERWOJO KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bagi masyarakat Islam khususnya di Jawa, ziarah ke makam wali adalah rutinitas kehidupan spiritual mereka. Kebanyakan dari mereka ziarah dilakukan secara berjamaah (rombongan). Tujuan penting dari ziarah adalah untuk tujuan religius, seperti kesejahteraan hidup, pengabulan doa, pengampunan dosa dan meminta berkah.
Telah diketahui bahwa sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dan Buddha, Islam di Indonesia merupakan Islam yang tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya lokal masyarakatnya. Oleh karena itu di Indonesia corak keagamaan Islam yang muncul tidak dapat meninggalkan nilai-nilai adat dan tradisi masyarakat setempat yang terkadang cenderung bersifat irasional. Tidak sedikit dari masyarakat muslim di Jawa khususnya sangat menjunjung tinggi adat para pendahulunnya, sehingga meskipun agama Islam telah lama hadir dan menjadi mayoritas dalam suatu daerah maka Islam yang dipraktikkan tidak dapat jauh dari praktik-praktik budaya lokal yang seringkali memunculkan mistik, kultus, khayal, dan lain sebagainnya.
Setiap agama tentu memiliki aspek fundamental, yakni aspek keyakinan. Terutama kepada sesuatu yang sakral, suci atau ghaib. Adapun dalam agama “primitif”[1], inti kepercayaannya adalah percaya kepada kekuatan-kekuatan ghaib yang terdapat dalam sebuah benda, baik benda mati atau hidup.[2] Dalam tradisi Jawa terdapat berbagai jenis benda yang dikeramatkan, seperti tombak, keris, akik dan lainnya.
Sebagaimana yang sering nampak di tempat-tempat yang dikeramatkan karena memiliki pengaruh kuat terhadap masyarakat di Jawa, seperti di makam tetua adat seuatu desa, makam para wali, ulama, serta tokoh agama yang dianggap memiliki karomah. Pada tempat-tempat tersebut banyak dari umat Islam yang melakukan ziarah dengan berbagai tujuan dan dari berbagai lapisan masyarakat. Terlebih lagi pada hari besar dan hari-hari penting yang dianggap keramat bagi muslim Jawa.
Hal inilah yang juga kami temukan di desa Pagerwojo kecamatan Buduran Kota Sidoarjo, yang juga terdapat makam seorang yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat dan peziarah yang mayoritas berasal dari luar desa tersebut yaitu makam Mbah Ud (Ali Mas’ud). Bagi masyarakat setempat keberadaan makam Mbah Ud memiliki manfaat tersendiri bagi mereka, seperti membuka lapangan pekerjaan.
Mbah Ud sendiri hanyalah orang biasa yang semasa hidupnya omongannya selalu memiliki petuah tersendiri bagi masyarakat sekitarnya. Beliau bukanlah pendakwah penyebar agama Islam pada umumnya. Hingga akhirnya beliau meninggal di Desa Pagerwojo, yang makamnya masih ada dan terawat dengan baik hingga saat ini. Bahkan makam tersebut diangga keramat dan disucikan oleh para peziarah. Bagi sebagian besar peziarah melakukan ziarah merupakan bentuk hormat kepada leluhur. Sehingga hal ini mempengaruhi tingkah laku keagamaan masyarakat dan peziarah yang datang ke makam tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Tradisi Keagamaan Di Komplek Makam Mbah Ali Mas’ud Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang nantinya akan dibahas dalam penelitian ini, agar penelitian yang akan dilaksanakan dapat terarah dan fokus dalam kajian yang diteliti. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.      Bagaimana bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
2.      Apa faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
2.      Untuk mengetahui faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.

D.    Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:
1.      Secara Akademik (Praktis)
a.       Hasil daripada penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian di bidang sosial keagamaan Islam.
b.      Memberikan kontribusi wacana bagi perkembangan perbendaharaan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang sosial keagamaan Islam.
2.      Secara Ilmiah (Teoritis)
a.       Untuk memenuhi syarat tugas matakuliah riset kolektif pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
b.      Untuk memperkaya kajian sosial keagamaan Islam khususnya terkait perilaku keagamaan muslim terhadap makam para tokoh Islam di Jawa.

E.     Kajian Pustaka
Setelah peneliti melakukan telaah terhadap karya-karya yang berkaitan dengan penelitian dilakukan, peneliti menemukan karya yang berkaitan dengan ini yaitu:
1.      Skripsi oleh Anton Budi Prasetyo, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tradisi Penghormatan Wali di Jawa (Studi Kasus Tentang Tradisi Ziarah di Makam Sunan Tambayat, Paseban, Bayat, Klaten, Jawa Tengah).Dalam penelitiannya membahas tentang praktik ziarah yang ada di makam Sunan Tambayat, serta membahas masalah sosial budaya peziarah di komplek makam Sunan Tambayat terhadap penghormatan orang suci, dan persepsi masyarakat terhadap makam Sunan Tambayat serta relasi sosial keagamaan antara kelompok NU dan Muhammadiyah.
2.      Skripsi oleh Mas’ud, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2013. Perilaku Keagamaan Peziarah di Komplek Makam Syekh Maulana Ishaq Desa Kemantren Kec. Paciran Kab. Lamongan. Dalam penelitiannya membahas tentang perilaku peziarah di makam Syekh Maulana Ishaq serta beberapa faktor yang melatarbelakangi kegiatan ziarah di makam tersebut.
3.      Cliffort Geertz dalam karyanya, The Religion of Java (1960), menemukan praktik keagamaan orang Jawa yang bercampur aduk dengan unsur-unsur tradisional non-Islam, baik dari kaum abangan, santri dan priyayi.
4.      Karya yang ditulis oleh Nur Syam dalam bukunya yang berjudul, Islam Pesisir, dalam kajiannya ia menjelaskan tentang gambaran masyarakat pesisir dalam melakukan berbagai upacara tradisional, yang pada hakekatnya berpusat pada medan budaya yang ada pada tiga lokasi yaitu sumur, makam dan masjid.
5.      Mark Woodward dalam bukunya Islam Jawa, yang dalam kaitannya dengan penghormatan kepada orang suci, menjelaskan bahwa dimensi devosionalistik dan esoterik sufisme terjalin erat dengan pemikiran keagamaan Jawa, teori politik, dan di dalam kepercayaan rakyat berhubungan dengan penghormatan orang mati, barakah dan ziarah.

F.     Kerangka Teori
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia sudah memiliki potensi beragama sejak dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Dalam terminologi Islam disebut sebagai Hidayat al-Diniyyat, berupa benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini, maka manusia pada hakekatnya adalah makhluk beragama[3]. Dalam beragama setiap jiwa memiliki suatu kepercayaan tersendiri atas keyakinan yang dimilikinya.sebagaimana di lingkungan masyarakat yang muncul berbagai fenomena-fenomena agama, baik berupa upacara yang berbentuk ritus dan kultus.
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.[4] Sehingga seseorang bisa melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Pada dasarnya manusia mempunyai berbagai macam perilaku terhadap bermacam-macam hal. Perilaku dapat bersifat positif dan negative.dalam perilaku positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyukai, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam perilaku negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu. Jadi, perilaku dapat didefinisikan sebagai kesiapan pada seseorang bertindak cara tertentu terhadap hal-hal tertentu.[5]
Dari paparan di atas, perilaku keagamaan merupakan representasi secara kompleks antara pengetahuan agama serta tingkah pola keberagamaan dalam diri seseorang. Dari perilaku tersebut muncullah perbuatan-perbuatan keagamaan yang dijelaskan tadi. Begitu juga dengan para penziarah makam Mbah Ali Mas’ud yang ada di Desa Pagerwojo, yang mempunyai latarbelakang  yang berbeda yang nantinya akan memperlihatkan perilaku yang berbeda juga dalam beragama sesuai iman yang ada dalam diri para penziarah.
Kemudian mengenai ziarah,  ziarah menurut Bahasa berarti menengok, jadi ziarah kubur artinya menengok kubur sedangkan menurut syariat Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan pula untuk sekedar tahu mengerti dimana ia dikubur, atau ingin mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang kekuburan adalah dengan meksud untuk mendoakan kaum muslim yang dikubur dengan membaca kalimat-kalimat thayyibah, seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain lain.[6] Sedangkan secara tradisional makna ziarah berarti kebiasaan berkunjung ke makam leluhur yang dilakukan secara turun-temurun.[7] Ziarah ini merupakan kegiatan ritual yang sampai sekarang masih terlihat di berbagai lapisan masyarakat khususnya di Jawa.
Praktek berziarah dan penghormatan terhadap wali dikalangan orang Jawa adalah suatu tradisi yang masih berkembang hingga saat ini. adapun tujuan mereka adalah untuk mengirim doa, tawassul, dan meminta berkah kepada mereka orang suci yang telah meninggal.
Tradisi keagamaan memuat simbol-simbol suci yang dengannya orang melakukan serangkaian tindakan untuk menumpahkan keyakinan dalam bentuk ritual penghormatan, dan  penghambaan. Tradisi keagamaan yang bersumber dari ajaran agama disebut Islam Official atau Islam Murni, sedangkan yang tidak memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama disebut sebagai Islam Popular atau Islam Rakyat.[8]
Mengacu pada penjelasan tersebut, tradisi keagamaan yang dilakukan termasuk kedalam pranata primer. Hal ini dikarenakan antara lain menurut Rodaslav A. Tsanof, pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhanan atau keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik, penyembahan pada yang suci (ibadah), dan keyakinan-keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah, sebab memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat atau mengandung nilai-nilai yang sangat penting (Pivotal Values) bagi agama yang dianut masyarakat atau pribadi-pribadi pemeluk agama tersebut.[9]
Dalam benak Turner, ziarah dilihat sebagai institusi sosial yang secara tipikal menunjukkan komunitas. Sebagaimana menurutnya bahwa ziarah itu adalah “fenomena liminal”. Adapun beberapa karakteristik yang menjadi sifat-sifat liminal antara lain sebagai berikut:[10]
1.      Tempat suci bagi ziarah biasanya terletak dilokasi-lokasi yang jauh dari perkampungan normal, dibukit, goa, atau hutan, sering kali cukup jauh dari urban.
2.      Ziarah itu sendiri sering dilihat sebagai “pengasingan dari dunia” dan berlawanan dengan system kehidupan sehari-hari yang stabil dan terstruktur.
3.      Ketika seorang yang sedang berada dalam perjalanan ziaroh, terdapat penekanan pada kestaraan dan ikatan sosial diantara para peserta ziarah, perbedaan kasta dan status diabaikan
4.      Meskipun dijadikan sebagai persoalan yang bebas untuk dilaksanakan atau tidak (free choice), ziarah biasanya dilihat sebagai kewajiban religious dan sebagai penebus dosa
5.      Obyek yang dijadikan sebagai alat oleh tempat ibadah tertentu untuk menarik para penziarah mengekspresikan komunitas yang lebih luas daripada komunitas jamaan keagamaan lokal, dan biasanya juga melampaui ikatan-ikatan politik dan nasional.

Victor Turner menawarkan gagasan adanya keterkaitan antara ziarah dengan komunitas. Gagasan ini diperlu      kan bahwa para penziarah di makam Mbah Ali Mas’ud yang ada di desa Pager Waja tidak hanya terbatas bagi individu saja, melainkan berbagai komunitas dari berbagai lapisan masyarakat yang ada, baik komunitas profesi sebagai petani, pedagang, pengusaha, pejabat guru dan lain sebagainya. Dalam hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Joachim Wach, yaitu bentuk pemikiran, perbuatan, dan persekutuan agama. Peziarah yang datang ke makam Mbah Ali Mas’ud memang memiliki latarbelakang pemikiran tersendiri mengenai sosok makam yang diziarahinya dengan kepercayaan yang dimiliknya. Kemudian kegiatan yang dilakukan oleh para peziarah di dalam makam kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk penghormatan serta mendoakan yang ada di makam tersebut, sedangkan orang yang melakukan ke makam Mbah Ali Mas’ud ini kebanyakan komunal (rombongan), yang Turner sebut di atas tadi dengan istilah komunitas.
Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam masyarakat lokal fenomena-fenomena mengenai makam para wali yang memiliki kesakralan dan dianggap suci bagi masyarakat setempat masih banyak ditemukan. Dalam hal ini, makam berasal dari kata maqam yang berarti tempat status atau hirarki. Tempat penyimpanan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut Qabr yang dalam lidah orang Jawa disebut Kubur atau Kuburan. Menurut Mark Woodward, penghormatan terhadap wali dan makam-makam memainkan peran sentral dalam kesalehan muslim. Makam-makam itu menarik banyak pengunjung yang berharap memperoleh berkah dari wali itu. Berkah ini bisa digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti penghormatan, pengamanan posisi, hingga kemajuan spiritual peminta berkah itu sendiri.[11]
Dari uraian yang dijelaskan di atas, maka perilaku keagamaan peziarah bisa dilihat dari bentuk ritual keagamaan yang dilakukan saat berziarah dan faktor yang melingkupinya, sehingga bisa terungkap jelas kegiatan apa saja yang dilakukan peziarah ditempat tersebut (makam).

G.   Prosedur Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research)[12], yaitu penelitian yang acuan utamanya berupa data lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data. Dari data lapangan tersebut kemudian diproses sehingga menghasilkan data yang akurat dan sistematis.

2.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pendataan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh peziarah makam Mbah Ud, sehingga dengan observasi tersebut dapat memberikan gambaran tentang perilaku keagamaannya secara jelas, empiris dan akurat. Baik dari segi tingkah laku peziarah atau kegiatan yang dilakukan peziarah.
Kami melakukan observasi di komplek Makam Mbah Ali Mas’ud dengan mengamati para peziarah yang melakukan ritual keagamaan. Dengan melakukan penggalian informasi baik dari peziarah langsung mapun dari juru kunci makam, perangkat desa Pagerwojo seperti ketua RT, petugas Kelurahan, tokoh masyarakat seperti ulama setempat serta masyarakat yang tinggal di sekitar makam Mbah Ali Mas’ud.
b.      Interview
Interview[13] adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam interview, seorang pewawancara dan narasumber hanya bersifat sementara, maksudnya berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, penulis melakukan wawancara dengan para peziarah dan masyarakat di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bentuk pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini, yakni melalui data yang ada di kantor kelurahan meliputi demografis desa, letak makam, dan lain-lain. Selain itu, penulis juga melakukan pendokumentasian kegiatan yang dilakukan peziarah, seperti ritual peziarah. Serta foto-foto yang berkaitan dengan makam Mbah Ud, seperti batu nisan dan lain-lain.
3.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologis, yaitu pendekatan yang berusaha mengkaji nilai-niali yang mendasari perilaku keagamaan peziarah[14] dan melihat kejadian yang terjadi di lokasi berkaitan kepercayaan, ritual dan tradisi yang diikuti oleh masyarakat di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo.
4.      Analisis Data
Analisis Data yang digunakan bersifat deskriptif-analitis, yakni menggambarkan dan mengklarifikasi data secara obyektif keudian menginterpretasikannya. Dikatakan deskriptif sebab dalam menggambarkan fenomena yang terjadi secara apa adanya.[15] Langkah selanjutnya adalah menganalisa data yang telah terkumpul. Dalam tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.



















BAB II
GAMBARAN UMUM

A.    Letak Geografis Desa Pagerwojo
Desa Pagerwojo memiliki letak yang sangat strategis, karena merupakan salah satu desa yang dilewati jalur yang menghubungkan antara dua kota besar di Jawa Timur yaitu Sidoarjo dan Surabaya. Selain itu, Desa Pagerwojo juga berbatasan dengan desa-desa lain yaitu Desa Entalsewu di sebelah barat, Desa Sidokerto di sebelah utara dan Kecamatan Sidoarjo di sebelah timur dan selatan. Desa Pagerwojo merupakan salah satu desa yang terletak dalam Kecamatan Buduran yang memiliki letak kurang lebih 4 meter dari permukaan laut dan jarak kurang lebih 5 kilometer dari Ibukota Kabupaten Sidoarjo.
Desa Pagerwojo memiliki luas wilayah sebesar 250,56 hektare, yaitu 6% dari luas wilayah Kecamatan Buduran. Berdasarkan data registrasi penduduk Kecamatan Buduran pada pertengahan tahun 2013, jumlah penduduk Desa Pagerwojo merupakan desa terbanyak penduduknya yakni sebesar 11.295 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 5.523 jiwa dan perempuan sebesar 5.772 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Desa Pagerwojo lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan dengan sex rasio sebesar 99 jiwa. Hal ini menjadikan Desa Pagerwojo sebagai desa yang memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 6.787 jiwa/km2. [16]
Pemanasan global yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan ternyata mempengaruhi keadaan iklim. Hal ini dibuktikan dengan tidak teraturnya iklim di wilayah tersebut dari tahun ke tahun. Tahun 2011 hujan turun sepanjang tahun di Desa Pagerwojo, sedangkan pada tahun 2012 hujan tidak turun pada bulan Juni hingga November. Pada tahun 2013, keadaan iklim Desa Pagerwojo cukup baik dengan turunnya hujan berintensitas tinggi yang beralngsung sepanjang tahun kecuali pada bulan Agustus dan September.
Rata-rata intensitas curah hujan tahunan selama tahun 2013 cukup tinggi yaitu sebesar 234 mm, yang berkisar antara 19 mm di bulan Oktober sampai 507 mm di bulan Januari. Sedangkan banyaknya hari hujan rata-rata 6 hari yang berkisar 1 hari di bulan Oktober sampai 19 hari di bulan Januari.

B.     Kondisi Demografis Desa Pagerwojo Sidoarjo
Mayarakat desa Pagerwojo dapat dikatakan sebagai masyarakat urban, hal ini karena letaknya berada di dekat pusat kota Sidoarjo. Oleh karena itu, banyak dari masyarakat desa Pagerwojo merupakan warga pindahan dari daerah lain. Jumlah kepindahan di Desa Pagerwojo pada tahun 2013 merupakam jumlah kepindahan penduduk terbanyak se-Kecamatan Buduran yaitu sebanyak 207 orang.[17]
Untuk urusan pendidikan, masyarakat desa Pagerwojo tidak merasa kesulitan, sebab dekat dengan sarana pendidikan mulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, SMP, SMA, Sekolah Tinggi ataupun Pesantren. Sedangkan, mengenai matapencaharian masyarakat desa Pagerwojo sangat beranekaragam. Berdasarkan data stastistik Badan Pusat Statistik Sidoarjo tahun 2014, jumlah Pegawai Negeri sebanyak 343 orang, ABRI sebanyak 188 orang, Petani sebanyak 66 orang, Buruh Tani sebanyak 2 orang, Buruh Swasta sebanyak 3461 orang, Pedagang sebanyak 185 orang, Usaha Konstruksi sebanyak 1 orang, Usaha Industri/kerajinan sebanyak 9 orang, Usaha Jasa Angkutan sebanyak 25 orang, dan Jasa Lainnya sebanyak 81 orang.
Penduduk Desa Pagerwojo memiliki keanekaragaman agama. Semua agama yang diakui di Indonesia ada di Desa Pagerwojo kecuali Konghucu. Agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk di Indonesia. Sebesar 83.20% penduduk Desa Pagerwojo memeluk Agama Islam, sedangkan 7.85% sisanya memeluk Agama Kristen dan Katolik, 0.49% memeluk Agama Hindu dan 0.62% memeluk Agama Budha.
Sebagai desa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hal  tersebut didukung oleh tersedianya tempat ibadah berupa masjid dan mushola. Di Desa Pagerwojo terdapat 6 masjid dan 23 mushola. Hal ini menjadikan Desa Pagerwojo sebagai desa yang memiliki tempat ibadah terbanyak kedua setelah Desa Sidokepung se-Kecamatan Buduran. Selain itu, masyarakat muslim desa Pagerwojo merupakan mayoritas kaum nadliyin (Nahdlatul Ulama), sehingga semua aktifitas keagamaan tidak terlepas dari tradisi keagamaan ke-NU-an.[18]
Kemudian menyangkut tindakan kriminalitas, secara khusus belum ditemukan data yang menjelaskan pelanggaran dan tindak kejahatan di Desa Pagerwojo. Namun, secara garis besar ada beberapa jenis pelanggaran dan tindak kejahatan yang terajdi di Kecamatan Buduran. Pelanggaran atau kejahatan terbanyak adalah minuman keras yaitu sebanyak 29 kasus yang tejadi setiap bulan sepanjang tahun 2013. Berikutnya adalah pencurian yaitu sebanyak 25 kasus yang turun sebanyak 39% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Keamanan Kecamatan Buduran dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah pelanggaran dan kejahatan.

C.    Kehidupan Keagamaan Masyarakat Desa Pagerwojo Sidoarjo
Masyarakat desa Pagerwojo merupakan masyarakat yang memiliki kemajemukan dalam hal keyakinan. Dari enam agama yang diakui negara empat diantaranya terdapat penganutnya di desa Pagerwojo yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sedangkan untuk Konghuchu tidak ada penganutnya. Dari keberagaman kepercayaan yang dianut masyarakat Pagerwojo tersebut, agama Islam menjadi jumlah terbanyak pemeluknya. Tidak heran jika di desa Pagerwojo kental dengan budaya Islam, sebab mayoritas masyarakatnya adalah muslim.
Selain itu, corak Islam yang berkembang di desa Pagerwojo ialah Islam tradisionalis. Hal demikian dipengaruhi oleh mayoritas masyarakatnya yang nahdliyin yaitu penganut Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu  kegiatan-kegiatan keagamaan Islam yang berkembang di masyarakat desa Pagerwojo merupakan pengamalan ajaran Islam yang kental dengan tradisi NU. Masyarakat desa Pagerwojo selayaknya msayarakat muslim di daerah lainnya yang mayoritas Islam NU, keseharian mereka dalam hal keagaman tidaklah jauh beda.  Sebagaimana seperti kegiatan  tahlilan, yasinan, istighosah, ziarah makam wali, dan lain sebagainya.
Kemudian ditambah lagi dengan keberadaan komplek makam Mbah Ali Mashud yang merupakan tokoh agama yang diistimewakan oleh masyarakat sekitar Sidoarjo berada di desa Pagerwojo, mengakibatkan desa Pagerwojo semakin ramai dengan hiruk pikuk kegiatan keagamaan. Hampir setiap hari desa Pagerwojo tidak pernah sepi dari kegiatan keagamaan terutama di komplek makam Mbah Ud[19].
Namun, karena desa Pagerwojo ini tergolong sebagai desa pinggiran kota, tidak jarang jika meskipun banyak kegiatan keagamaan yang diadakan di desa ini tetapi pelaku kegiatan tersebut hanyalah segelintir orang saja, dan biasanya berasal dari kalangan orang tua.

D.    Deskriptif Makam Mbah Ali Mashud di Desa Pagerwojo Sidoarjo
Mbah Ali Mashud wafat pada 27 Rajab tahun 1979 di Sidoarjo. Kemudian beliau dimakamkan di komplek makam desa Pagerwojo RT. 26 RW. 06 Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Lokasi makam Mbah Ud berada satu lokasi dengan tempat pemakaman umum warga desa Pagerwojo. Namun, yang membedakannya yaitu makam Mbah Ud dibagun terpisah di sebelah paling timur TPU Pagerwojo dengan pembatas berupa bangunan permanen lengkap dengan fasilitias berupa pendopo dan mushola bagi warga dan peziarah perempuan yang letaknya berdampingan dengan makam Mbah Ud. Selain itu terdapat pula masjid bagi warga dan peziarah laki-laki yang terletak di seberang makam Mbah Ud.
Inisiatif pemilihan lokasi makam Mbah Ali Mashud ini diprakarsai oleh pemerintah daerah Sidoarjo dan ahli waris dengan mempertimbangkan bahwa di desa Pagerwojo terdapat makam Ibu Mbah Ali Mashud. Sehingga, Mbah Ali Mashud dimakamkan berdampingan dengan makam ibunya.
 Semenjak Mbah Ali Mashud dimakamkan di desa Pagerwojo, makam tersebut tidak pernah sepi dari peziarah. Hingga pada tahun 2008, kondisi makam tersebut semakin baik dengan pembangunan sarana prasarana. Selain itu, pada tahun tersebut pula lingkungan di sekitar komplek makam Mbah Ud semakin ramai dengan aktifitas perdagangan warga desa Pagerwojo akibat dari semakin ramainya peziarah. Namun, aktifitas niaga ini lebih ramai di malam hari terutama di malam-malam tertentu, seperti malam Jumat, haul dan peringatan hari-hari besar Islam. Untuk saat ini pengelolaan dan pengurusan makam Mbah Ud di urus oleh pemerintah desa Pagerwojo, keluarga, serta masyarakat sekitar.

















BAB III
TRADISI KEAGAMAAN DI MAKAM MBAH ALI MAS’UD DI DESA PAGERWOJO KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

A.    Gambaran Umum Peziarah Makam Mbah Ali Mas’ud
Makam Mbah Ali Mas’ud yang terletak di Desa Pagerwojo, kecamatan Buduran, Kabupaten Sidorjo RT 26 RW 6 menjadi wisata religi yang ada di Sidoarjo. Banyak peziarah yang berasal dari pengusaha, politikus, atau masyarakat biasa yang mengunjungi makam Mbah Ali Masud. Jadi para ziarah yang datang berasal dari kalangan atas, menengah sampai kalangan bawah meskipun itu hanya sedikit dibandingkan dengan kalangan atas dan menengah. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat atas dan menengah yang memperoleh keberkahan dari makam Mbah Ali Mas’ud, khususnya masalah rezeqi. Mereka yang kalangan atas dan menengah kebanyakan dari pengusaha dan  orang yang memiliki jabatan dalam pemerintahan.
“dulu pernah ada orang, sepertinya pengusaha dari Kalimantan. Begitu mendarat di juanda langsung ke makam Mbah Ali Masud. Padahal tujuannya hanya ambil tanah yang ada di makam Mbah Ali Masud kemudian dibawa pulang”, cerita Amir penjaga makam dan masjid Mbah Ali Masud.[20]
Saat kami mengunjungi makam malam jumat tanggal 3 Desember 2015 terdapat peziarah yang silih berganti mendatangi makam Mbah Ali Masud. Semakin malam semakin banyak peziarah yang hadir. Dimulai setelah sholat isya’ terus berdatangan dari kalangan besar, kecil, tua, muda, laki-laki dan perempuan. Bahkan terlihat pula seorang pemuda yang berpasangan hanya makan malam di lesehan makan dekat makam Mbah Ali Masud. Kebanyakan dari pasangan keluarga yang terlihat berdoa di samping cungkup makam Mbah Ali Masud. Ibu sofiah mentakan “sudah lama ziarah ke makam Mbah Ali Masud mbak, semenjak awal nikah, dari pada di rumah nonton sinetron terus”.[21] Hal ini membuktikan bahwa memang masyarakat memang berantusias untuk ziarah ke makam Mbah Ali Masud.
Menjelang pemilu 2015, kunjungan ke makam Mbah Ali Masud semakin banyak, hampir semua kandidat calon kepala daerah menyempatkan diri untuk nyekar ke makam Mbah Ali Masud. Tidak hanya menyekar saja, mereka juga berdoa dan mohon doa restu pada Mbah Ali Masud karena akan mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah. Tidak hanya itu calon pemimpin daerah juga mempunyai agenda membagikan uang kepada beberapa penjaga komplek makam Mbah Ali Masud. Begitu besar harapan barokah yang di inginkan oleh para calon pemimpin daerah tersebut dari makam Mbah Ali Masud.
Disekitar makam yang dikelilingi dinding papan berhias ukiran jepara dibawah sebuah joglo ini, kami menjumpai banyak orang yang bersimpuh membaca AlQuran, membaca kitab dan berdoa untuk mencari berkah di makam Mbah Ali Masud ini. Suasana sejuk dan tenang memang sangat terasa ketika menginjakkan kaki di lokasi makam ini.
Siti Munawaroh merupakan salah satu peziarah yang berasal dari Desa Wonokalang, kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo mengaku sudah menjadi rutinitas untuk ziarah ke makamMbah Ali Masud bersama suaminya. Bahkan dia juga mengajak anak-anaknya ke makam Mbah Ali Masud. Di makam mereka bersama membacakan surat yasin, sholawat nariyah, tahlilan dan amaliyah lainnya dengan harapan mendapat ridho dari Allah swt. Mereka datang ke makam untuk mencari barokah agar hidup atau rumah tangganya menjadi tentram, sehingga ketika menghadapi problem rumah tangga tetap diberikan kesabaran. Munaroh mengaku bahwa setiap malam jumat teutama malam jumat legi, mereka munawaroh, suami dan anakannya tidak pernah lepas berziarah ke makam Mbah Ali Masud. Mereka juga tidak hanya sekedar berziarah melainkan bias bersilaturrahmi pada sahabat, kerabat dan keluarga yang kebetulan sanak saudara mereka tinggal di pagerwojo.[22]
Tidak hanya orang yang rumah tangga saja yang ingin mendapatkan berkah. Ada salah satu perempuan yang sengaja kami wawancari. Ternyata dia juga rutin ke makam Mbah Ali Masud setiap malam jumat. Perempuan itu bernama Alfina Dwi Maysanti yang berasal dari desa pagewojo sendiri. Melalui barokah doa yang dia panjatkan dia berharap bias meniru tauladan Rasulullah dan para wali, dipertemukan jodoh yang baik, sholeh dan akhlaknya seperti Rasulullah.[23]
Peziarah tentunya memiliki banyak berbagai harapan yang di ungkapkan di makam Mbah Ali Masud ini. Namun kami selaku peneliti tidak bisa mengungkap semua harapan-harapan itu. Setidaknya di atas kami sudah menemukan beberapa sampel peziarah yang sudah kami wawancarai. Tentunya ziarah ini di lakukan tidak hanya sekali waktu saja tetapi secara rutin dilakukan oleh masyarakat karena harapan keberkahan yang begitu besar.

B.     Bentuk-bentuk Ritual Keagamaan di Makam Mbah Ali Mas’ud
Aktifitas di komplek makam Mbah Ali Mashud hampir tidak pernah sepi dari kegiatan keagamaan. Hal ini karena, Mbah Ali Mas’ud merupakan salah satu wali Allah. Beliau dinilai sebagai seseorang yang mempunyai karomah, bahkan lazimnya masyarakat menganggapnya sebagai waliyulloh. Menurut Amir (77 tahun) salah satu penjaga makam dan masjid Mbah Ali Mas’ud berkata “Beliau dikenal memiliki karomah, meskipun secara fisik badannya kecil ngiyeyet (lunglai)”. Di masyarakat Pagerwojo sudah umum beredar kisah-kisah tentang karomah beliau.
Berawal dari kisah-kisah tersebut secara tidak langsung, kisah Mbah Ali Mas’ud menyebar ke beberapa daerah-daerah lain. Sehingga banyak pengunjung yang hadir di makam Mbah Ali Mas’ud untuk melakukan ritual keaagamaan dan berdoa mengalab barokah (tawassul). Di mana pengertian tawassul menurut bahasa yaitu sebagaimana menurut Ibnu Manzhur yang berkata: “Al-wasilah” bermakna al-qurbah (pendekatan), seperti contoh bahwa “si fulan berperantara kepada Allah dengan suatu wasilah yaitu melakukan suatu perbuatan untuk mendekatka diri kepada-Nya. Sedangkan tawassul menurut syariat adalah ibadah yang dengannya dimaksudkan tercapainya ridho Allah dan surga.[24]
Berdasarkan hal tersebutlah banyak ritual keagamaan yang dilaksanakan di makam Mbah Ali Mas’ud, mulai dari kegiatan rutinan mingguan, bulanan, atau tahunan. Pada kegiatan rutin mungguan misalnya, ada kegiatan pengajian yang diadakan setiap hari Senin pagi yang diisi oleh ustad Ahmad Khusaini membahas Tafsir Jalalain, pada hari Jum’at sore yang diisi oleh ustad Hamim Uman membahas Mukhtarul Hadis dan minggu wage pengajian oleh tarekat Naqshabandiyah. Sedangkan pada kegiatan bulanan ada banjarian dan manaqiban. Kemudian pada agenda tahunan diadakan haul Mbah Ali Mashud yaitu pada 27 Rajab.  Berikut ini, beberapa kegiatan yang ada di makam Mbah Ud:

1.      Tahlil (Tahlilan)
a.      Pengertian Tahlil (Tahlilan)
Tahlilan adalah ritual/ upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan juga ada di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40 hari, ke-100 hari, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000 hari.
Kata Tahlil sendiri secara harfiah berarti berdzikir dengan mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallah (tiada yang patut disembah kecuali Allah). Tahlil itu berasal dari kata hallala yuhallilu tahlilan artinya membaca kalimat la Ilaaha Illallah.[25]
Dimasyarakat NU sendiri berkembang pemahaman bahwa setiap pertemuan atau perkumpulan yang didalamnya dibaca kalimat Laa Ila Haillallloh secara bersama-sama disebut majlis tahlil. Majlis tahlil dimasyarakat Indonesia sangat variatif, yang waktu pelanksanaannya dapat diselenggarakan kapan saja dan tempatnya pun dapat diadakan dimana saja.
Acara tahlil ada yang diselenggarakan hanya khusus untuk membaca tahlil saja tetapi banyak juga yang menyatukan tahlil dengan acara inti yang lain, misalnya setelah diba’an disusul tahlil, yasinan kemudian tahlil, pengajian ada tahlil, dan lain sebagainya. Waktu yang digunakan tahlil biasanya 15-20 menit dan bisa diperpanjang dengan membaca kalimat Laa Ila Haillallloh sebanyak 100 kali, 200 kali atau 700 kali. Atau dapat juga diperpendek durasinya misalnya hanya membaca hanya membaca 3 kali atau 21 kali. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dan waktu. Sedangkan tahlil yang dilaksanakan di makam dapat diibaratkan seperti orang yang berkunjung ke rumah orang lain. Sehingga ketika orang tersebut berkunjung ke rumah orang lain akan membawa oleh-oleh. Salah satu oleh-oleh yang diberikan ketika seseorang berkunjung ke makam yaitu doa yang berasal dari rangkaian ayat-ayat al-Quran dan asma-asma Allah yang disusun  menjadi tahlil.

b.      Tujuan Dilakukan Tahlil (Tahlilan)
Kebanyakan dari masyarakat muslim yang meyakini dan mengamalkan Tahlilan, memiliki tujuan untuk memberikan oleh-oleh ke ahli kubur. Kalau membaca tahlilnya di makam biasanya di peruntukkan pada ahli kubur yang ada di makam tersebut. Dapat diibaratakan orang yang pergi ke makam sama halnya dengan berkunjung ke rumah orang lain. tidak ada yang pantas dibawa kecuali pahala untuk penghuni makam. Dia (penghuni makam) tidak membutuhkan sesuatu selain pahala yang bisa kita persembahkan untuknya. Salah satu cara untuk mendapatkan pahala itu adalah membaca tahlil yang diperuntukkan pada sang penghuni kubur. Bacaan tahlil yang dimaksud di sini tidak hanya bacaan Laa Ilaha Illalallah melainkan ada susunannya sendiri yang telah disusun oleh para ulama’ atas petunjuk Rasulullah SAW. Di dalam susunan bacaan tahlil ada bacaan surat al fatihah, al Ikhlas al Falaq, an Nas dan masih banyak lagi. Susunan tahlil ini akan peneliti lampirkan.
Dengan demikian tahlilan yang dilakukan di makam Mbah Ali Mas’ud di sini dimaksudkan untuk mengirimkan doa kepada beliau dan mengalab barokah dari beliau. Maka dari itu banyak masyarakat yang berbodong-bondong menyempatkan waktunya untuk bermunajat di makam Mbah Ali Mas’ud dengan harapan mendapat luapan barokah beliau.

2.      Membaca Shalawat (Banjarian)
Banjarian atau Al-Banjari berasal dari daerah Banjarmasin tetapi lebih popular dimainkan di daerah Jawa Timur. Banjarian terdiri dari 2 kata yaitu Ban dan Jari. Ban berasal dari kata Band yang bermakna suatu grup dan kata Jari itu dilihat dari cara memainkan alat musik yang berupa terbang (rebana) dengan menggunakan jari. Jadi pengertian Al-Banjari adalah suatu grup yang memainkan alat musik berupa terbang/ rebana dengan menggunakan jari. Pada umumnya al-banjari ini biasanya diisi dengan lagu-lagu religi seperti sholawatan dan lagu-lagu islami, dimana kandungan makna dari semua jenis lagu-lagu biasanya berisi sanjungan kepada baginda Rasulullah yaitu Nabi Muhammad SAW.
Alat musik banjari dikenal dengan sebutan Rebana atau Tamborin. Alat musik ini dibuat dengan menggunakan benda berbentuk seperti lingkaran atau berbentuk tabung yang rendah atau berbentuk cincin dan tunggal. Alat musik ini sering menggunakan kulit hewan yang sudah disamak atau tipis untuk menutupi lubang cincinnya, yang memiliki sepasang lempengan  logam yang disatukan pada sisi badan cincin. Yang menjadi catatan adalah, bahwa tidak semua rebana menggunakan kulit binatang.[26]
Al-Banjari ini terdiri dari 10 anggota maksimal, 5 orang sebagai vokal dan 5 orang sebagai pemukul musik (terbang/ rebana), berikut ini perinciannya:
1.      Vokal
a.       1 Vokal Utama
b.      1 Beaking vokal suara biasa (suara pengganti vocal utama)
c.       1 Beaking vokal suara 2/suara minor
d.      1 Beaking vokal suara 3/ suara tenor
e.       1 Beaking vokal suara bass
2.      Pemukul musik (Terbang)
a.       Pemukul tebang lanangan utama
b.      Pemukul terbang wedoan utama
c.       Pemukul terbang golongan lanangan
d.      Pemukul terbang golongan wedokan
e.       Pemukul terbang bass
Al Banjari ini sudah terkenal sejak dahulu kala. Menurut sejarah Al Banjari ini pernah digunakan salah satu walisongo dalam berdakwah Islam yaitu Sunan Kalijogo. Iramanya yang menghentak, rancak dan variatif membuat kesenian ini masih banyak digandrungi oleh pemuda-pemudi sampai sekarang. Kesenian ini  juga menjadi kegiatan eskul di sekolah-sekolah atau pondok pesantren.
Kesenian ini ternyata salah satu kesukaan dari Mbah Ali Mas’ud. Beliau sering memainkan sejak kecil bersama dengan teman-temannya. Sehingga, sampai saat ini kesenian tersebut masih terdengar di makam Mbah Ali Mas’ud. Setiap malam jumat legi di makam Mbah Ali Mas’ud ini terdapat agenda banjarian karena untuk mengenang beliau kalau menyukai kesenian banjarian.
Kegiatan banjarian ini tidak hanya dilakukan saat malam jumat legi saja. Yang paling ramai di tabuh ketika haul Mbah Ali Mas’ud yakni malam 27 Rajab. Ketika haul Mbah Ali Masud, makam beliau sangat ramai sekali dikunjungi peziarah.

3.      Membaca Yasin (Yasinan)
Yasinan adalah bentuk ibadah membaca surat yasin secara berjamaah atau sendiri dan pahalanya di hadahkan untuk seseorang yang sudah meninggal dunia. Surat yasin merupakan intisari dari al Quran, tidaklah seseorang membacanya dengan mengharapkan rahmat dari Allah swt. Keistimewaan surat Yasin ini sangat banyak sekali. Pertama, membaca surat yasin bisa memberikan kemudahan seseorang dalam menghadapi masalah dan kesulitan. Kedua, pembacaan surat yasin di hadapan jenazah dapat mendatangkan rahmat dan keberkahan serta memudahkan keluarnya ruh manusia. Ketiga, membaca surat yasin ketika malam hari maka yang membacanya akan terampuni dosanya sampai pagi. Keempat, membaca surat yasin dapat menenangkan hati seseorang. Kelima, surat yasin juga bisa menjadi hadiah untuk orang yang sudah meninggal dunia, caranya orang yang masih hidup membacanya dan diperuntukkan ke orang yang telah meninggal tersebut. Dan masih banyak lagi keistemawaan surat Yasin.
Oleh sebab itu, di makam Mbah Ali Masud ini banyak peziarah yang membacakan surat yasin diperuntukkan ke Mbah Ali Mas’ud. Mereka berharap mendapat keberkahan Mbah Ali Mas’ud. 

4.      Istighosah (zikir/doa bersama)
Kata Istighotsah berasal dari al-ghouts yang berarti pertolongan. Dalam tata Bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) istaf’ala atau istif’al menunjukkan arti permintaan atau permohonan. Maka istighotsah berarti pertolongan. Sehingga istighotsah dapat diartikan  meminta pertolongan ketika keadaan sukar atau sulit.
Istilah istighosah baru popular pada 95-an ketika kekuasaan Soeharto mencapai puncaknya dan suhu perpolitikan semakin memanas.[27] Para agamawan, khususnya para ulama, sangat gerah dengan polah pak harto yang dirasa makin hari makin menunjukkan tangan besinya hingga muncul istilah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Cara halus yang ditampilakan para ulama ialah mengadukan hal ini kepada Allah dengan memanjatkan doa bersama yang disebut Istighosah.
Salah satu perilaku keagaaman yang dilakukan masyarakat di makam mbah Ali Mas’ud yaitu istighotsah. Kebanyakan istighotsah ini dilakukan oleh banyak orang, misalnya dari rombongan atau sebuah kumpulan yang sengaja melakukan istighosah di makam Mbah Ali Mas’ud. Makam Mbah Ali Mas’ud memang tidak pernah sepi pengunjung.

5.      Ziarah Pada Hari-Hari Tertentu
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral yang penting. Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat suci dan penting bagi keyakinan dan iman yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, menguhkan iman atau mensucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.
Pengertian ziarah kubur yakni mengunjungi, mendoakan makam kerabat, keluarga atau para ulama yang berpengaruh terhadap Islam. Biasanya mereka berziarah ke makam para Walisongo, Sunan, serta para tokoh yang menyebarkan agama Islam. Menurut sebagian dari mereka berziarah ke makam merupakan salah satu kesalehan muslim.[28] Ziarah merupakan salah satu perbuatan manusia yang melakukan suatu perbuatan di atas makam yang dianggap sakral atau disakralkan. Untuk meminta sesuatu yang menjadi kebutuhan sangat mendasar seperti ketenangan jiwa.
Ziarah yang dilakukan di makam Mbah Ali Mas’ud sama halnya dengan ziarah di makam-makam lainnya. Namun, di makam mbah Ali Mas’ud ini memiliki hari-hari tertentu yang biasanya penuh dengan pengunjung dari berbagai daerah. Adapun ziarah di makam Mbah Ali Mas’ud pada hari-hari tertentu antara lain sebagai berikut:

a.      Ziarah Pada Malam Jum’at
Kegiatan ziarah atau mengunjungi makam para wali pada hari Kamis malam Jum’at sudah menjadi tradisi masyarakat muslim. Hari tersebut merupakan hari yang diistimewakan. Dalam Islam, semua hari itu baik. Tetapi ada hari yang dianggap hari itu adalah hari terbaik dan memiliki keistimewaan serta nilai sejarah yang sangat panjang. Hari tersebut adalah hari jumat. Adapun keistimewaan hari Jumat atau malam Jumat antara lain sebagai berikut:
1)      Hari Jumat adalah hari terbaik, peryataan ini telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at"
2)      Hari Jumat merupakan waktu yang istijabah untu berdoa.
Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya pada hari Jum'at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu" (HR. Muttafaqun Alaih)
3)      Sedekah diwaktu Jumat itu lebih utama disbanding dengan sedekah di hari-hari lainnya.
4)      Hari Jumat digunakan waktu sholat Jumat yang mewajibkan laki-laki muslim.
Dengan adanya keistimewaan hari tersebut masyarakat muslim menjadikan malam jumat untuk berziarah ke makam Mbah Ali Mas’ud. Oleh sebab itu, ketika malam jumat tiba-tiba banyak masyarakat muslim yang berbondong-bondong untuk ziarah ke makam Mbah Ali Mas’ud. Mulai dari sebelum adzan Magrib sudah banyak masyarakat muslim yang beziarah. Puncaknya ketika setelah adzan Isya’, makam Mbah Ali Mas’ud penuh dengan masyarakat muslim. Ibu Halimah sedikit berkomentar tentang ziarah yang di lakukannya,
“ saya ziarah ke makam Mbah Ali Mas’ud ini hampir setiap malam jumat dan tidak pernah terlewatkan. Biasanya saya berangkat dari rumah setelah adzan Magrib, kemudian setelah sampai dimakam saya sekeluarga langsung melaksanakan sholat Isya’, kemudian dilanjutkan dengan ritual-ritual yang biasanya kami lakukan yakni yasinan, tahlil atau terkadang juga membaca al-Quran. Kami di sini bermunajat pada Allah dan ingin mengalab Barokah. Kami biasanya pulang dari makam Mbah Ali Mas’ud sekitar pukul 01.00 WIB.”[29]
Makam Mbah Ali Mas’ud memang tidak pernah sepi dengan pengunjung. Namun, malam Jumat ini peziarahnya meningkat. Bahkan memenuhi makam, sampai orang-orang yang lewat merasa kesulitan karena saking banyaknya masyarakat yang berziarah. Ini membuktikan bahwa hari jumat memang memiliki keistimewaan, sehingga banyak orang-orang yang menyempatkan waktunya untuk berziarah di makam Mbah Ali Mas’ud.
b.      Ziarah Pada Hari ke-17  Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, dan selama satu bulan penuh  umat Islam di wajibkan untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan. Di bulan yang suci ini, tentunya para umat Islam berlomba-lomba untuk berbuat amal kebajikan untuk mendapat berkah dan hidayah dari Allah SWT.
Oleh sebab itu, selain ziarah pada malam Jum’at di makam Mbah Ali Mas’ud juga dilaksanakan kegiatan ziarah dan ritual keagamaan pada hari-hari di bulan Ramadhan. Namun, yang paling ramai dan istimewa ialah ketika pada hari ke-17 di bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan bertepatan dengan malam nuzulul qur’an yaitu hari di mana kitab suci umat Islam diturunkan.
Pada malam ke-17 Ramadhan ini sangat dianjurkan untuk melaksanakan ibadah atau amalan shalih, sebab pada malam tersebut termasuk malam ganjil di bulan Ramadhan yang dimungkinkan termasuk dalam malam lailatul qadar yaitu malam seribu bulan, sebagaimana firman Allah SWT tentang keutamaan malam lailatul qadar dalam Surat Al Qadr:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ   !$tBur y71u÷Šr& $tB ä's#øs9 Íôs)ø9$# ÇËÈ
  ä's#øs9 Íôs)ø9$# ׎öy{ ô`ÏiB É#ø9r& 9öky­ ÇÌÈ   ãA¨t\s? èps3Í´¯»n=yJø9$# ßyr9$#ur
 $pkŽÏù ÈbøŒÎ*Î/ NÍkÍh5u `ÏiB Èe@ä. 9öDr& ÇÍÈ   íO»n=y }Ïd 4Ó®Lym Æìn=ôÜtB ̍ôfxÿø9$# ÇÎÈ     

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.  pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.[30]

Berdasarkan firman tersebut, maka masyarakat muslim berlomba-lomba untuk meraih kebaikan dengan sarana beribadah kepada Allah SWT dengan berbagai macam cara, sebagaimana yang dilakukan para peziarah di makam mbah Ali Mas’ud yaitu dengan mengikuti berbagai ritual keagamaan seperti: Yasinan, Tahlilan, istighosah, semakan al-Quran, shalat Sunnah dan lain sebagainya.
c.       Haul Mbah Ali Mas’ud
Haul memiliki pengertian setahun. Jadi, peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama atau ulama kenamaan.[31] Mbah Ali Mas’ud merupakan salah satu wali Allah. Beliau dinilai sebagai seseorang yang mempunyai karomah, bahkan lazimnya masyarakat menganggapnya sebagai waliyulloh. Menurut Amir (77 tahun) salah satu penjaga makam dan masjid Mbah Ali Masud berkata “Beliau dikenal memiliki karomah meskipun secara fisik badannya kecil ngiyeyet (lunglai)”.[32] Dimasyarakat Pagerwojo sudah umum beredar kisa-kisah tentang karomah beliau. Berawal dari kisah-kisah tersebut secara tidak langsung, kisah Mbah Ali Mas’ud menyebar ke beberapa daerah-daerah lain. Sehingga banyak pengunjung yang hadir di makam Mbah Ali Mas’ud untuk melakukan ritual keaagamaan dan berdoa mengalab barokah.
Adanya kisah tersebut, akhirnya Mbah Ali Mas’ud ini dijadikan seorang yang ditokohkan oleh masyarakat, sehingga setiap hari wafatnya selalu dikenang dan diperingati oleh mereka yang mengenal Mbah Ali Mas’ud. Peringatan haul Mbah Ali Mas’ud dilaksanakan setiap tanggal 27 Rajab. Ketika haul Mbah Ali Mas’ud, makam beliau sangat ramai sekali dikunjungi peziarah. Banyak peziarah yang berasal dari masyarakat sekitar komplek makam dan berasal dari luar daerah Pagerwojo, bahkan ada yang berasal dari luar kota. Kalangan yang hadir juga beragam, mulai dari masyarakat biasa, pelajar, santri, pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat publik, dan lain sebagainya, baik muda maupun tua.
Kegiatan haul ini dilakukan 3 hari 3 malam, agenda kegiatannya yaitu tahlil Qubro, istighosah, banjarian, pengajian umum, pengajian kitab, dan yang paling menarik yaitu ngaji al-Quran mantap merupakan agenda pembacaan ayat-ayat al-quran oleh para penghafal al-Quran yang sudah terpilih. Di mana, kegiatan tersebut diadakan secara bergiliran.
Selain ramai dengan berbagai rangkaian kegiatan keagamaan, ketika haul dilaksanakan makam Mbah Ali Mas’ud juga sangat ramai dengan aktivitas niaga masyarakat sekitar area makam. Mayoritas yang dijual disana adalah berupa makanan dan minuman karena masyarakat banyak yang dari luar daerah sehingga mereka akan membutuhkan makan dan minum ketika berziarah. Tidak hanya makannan dan minuman saja, disana juga terdapat penjual kopyah, tasbih, minyak wangi dan perlengkapan yang berhubungan denga masyarakat muslim. Kebanyakan orang-orang yang menjual barang-barang tersebut berasal dari luar Pagerwojo.

C.    Faktor Yang Mendorong Peziarah Melakukan Ziarah di Makam Mbah Ali Mas’ud
Manusia sejatinya tidak pernah dan tidak bisa lepas dari kekuatan kosmos. Mereka akan terus mencari keberadaan kekuatan tersebut pada hal-hal yang dianggap mampu memberikan kekuatan spiritual yang tidak jarang bersifat irrasional. Sebagaimana manusia yang percaya pada hal-hal mistis yang dengan hal tersebut mereka merasa semakin kuat jika mempercayainya dengan melaksanakan ritual-ritual.
Islam Indonesia yang tidak terlepas dari sejarah bahwa ia datang tidak pada ruang yang kosong, maka tidak heran jika corak Islamya masih dipengaruhi nilai-nilai tradisi yang telah berkembang jauh sebelum kedatangannya yaitu nilai-nilai Hindu-Budha dan Kejawen. Oleh karena itu, Islam sebagai agama pendatang harus menyesuaikan dengan keadaan masyarakatnya agar tidak langsung mendapatkan penolakan. Hal itulah yang sepertinya dipahami oleh pembawa Islam terdahulu ketika datang dan menyebarkannya di bumi pertiwi ini.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kami dapati fenomena kebudayaan masyarakat muslim saat ini yang juga tidak dapat terlepas dari nilai tradisi ketika melaksanakan ibadahnya. Bagi masyarakat awam hal tersebut dianggap wajar karena berasal dari pemahaman yang didapatkan secara turun-menurun. Hal demikian inilah yang peneliti dapati di lapangan, di mana bayak dari para peziarah yang datang ke makam Mbah Ali Mashud dengan berbagai motivasi atau faktor tertentu, seabagaiman berikut ini:
1.      Faktor Keagamaan
Menurut syariat Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan pula untuk sekedar tahu dan mengerti di mana seseorang itu dikubur, atau ingin mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang kekuburan adalah dengan meksud untuk mendoakan kaum muslim yang dikubur dengan membaca kalimat-kalimat thayyibah, seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain lain.[33] Sedangkan secara tradisional makna ziarah berarti kebiasaan berkunjung ke makam leluhur yang dilakukan secara turun-temurun.[34] Ziarah ini merupakan kegiatan ritual yang sampai sekarang masih terlihat di berbagai lapisan masyarakat khususnya di Jawa.
Praktek berziarah dan penghormatan terhadap wali dikalangan orang Jawa adalah suatu tradisi yang masih berkembang hingga saat ini. adapun tujuan mereka adalah untuk mengirim doa, tawassul, dan meminta berkah kepada mereka orang suci yang telah meninggal. Banyak diantara peziarah yang datang ke makam Mbah Ali Mashud dengan maksud melaksanakan ibadah di sana, dengan anggapan akan lebih baik jika berziarah daripada berdiam diri di rumah saja dengan aktifitas yang tidak jarang banyak sia-sianya.
Selain itu dengan melakukan kegiatan ziarah tersebut, peziarah akan lebih mengingat pada Allah Swt. Sebab dengan kegiatan tersebut meruapakan medium untuk mengingat akan kematian dan dapat lebih meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt.


2.         Faktor Kepercayaan
Bagi masyarakat lokal fenomena-fenomena mengenai makam para wali yang memiliki kesakralan dan dianggap suci bagi masyarakat setempat masih banyak ditemukan. Dalam hal ini, makam berasal dari kata maqam yang berarti tempat status atau hirarki. Tempat penyimpanan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut Qabr yang dalam lidah orang Jawa disebut Kubur atau Kuburan. Menurut Mark Woodward, penghormatan terhadap wali dan makam-makam memainkan peran sentral dalam kesalehan muslim. Makam-makam itu menarik banyak pengunjung yang berharap memperoleh berkah dari wali itu. Berkah ini bisa digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti penghormatan, pengamanan posisi, hingga kemajuan spiritual peminta berkah itu sendiri.[35]
Peziarah memiliki kepercayaan bahwa roh para wali itu masih hidup dan bisa dimintai pertolongan melalui tawassul kepadanya. Sehingga peziarah menyakini bahwa kegiatan yang dilakukan dapat membawa berkah dan segala yang diinginkan lebih mudah terkabulkan. Oleh sebab itu, tidak dipungkiri bahwa banyak masyarakat dari luar daerah yang datang ke makam Mbah Ali Mashud dengan tujuan meminta berkah agara usahanya lancar, jabatan politiknya langgeng, dan sebagainya.

3.      Faktor Ekonomi
Peziarah yang datang ke komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh orang dari luar desa bahkan dari berbagai provinsi. Seiring dengan perkembangan desa Pagerwojo dan ramainya komplek makam Mbah Ud oleh peziarah setempat dan luar daerah itu, maka hal-hal yang dianggap dibutuhkan oleh peziarah seperti barang-barang konsumtif, ditangkap sebagai peluang usaha oleh masyarakat desa Pagerwojo khususnya masyarakat di lingkungan sekitar makam. Banyak masyarakat Desa Pagerwojo yang memanfaatkan ramainya peziarah makam Mbah Ud untuk membuka usaha atau lapak dagang makanan.
Selain peluang ekonomi yang berhasil ditangkap oleh masyarakat desa Pagerwojo, peluang itu juga terkadang banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha travel tour ziarah wali yang kadang memasukkan makam Mbah Ud ke dalam daftar tempat tujuan ziarah. Hal tersebut tentulah menambah keuntungan bagi mereka dalam wujud finasial yang lebih lagi.






BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang kelompok kami lakukan di atas, maka dapat menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun kesimpulan yang kelompok kami dapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan bentuk peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo, dapat diketahui bahwa bentuk perilaku keagamaan atau perbuatan peziarah dibagi dalam beberapa hal:
1.      Ziarah dengan bentuk kegiatan istighosah, tahlilan, yasinan, banjarian, dan sebagainya.
2.      Kegiatan rutinan mingguan yaitu pengajian setiap senin pagi, jum’at sore,  minggu wage, kegiatan rutinan bulanan yaitu banjarian, manaqiban, semaan alquran mantab, serta kegiatan rutinan tahunan yaitu peringatan haul Mbah Ud setiap 27 Rajab dengan berbagai macam kegiatan keagamaan.
Kedua, ada beberapa faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo, diantaranya:
1.      Faktor Keagamaan
dengan melakukan kegiatan ziarah tersebut, peziarah akan lebih mengingat pada Allah Swt. Sebab dengan kegiatan tersebut meruapakan medium untuk mengingat akan kematian dan dapat lebih meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt.
2.      Faktor Kepercayaan
Peziarah memiliki kepercayaan bahwa roh para wali itu masih hidup dan bisa dimintai pertolongan melalui tawassul kepadanya. Sehingga peziarah menyakini bahwa kegiatan yang dilakukan dapat membawa berkah dan segala yang diinginkan lebih mudah terkabulkan.
3.      Faktor Ekonomi
Peziarah yang datang ke komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh orang dari luar desa bahkan dari berbagai provinsi. Sehingga hal ini menimbulkan peluang tersendiri bagi masyarakat Desa Pagerwojo untuk membuka usaha atau lapak. Usaha-usaha ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan peziarah. Selain itu, juga dimanfaatkan oleh pengusaha travel ziarah wali untuk menjadikan makam Mbah Ud menjadi tambahan daftar tujuan tempat ziarah.

B.     Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah kelompok kami jabarkan di atas. Ada beberapa saran yang kami ajukan kepada:
1.      Bagi para peziarah. Kegiatan seperti mengunjungi makam-makam tokoh agama merupakan salah satu kegiatan yang telah mengakar dan menjadi tradisi di dalam kalangan masyarakat Islam Indonesia khususnya Pulau Jawa. Akan tetapi peziarah harus lebih menata, memantapkan dan mengokohkan hati dengan ilmu agama Islam agar tidak menimbulkan kemusyrikan yang dapat merusak aqidah Islam.
2.      Bagi pengurus makam. Mampu memberikan perhatian secara khusus terhadap tempat wisata religi makam Mbah Ali Mas’ud agar pziarah mendapat kenyamanan baik dari segi tempat maupun fasilitas lainnya.
3.      Bagi kelompok penelitian. Penelitian ini hanya membahas tentang bentuk perilaku keagamaan peziarah dan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perilaku keagamaan peziarah. Kami juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Namun kami berusaha menyelesaikan dan menyajikan laporan ini sebaik mungkin. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat.



[1] Agama primitif adalah agama yang ada sebelum kedatangan agama Hindu ataupun Budhha.
[2] Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2002), 121-123.
[3] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010), 67.
[4]Ibid; 67.
[5]Sarnito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), 103-104.
[6]Muhammad Shalikhin, Ritual Keramat Islam Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2010), 128.
[7]Pius A. Partanto dan M. Dhahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Al Kola, 1994), 756.
[8]Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKIS, 2005), 17.
[9]Ibid,. Jalaluddin, 197.
[10]Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-teori Agama Kontemporer, (Yogyakarta: AK Group, 2007), 320-322
[11]Mark Woodwerd, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan terj. Hairussalim HS, (Yogyakarta: LKiS, 1999),100.
[12] Sutresno Hadi, Metodologi Research Jilid I (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1985), 10.
[13] S. Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 113-114.
[14] Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 26.
[15] Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1995), 79.
[16] Katalog BPS, Statistik Kecamatan Buduran (Sidoarjo: BPS Sidoarjo, 2014), 1.
[17] Ibid, 8.
[18] Bapak Huda (Mantan Pengurus Makam Mbah Ali Mashud), Wawancara, Sidoarjo, 11 November 2015.
[19] Masyarakat desa pagerwojo dan sekitar daerah Sidoarjo biasa menyebut komplek makam Mbah Ali Mashud dengan sebutan “Mbah Ud”
[20] Amir, Wawancara, Sidoarjo, 3 Nopember 2015.
[21] Sofiah, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[22] Siti Munawaroh, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[23] Alfina Dwi Maysanti, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[24] Abu Anas, Ulasan Lengkap Tawassul (Jakarta: Darul Haq, 2013),8.
[25] Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yokyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2006), 276.
[26] Rizky, Musik Rebana dalam https://rizkyaslely.wordpress.com/musik-rebana/ (24 Desember 2015)
[27] Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yokyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2006), 288.
[28] Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan (Yogyakarta: LKiS, 1999), 138.
[29] Halimah, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[30] Al-Quran, 97 (Al-Qadr): 1-5.

[31] “Peringatan Haul” dalam http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.co.id/2011/08/peringatan-haul.html  ( 24 Desember 2015)
[32] Amir, Wawancara, Sidoarjo, 3 Nopember 2015.
[33]Muhammad Shalikhin, Ritual Keramat Islam Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2010), 128.
[34]Pius A. Partanto dan M. Dhahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Al Kola, 1994), 756.
[35]Mark Woodwerd, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan terj. Hairussalim HS, (Yogyakarta: LKiS, 1999),100.