BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bagi masyarakat
Islam khususnya di Jawa, ziarah ke makam wali adalah rutinitas kehidupan
spiritual mereka. Kebanyakan dari mereka ziarah dilakukan secara berjamaah
(rombongan). Tujuan penting dari ziarah adalah untuk tujuan religius, seperti
kesejahteraan hidup, pengabulan doa, pengampunan dosa dan meminta berkah.
Telah diketahui
bahwa sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dan Buddha, Islam di Indonesia
merupakan Islam yang tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya lokal
masyarakatnya. Oleh karena itu di Indonesia corak keagamaan Islam yang muncul
tidak dapat meninggalkan nilai-nilai adat dan tradisi masyarakat setempat yang
terkadang cenderung bersifat irasional. Tidak sedikit dari masyarakat
muslim di Jawa khususnya sangat menjunjung tinggi adat para pendahulunnya,
sehingga meskipun agama Islam telah lama hadir dan menjadi mayoritas dalam
suatu daerah maka Islam yang dipraktikkan tidak dapat jauh dari praktik-praktik
budaya lokal yang seringkali memunculkan mistik, kultus, khayal, dan lain
sebagainnya.
Setiap agama
tentu memiliki aspek fundamental, yakni aspek keyakinan. Terutama kepada
sesuatu yang sakral, suci atau ghaib. Adapun dalam agama “primitif”[1],
inti kepercayaannya adalah percaya kepada kekuatan-kekuatan ghaib yang terdapat
dalam sebuah benda, baik benda mati atau hidup.[2]
Dalam tradisi Jawa terdapat berbagai jenis benda yang dikeramatkan, seperti
tombak, keris, akik dan lainnya.
Sebagaimana
yang sering nampak di tempat-tempat yang dikeramatkan karena memiliki pengaruh
kuat terhadap masyarakat di Jawa, seperti di makam tetua adat seuatu desa,
makam para wali, ulama, serta tokoh agama yang dianggap memiliki karomah.
Pada tempat-tempat tersebut banyak dari umat Islam yang melakukan ziarah dengan
berbagai tujuan dan dari berbagai lapisan masyarakat. Terlebih lagi pada hari
besar dan hari-hari penting yang dianggap keramat bagi muslim Jawa.
Hal inilah yang
juga kami temukan di desa Pagerwojo kecamatan Buduran Kota Sidoarjo, yang juga
terdapat makam seorang yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat dan
peziarah yang mayoritas berasal dari luar desa tersebut yaitu makam Mbah Ud
(Ali Mas’ud). Bagi masyarakat setempat keberadaan makam Mbah Ud memiliki
manfaat tersendiri bagi mereka, seperti membuka lapangan pekerjaan.
Mbah Ud sendiri
hanyalah orang biasa yang semasa hidupnya omongannya selalu memiliki petuah
tersendiri bagi masyarakat sekitarnya. Beliau bukanlah pendakwah penyebar agama
Islam pada umumnya. Hingga akhirnya beliau meninggal di Desa Pagerwojo, yang
makamnya masih ada dan terawat dengan baik hingga saat ini. Bahkan makam
tersebut diangga keramat dan disucikan oleh para peziarah. Bagi sebagian besar
peziarah melakukan ziarah merupakan bentuk hormat kepada leluhur. Sehingga hal
ini mempengaruhi tingkah laku keagamaan masyarakat dan peziarah yang datang ke
makam tersebut.
Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Tradisi Keagamaan Di
Komplek Makam Mbah Ali Mas’ud Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten
Sidoarjo”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah yang nantinya akan dibahas dalam penelitian ini, agar penelitian yang
akan dilaksanakan dapat terarah dan fokus dalam kajian yang diteliti. Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Bagaimana
bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa
Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
2.
Apa faktor
yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud desa
Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
yaitu:
1.
Untuk
mengetahui bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud
desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
2.
Untuk
mengetahui faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam
Mbah Ali Mas’ud desa Pagerwojo Kec. Buduran Kab. Sidoarjo.
D.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan
penelitian ini antara lain:
1.
Secara
Akademik (Praktis)
a.
Hasil
daripada penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi
penelitian di bidang sosial keagamaan Islam.
b.
Memberikan
kontribusi wacana bagi perkembangan perbendaharaan ilmu pengetahuan, terutama
dalam bidang sosial keagamaan Islam.
2.
Secara
Ilmiah (Teoritis)
a.
Untuk
memenuhi syarat tugas matakuliah riset kolektif pada Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
b.
Untuk
memperkaya kajian sosial keagamaan Islam khususnya terkait perilaku keagamaan
muslim terhadap makam para tokoh Islam di Jawa.
E.
Kajian Pustaka
Setelah
peneliti melakukan telaah terhadap karya-karya yang berkaitan dengan penelitian
dilakukan, peneliti menemukan karya yang berkaitan dengan ini yaitu:
1.
Skripsi
oleh Anton Budi Prasetyo, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tradisi
Penghormatan Wali di Jawa (Studi Kasus Tentang Tradisi Ziarah di Makam Sunan
Tambayat, Paseban, Bayat, Klaten, Jawa Tengah).Dalam penelitiannya membahas
tentang praktik ziarah yang ada di makam Sunan Tambayat, serta membahas masalah
sosial budaya peziarah di komplek makam Sunan Tambayat terhadap penghormatan
orang suci, dan persepsi masyarakat terhadap makam Sunan Tambayat serta relasi
sosial keagamaan antara kelompok NU dan Muhammadiyah.
2.
Skripsi
oleh Mas’ud, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2013. Perilaku Keagamaan
Peziarah di Komplek Makam Syekh Maulana Ishaq Desa Kemantren Kec. Paciran Kab.
Lamongan. Dalam penelitiannya membahas tentang perilaku peziarah di makam
Syekh Maulana Ishaq serta beberapa faktor yang melatarbelakangi kegiatan ziarah
di makam tersebut.
3.
Cliffort
Geertz dalam karyanya, The Religion of Java (1960), menemukan praktik
keagamaan orang Jawa yang bercampur aduk dengan unsur-unsur tradisional non-Islam,
baik dari kaum abangan, santri dan priyayi.
4.
Karya
yang ditulis oleh Nur Syam dalam bukunya yang berjudul, Islam Pesisir,
dalam kajiannya ia menjelaskan tentang gambaran masyarakat pesisir dalam
melakukan berbagai upacara tradisional, yang pada hakekatnya berpusat pada
medan budaya yang ada pada tiga lokasi yaitu sumur, makam dan masjid.
5.
Mark
Woodward dalam bukunya Islam Jawa, yang dalam kaitannya dengan
penghormatan kepada orang suci, menjelaskan bahwa dimensi devosionalistik dan
esoterik sufisme terjalin erat dengan pemikiran keagamaan Jawa, teori politik,
dan di dalam kepercayaan rakyat berhubungan dengan penghormatan orang mati,
barakah dan ziarah.
F.
Kerangka Teori
Sebagai makhluk
ciptaan Tuhan, manusia sudah memiliki potensi beragama sejak dilahirkan.
Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Dalam
terminologi Islam disebut sebagai Hidayat al-Diniyyat, berupa
benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Dengan
adanya potensi bawaan ini, maka manusia pada hakekatnya adalah makhluk beragama[3].
Dalam beragama setiap jiwa memiliki suatu kepercayaan tersendiri atas keyakinan
yang dimilikinya.sebagaimana di lingkungan masyarakat yang muncul berbagai
fenomena-fenomena agama, baik berupa upacara yang berbentuk ritus dan kultus.
Sikap keagamaan
merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan
merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama
serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.[4]
Sehingga seseorang bisa melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya.
Pada dasarnya
manusia mempunyai berbagai macam perilaku terhadap bermacam-macam hal. Perilaku
dapat bersifat positif dan negative.dalam perilaku positif kecenderungan
tindakan adalah mendekati, menyukai, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan
dalam perilaku negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci
dan tidak menyukai obyek tertentu. Jadi, perilaku dapat didefinisikan sebagai
kesiapan pada seseorang bertindak cara tertentu terhadap hal-hal tertentu.[5]
Dari paparan di
atas, perilaku keagamaan merupakan representasi secara kompleks antara
pengetahuan agama serta tingkah pola keberagamaan dalam diri seseorang. Dari
perilaku tersebut muncullah perbuatan-perbuatan keagamaan yang dijelaskan tadi.
Begitu juga dengan para penziarah makam Mbah Ali Mas’ud yang ada di Desa Pagerwojo,
yang mempunyai latarbelakang yang
berbeda yang nantinya akan memperlihatkan perilaku yang berbeda juga dalam
beragama sesuai iman yang ada dalam diri para penziarah.
Kemudian
mengenai ziarah, ziarah menurut Bahasa
berarti menengok, jadi ziarah kubur artinya menengok kubur sedangkan menurut
syariat Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan pula
untuk sekedar tahu mengerti dimana ia dikubur, atau ingin mengetahui keadaan
kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang kekuburan adalah dengan
meksud untuk mendoakan kaum muslim yang dikubur dengan membaca kalimat-kalimat thayyibah,
seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain lain.[6]
Sedangkan secara tradisional makna ziarah berarti kebiasaan berkunjung ke makam
leluhur yang dilakukan secara turun-temurun.[7]
Ziarah ini merupakan kegiatan ritual yang sampai sekarang masih terlihat di
berbagai lapisan masyarakat khususnya di Jawa.
Praktek
berziarah dan penghormatan terhadap wali dikalangan orang Jawa adalah suatu
tradisi yang masih berkembang hingga saat ini. adapun tujuan mereka adalah
untuk mengirim doa, tawassul, dan meminta berkah kepada mereka orang
suci yang telah meninggal.
Tradisi
keagamaan memuat simbol-simbol suci yang dengannya orang melakukan serangkaian
tindakan untuk menumpahkan keyakinan dalam bentuk ritual penghormatan, dan penghambaan. Tradisi keagamaan yang bersumber
dari ajaran agama disebut Islam Official atau Islam Murni, sedangkan
yang tidak memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama disebut sebagai Islam
Popular atau Islam Rakyat.[8]
Mengacu pada
penjelasan tersebut, tradisi keagamaan yang dilakukan termasuk kedalam pranata
primer. Hal ini dikarenakan antara lain menurut Rodaslav A. Tsanof, pranata
keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhanan atau
keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik,
penyembahan pada yang suci (ibadah), dan keyakinan-keyakinan terhadap
nilai-nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah,
sebab memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat
atau mengandung nilai-nilai yang sangat penting (Pivotal Values) bagi
agama yang dianut masyarakat atau pribadi-pribadi pemeluk agama tersebut.[9]
Dalam benak
Turner, ziarah dilihat sebagai institusi sosial yang secara tipikal menunjukkan
komunitas. Sebagaimana menurutnya bahwa ziarah itu adalah “fenomena liminal”.
Adapun beberapa karakteristik yang menjadi sifat-sifat liminal antara lain
sebagai berikut:[10]
1.
Tempat
suci bagi ziarah biasanya terletak dilokasi-lokasi yang jauh dari perkampungan
normal, dibukit, goa, atau hutan, sering kali cukup jauh dari urban.
2.
Ziarah
itu sendiri sering dilihat sebagai “pengasingan dari dunia” dan berlawanan
dengan system kehidupan sehari-hari yang stabil dan terstruktur.
3.
Ketika
seorang yang sedang berada dalam perjalanan ziaroh, terdapat penekanan pada
kestaraan dan ikatan sosial diantara para peserta ziarah, perbedaan kasta dan
status diabaikan
4.
Meskipun
dijadikan sebagai persoalan yang bebas untuk dilaksanakan atau tidak (free
choice), ziarah biasanya dilihat sebagai kewajiban religious dan sebagai
penebus dosa
5.
Obyek
yang dijadikan sebagai alat oleh tempat ibadah tertentu untuk menarik para
penziarah mengekspresikan komunitas yang lebih luas daripada komunitas jamaan
keagamaan lokal, dan biasanya juga melampaui ikatan-ikatan politik dan
nasional.
Victor Turner
menawarkan gagasan adanya keterkaitan antara ziarah dengan komunitas. Gagasan
ini diperlu kan bahwa para penziarah
di makam Mbah Ali Mas’ud yang ada di desa Pager Waja tidak hanya terbatas bagi
individu saja, melainkan berbagai komunitas dari berbagai lapisan masyarakat
yang ada, baik komunitas profesi sebagai petani, pedagang, pengusaha, pejabat
guru dan lain sebagainya. Dalam hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Joachim Wach, yaitu bentuk pemikiran, perbuatan, dan persekutuan agama.
Peziarah yang datang ke makam Mbah Ali Mas’ud memang memiliki latarbelakang
pemikiran tersendiri mengenai sosok makam yang diziarahinya dengan kepercayaan
yang dimiliknya. Kemudian kegiatan yang dilakukan oleh para peziarah di dalam
makam kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk penghormatan serta mendoakan yang
ada di makam tersebut, sedangkan orang yang melakukan ke makam Mbah Ali Mas’ud
ini kebanyakan komunal (rombongan), yang Turner sebut di atas tadi dengan
istilah komunitas.
Sebagaimana
dijelaskan di atas, dalam masyarakat lokal fenomena-fenomena mengenai makam
para wali yang memiliki kesakralan dan dianggap suci bagi masyarakat setempat
masih banyak ditemukan. Dalam hal ini, makam berasal dari kata maqam yang
berarti tempat status atau hirarki. Tempat penyimpanan jenazah sendiri dalam
bahasa Arab disebut Qabr yang dalam lidah orang Jawa disebut Kubur atau
Kuburan. Menurut Mark Woodward, penghormatan terhadap wali dan makam-makam
memainkan peran sentral dalam kesalehan muslim. Makam-makam itu menarik banyak
pengunjung yang berharap memperoleh berkah dari wali itu. Berkah ini bisa
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti penghormatan, pengamanan
posisi, hingga kemajuan spiritual peminta berkah itu sendiri.[11]
Dari uraian
yang dijelaskan di atas, maka perilaku keagamaan peziarah bisa dilihat dari
bentuk ritual keagamaan yang dilakukan saat berziarah dan faktor yang
melingkupinya, sehingga bisa terungkap jelas kegiatan apa saja yang dilakukan
peziarah ditempat tersebut (makam).
G.
Prosedur Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research)[12],
yaitu penelitian yang acuan utamanya berupa data lapangan dengan menggunakan
metode pengumpulan data. Dari data lapangan tersebut kemudian diproses sehingga
menghasilkan data yang akurat dan sistematis.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
a.
Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pendataan sistematis atas
fenomena-fenomena yang diteliti. Untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh
peziarah makam Mbah Ud, sehingga dengan observasi tersebut dapat memberikan
gambaran tentang perilaku keagamaannya secara jelas, empiris dan akurat. Baik
dari segi tingkah laku peziarah atau kegiatan yang dilakukan peziarah.
Kami melakukan observasi di komplek Makam Mbah Ali Mas’ud dengan
mengamati para peziarah yang melakukan ritual keagamaan. Dengan melakukan
penggalian informasi baik dari peziarah langsung mapun dari juru kunci makam,
perangkat desa Pagerwojo seperti ketua RT, petugas Kelurahan, tokoh masyarakat
seperti ulama setempat serta masyarakat yang tinggal di sekitar makam Mbah Ali
Mas’ud.
b.
Interview
Interview[13] adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam interview,
seorang pewawancara dan narasumber hanya bersifat sementara, maksudnya
berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, penulis melakukan
wawancara dengan para peziarah dan masyarakat di Desa Pagerwojo Kecamatan
Buduran Kabupaten Sidoarjo.
c.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bentuk pengumpulan data-data yang berkaitan
dengan penelitian ini, yakni melalui data yang ada di kantor kelurahan meliputi
demografis desa, letak makam, dan lain-lain. Selain itu, penulis juga melakukan
pendokumentasian kegiatan yang dilakukan peziarah, seperti ritual peziarah.
Serta foto-foto yang berkaitan dengan makam Mbah Ud, seperti batu nisan dan
lain-lain.
3.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan antropologis, yaitu pendekatan yang berusaha mengkaji nilai-niali
yang mendasari perilaku keagamaan peziarah[14]
dan melihat kejadian yang terjadi di lokasi berkaitan kepercayaan, ritual dan
tradisi yang diikuti oleh masyarakat di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran
Kabupaten Sidoarjo.
4.
Analisis
Data
Analisis Data yang digunakan bersifat deskriptif-analitis, yakni
menggambarkan dan mengklarifikasi data secara obyektif keudian
menginterpretasikannya. Dikatakan deskriptif sebab dalam menggambarkan fenomena
yang terjadi secara apa adanya.[15]
Langkah selanjutnya adalah menganalisa data yang telah terkumpul. Dalam tahap
ini bertujuan untuk menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Letak Geografis Desa Pagerwojo
Desa Pagerwojo memiliki letak yang sangat
strategis, karena merupakan salah satu desa yang dilewati jalur yang
menghubungkan antara dua kota besar di Jawa Timur yaitu Sidoarjo dan Surabaya.
Selain itu, Desa Pagerwojo juga berbatasan dengan desa-desa lain yaitu Desa
Entalsewu di sebelah barat, Desa Sidokerto di sebelah utara dan Kecamatan
Sidoarjo di sebelah timur dan selatan. Desa Pagerwojo merupakan salah satu desa
yang terletak dalam Kecamatan Buduran yang memiliki letak kurang lebih 4 meter
dari permukaan laut dan jarak kurang lebih 5 kilometer dari Ibukota Kabupaten
Sidoarjo.
Desa Pagerwojo memiliki luas wilayah
sebesar 250,56 hektare, yaitu 6% dari luas wilayah Kecamatan Buduran.
Berdasarkan data registrasi penduduk Kecamatan Buduran pada pertengahan tahun
2013, jumlah penduduk Desa Pagerwojo merupakan desa terbanyak penduduknya yakni
sebesar 11.295 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 5.523 jiwa dan
perempuan sebesar 5.772 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Desa Pagerwojo lebih
sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan dengan sex rasio sebesar 99
jiwa. Hal ini menjadikan Desa Pagerwojo sebagai desa yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk sebesar 6.787 jiwa/km2. [16]
Pemanasan global yang akhir-akhir ini marak
diperbincangkan ternyata mempengaruhi keadaan iklim. Hal ini dibuktikan dengan
tidak teraturnya iklim di wilayah tersebut dari tahun ke tahun. Tahun 2011
hujan turun sepanjang tahun di Desa Pagerwojo, sedangkan pada tahun 2012 hujan
tidak turun pada bulan Juni hingga November. Pada tahun 2013, keadaan iklim
Desa Pagerwojo cukup baik dengan turunnya hujan berintensitas tinggi yang
beralngsung sepanjang tahun kecuali pada bulan Agustus dan September.
Rata-rata intensitas curah hujan tahunan
selama tahun 2013 cukup tinggi yaitu sebesar 234 mm, yang berkisar antara 19 mm
di bulan Oktober sampai 507 mm di bulan Januari. Sedangkan banyaknya hari hujan
rata-rata 6 hari yang berkisar 1 hari di bulan Oktober sampai 19 hari di bulan
Januari.
B. Kondisi Demografis Desa Pagerwojo Sidoarjo
Mayarakat desa Pagerwojo dapat dikatakan
sebagai masyarakat urban, hal ini karena letaknya berada di dekat pusat kota
Sidoarjo. Oleh karena itu, banyak dari masyarakat desa Pagerwojo merupakan
warga pindahan dari daerah lain. Jumlah kepindahan di Desa Pagerwojo pada tahun
2013 merupakam jumlah kepindahan penduduk terbanyak se-Kecamatan Buduran yaitu
sebanyak 207 orang.[17]
Untuk urusan pendidikan, masyarakat desa
Pagerwojo tidak merasa kesulitan, sebab dekat dengan sarana pendidikan mulai
dari pendidikan Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, SMP, SMA, Sekolah Tinggi
ataupun Pesantren. Sedangkan, mengenai matapencaharian masyarakat desa
Pagerwojo sangat beranekaragam. Berdasarkan data stastistik Badan Pusat
Statistik Sidoarjo tahun 2014, jumlah Pegawai Negeri sebanyak 343 orang, ABRI
sebanyak 188 orang, Petani sebanyak 66 orang, Buruh Tani sebanyak 2 orang,
Buruh Swasta sebanyak 3461 orang, Pedagang sebanyak 185 orang, Usaha Konstruksi
sebanyak 1 orang, Usaha Industri/kerajinan sebanyak 9 orang, Usaha Jasa
Angkutan sebanyak 25 orang, dan Jasa Lainnya sebanyak 81 orang.
Penduduk Desa Pagerwojo memiliki
keanekaragaman agama. Semua agama yang diakui di Indonesia ada di Desa
Pagerwojo kecuali Konghucu. Agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk di
Indonesia. Sebesar 83.20% penduduk Desa Pagerwojo memeluk Agama Islam,
sedangkan 7.85% sisanya memeluk Agama Kristen dan Katolik, 0.49% memeluk Agama
Hindu dan 0.62% memeluk Agama Budha.
Sebagai desa yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, maka hal tersebut
didukung oleh tersedianya tempat ibadah berupa masjid dan mushola. Di Desa
Pagerwojo terdapat 6 masjid dan 23 mushola. Hal ini menjadikan Desa Pagerwojo
sebagai desa yang memiliki tempat ibadah terbanyak kedua setelah Desa
Sidokepung se-Kecamatan Buduran. Selain itu, masyarakat muslim desa Pagerwojo
merupakan mayoritas kaum nadliyin (Nahdlatul Ulama), sehingga semua aktifitas
keagamaan tidak terlepas dari tradisi keagamaan ke-NU-an.[18]
Kemudian menyangkut tindakan
kriminalitas, secara khusus belum ditemukan data yang menjelaskan pelanggaran
dan tindak kejahatan di Desa Pagerwojo. Namun, secara garis besar ada beberapa
jenis pelanggaran dan tindak kejahatan yang terajdi di Kecamatan Buduran.
Pelanggaran atau kejahatan terbanyak adalah minuman keras yaitu sebanyak 29
kasus yang tejadi setiap bulan sepanjang tahun 2013. Berikutnya adalah
pencurian yaitu sebanyak 25 kasus yang turun sebanyak 39% dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Keamanan Kecamatan Buduran dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah pelanggaran dan
kejahatan.
C. Kehidupan
Keagamaan Masyarakat Desa Pagerwojo Sidoarjo
Masyarakat desa Pagerwojo merupakan
masyarakat yang memiliki kemajemukan dalam hal keyakinan. Dari enam agama yang
diakui negara empat diantaranya terdapat penganutnya di desa Pagerwojo yaitu
Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sedangkan untuk Konghuchu tidak ada
penganutnya. Dari keberagaman kepercayaan yang dianut masyarakat Pagerwojo
tersebut, agama Islam menjadi jumlah terbanyak pemeluknya. Tidak heran jika di
desa Pagerwojo kental dengan budaya Islam, sebab mayoritas masyarakatnya adalah
muslim.
Selain itu, corak Islam yang berkembang
di desa Pagerwojo ialah Islam tradisionalis. Hal demikian dipengaruhi oleh
mayoritas masyarakatnya yang nahdliyin yaitu penganut Nahdlatul Ulama.
Oleh karena itu kegiatan-kegiatan
keagamaan Islam yang berkembang di masyarakat desa Pagerwojo merupakan
pengamalan ajaran Islam yang kental dengan tradisi NU. Masyarakat desa Pagerwojo
selayaknya msayarakat muslim di daerah lainnya yang mayoritas “Islam NU”, keseharian mereka
dalam hal keagaman tidaklah jauh beda.
Sebagaimana seperti kegiatan
tahlilan, yasinan, istighosah, ziarah makam wali, dan lain sebagainya.
Kemudian ditambah lagi dengan keberadaan
komplek makam Mbah Ali Mashud yang merupakan tokoh agama yang diistimewakan
oleh masyarakat sekitar Sidoarjo berada di desa Pagerwojo, mengakibatkan desa
Pagerwojo semakin ramai dengan hiruk pikuk kegiatan keagamaan. Hampir setiap
hari desa Pagerwojo tidak pernah sepi dari kegiatan keagamaan terutama di
komplek makam “Mbah Ud”[19].
Namun, karena desa Pagerwojo ini
tergolong sebagai desa pinggiran kota, tidak jarang jika meskipun banyak
kegiatan keagamaan yang diadakan di desa ini tetapi pelaku kegiatan tersebut
hanyalah segelintir orang saja, dan biasanya berasal dari kalangan orang tua.
D. Deskriptif Makam Mbah Ali Mashud di Desa Pagerwojo Sidoarjo
Mbah Ali Mashud wafat pada 27 Rajab tahun
1979 di Sidoarjo. Kemudian beliau dimakamkan di komplek makam desa Pagerwojo
RT. 26 RW. 06 Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Lokasi makam Mbah Ud berada
satu lokasi dengan tempat pemakaman umum warga desa Pagerwojo. Namun, yang
membedakannya yaitu makam Mbah Ud dibagun terpisah di sebelah paling timur TPU
Pagerwojo dengan pembatas berupa bangunan permanen lengkap dengan fasilitias
berupa pendopo dan mushola bagi warga dan peziarah perempuan yang letaknya
berdampingan dengan makam Mbah Ud. Selain itu terdapat pula masjid bagi warga
dan peziarah laki-laki yang terletak di seberang makam Mbah Ud.
Inisiatif pemilihan lokasi makam Mbah Ali
Mashud ini diprakarsai oleh pemerintah daerah Sidoarjo dan ahli waris dengan
mempertimbangkan bahwa di desa Pagerwojo terdapat makam Ibu Mbah Ali Mashud.
Sehingga, Mbah Ali Mashud dimakamkan berdampingan dengan makam ibunya.
Semenjak Mbah Ali Mashud dimakamkan di desa
Pagerwojo, makam tersebut tidak pernah sepi dari peziarah. Hingga pada tahun
2008, kondisi makam tersebut semakin baik dengan pembangunan sarana prasarana.
Selain itu, pada tahun tersebut pula lingkungan di sekitar komplek makam Mbah
Ud semakin ramai dengan aktifitas perdagangan warga desa Pagerwojo akibat dari
semakin ramainya peziarah. Namun, aktifitas niaga ini lebih ramai di malam hari
terutama di malam-malam tertentu, seperti malam Jum’at, haul dan
peringatan hari-hari besar Islam. Untuk saat ini pengelolaan dan pengurusan
makam Mbah Ud di urus oleh pemerintah desa Pagerwojo, keluarga, serta
masyarakat sekitar.
BAB III
TRADISI KEAGAMAAN DI MAKAM MBAH ALI MAS’UD DI
DESA PAGERWOJO KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO
A.
Gambaran Umum Peziarah Makam
Mbah Ali Mas’ud
Makam Mbah Ali Mas’ud yang terletak di
Desa Pagerwojo, kecamatan Buduran, Kabupaten Sidorjo RT 26 RW 6 menjadi wisata
religi yang ada di Sidoarjo. Banyak peziarah yang berasal dari pengusaha,
politikus, atau masyarakat biasa yang mengunjungi makam Mbah Ali Masud. Jadi
para ziarah yang datang berasal dari kalangan atas, menengah sampai kalangan
bawah meskipun itu hanya sedikit dibandingkan dengan kalangan atas dan
menengah. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat atas dan menengah yang
memperoleh keberkahan dari makam Mbah Ali Mas’ud, khususnya masalah rezeqi.
Mereka yang kalangan atas dan menengah kebanyakan dari pengusaha dan orang yang memiliki jabatan dalam
pemerintahan.
“dulu pernah ada orang, sepertinya
pengusaha dari Kalimantan. Begitu mendarat di juanda langsung ke makam Mbah Ali
Masud. Padahal tujuannya hanya ambil tanah yang ada di makam Mbah Ali Masud
kemudian dibawa pulang”, cerita Amir penjaga makam dan masjid Mbah Ali Masud.[20]
Saat kami mengunjungi makam malam jumat
tanggal 3 Desember 2015 terdapat peziarah yang silih berganti mendatangi makam
Mbah Ali Masud. Semakin malam semakin banyak peziarah yang hadir. Dimulai setelah
sholat isya’ terus berdatangan dari kalangan besar, kecil, tua, muda, laki-laki
dan perempuan. Bahkan terlihat pula seorang pemuda yang berpasangan hanya makan
malam di lesehan makan dekat makam Mbah Ali Masud. Kebanyakan dari pasangan
keluarga yang terlihat berdoa di samping cungkup makam Mbah Ali Masud. Ibu
sofiah mentakan “sudah lama ziarah ke makam Mbah Ali Masud mbak, semenjak awal
nikah, dari pada di rumah nonton sinetron terus”.[21] Hal ini membuktikan bahwa
memang masyarakat memang berantusias untuk ziarah ke makam Mbah Ali Masud.
Menjelang pemilu 2015, kunjungan ke makam
Mbah Ali Masud semakin banyak, hampir semua kandidat calon kepala daerah
menyempatkan diri untuk nyekar ke makam Mbah Ali Masud. Tidak hanya menyekar
saja, mereka juga berdoa dan mohon doa restu pada Mbah Ali Masud karena akan
mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah. Tidak hanya itu calon pemimpin daerah
juga mempunyai agenda membagikan uang kepada beberapa penjaga komplek makam
Mbah Ali Masud. Begitu besar harapan barokah yang di inginkan oleh para calon
pemimpin daerah tersebut dari makam Mbah Ali Masud.
Disekitar makam yang dikelilingi dinding
papan berhias ukiran jepara dibawah sebuah joglo ini, kami menjumpai banyak
orang yang bersimpuh membaca AlQuran, membaca kitab dan berdoa untuk mencari
berkah di makam Mbah Ali Masud ini. Suasana sejuk dan tenang memang sangat
terasa ketika menginjakkan kaki di lokasi makam ini.
Siti Munawaroh merupakan salah satu
peziarah yang berasal dari Desa Wonokalang, kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo
mengaku sudah menjadi rutinitas untuk ziarah ke makamMbah Ali Masud bersama
suaminya. Bahkan dia juga mengajak anak-anaknya ke makam Mbah Ali Masud. Di
makam mereka bersama membacakan surat yasin, sholawat nariyah, tahlilan dan
amaliyah lainnya dengan harapan mendapat ridho dari Allah swt. Mereka datang ke
makam untuk mencari barokah agar hidup atau rumah tangganya menjadi tentram,
sehingga ketika menghadapi problem rumah tangga tetap diberikan kesabaran.
Munaroh mengaku bahwa setiap malam jumat teutama malam jumat legi, mereka
munawaroh, suami dan anakannya tidak pernah lepas berziarah ke makam Mbah Ali
Masud. Mereka juga tidak hanya sekedar berziarah melainkan bias bersilaturrahmi
pada sahabat, kerabat dan keluarga yang kebetulan sanak saudara mereka tinggal
di pagerwojo.[22]
Tidak hanya orang yang rumah tangga saja
yang ingin mendapatkan berkah. Ada salah satu perempuan yang sengaja kami
wawancari. Ternyata dia juga rutin ke makam Mbah Ali Masud setiap malam jumat.
Perempuan itu bernama Alfina Dwi Maysanti yang berasal dari desa pagewojo
sendiri. Melalui barokah doa yang dia panjatkan dia berharap bias meniru
tauladan Rasulullah dan para wali, dipertemukan jodoh yang baik, sholeh dan
akhlaknya seperti Rasulullah.[23]
Peziarah tentunya memiliki banyak
berbagai harapan yang di ungkapkan di makam Mbah Ali Masud ini. Namun kami
selaku peneliti tidak bisa mengungkap semua harapan-harapan itu. Setidaknya di
atas kami sudah menemukan beberapa sampel peziarah yang sudah kami wawancarai.
Tentunya ziarah ini di lakukan tidak hanya sekali waktu saja tetapi secara
rutin dilakukan oleh masyarakat karena harapan keberkahan yang begitu besar.
B.
Bentuk-bentuk
Ritual Keagamaan di Makam Mbah Ali Mas’ud
Aktifitas di komplek makam Mbah Ali Mashud hampir tidak pernah sepi
dari kegiatan keagamaan. Hal ini karena, Mbah Ali Mas’ud merupakan salah satu
wali Allah. Beliau dinilai sebagai seseorang yang mempunyai karomah, bahkan
lazimnya masyarakat menganggapnya sebagai waliyulloh. Menurut Amir (77 tahun)
salah satu penjaga makam dan masjid Mbah Ali Mas’ud berkata “Beliau dikenal
memiliki karomah, meskipun secara fisik badannya kecil ngiyeyet
(lunglai)”. Di masyarakat Pagerwojo sudah umum beredar kisah-kisah tentang
karomah beliau.
Berawal dari kisah-kisah tersebut secara tidak langsung, kisah Mbah
Ali Mas’ud menyebar ke beberapa daerah-daerah lain. Sehingga banyak pengunjung
yang hadir di makam Mbah Ali Mas’ud untuk melakukan ritual keaagamaan dan
berdoa mengalab barokah (tawassul). Di mana pengertian tawassul menurut
bahasa yaitu sebagaimana menurut Ibnu Manzhur yang berkata: “Al-wasilah”
bermakna al-qurbah (pendekatan), seperti contoh bahwa “si fulan
berperantara kepada Allah dengan suatu wasilah yaitu melakukan suatu perbuatan
untuk mendekatka diri kepada-Nya. Sedangkan tawassul menurut syariat
adalah ibadah yang dengannya dimaksudkan tercapainya ridho Allah dan surga.[24]
Berdasarkan hal tersebutlah banyak ritual keagamaan yang
dilaksanakan di makam Mbah Ali Mas’ud, mulai dari kegiatan rutinan mingguan,
bulanan, atau tahunan. Pada kegiatan rutin mungguan misalnya, ada kegiatan
pengajian yang diadakan setiap hari Senin pagi yang diisi oleh ustad Ahmad
Khusaini membahas Tafsir Jalalain, pada hari Jum’at sore yang diisi oleh ustad
Hamim Uman membahas Mukhtarul Hadis dan minggu wage pengajian oleh tarekat
Naqshabandiyah. Sedangkan pada kegiatan bulanan ada banjarian dan manaqiban.
Kemudian pada agenda tahunan diadakan haul Mbah Ali Mashud yaitu pada 27 Rajab.
Berikut ini, beberapa kegiatan yang ada
di makam Mbah Ud:
1.
Tahlil (Tahlilan)
a.
Pengertian
Tahlil (Tahlilan)
Tahlilan adalah ritual/ upacara selamatan yang
dilakukan sebagian umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan juga ada
di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang
biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh dan
selanjutnya dilakukan pada hari ke-40 hari, ke-100 hari, kesatu tahun pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari
ke-1000 hari.
Kata Tahlil sendiri secara harfiah
berarti berdzikir dengan mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallah (tiada
yang patut disembah kecuali Allah). Tahlil itu berasal dari kata hallala
yuhallilu tahlilan artinya membaca kalimat la Ilaaha Illallah.[25]
Dimasyarakat NU sendiri
berkembang pemahaman bahwa setiap pertemuan atau perkumpulan yang didalamnya
dibaca kalimat Laa Ila Haillallloh secara bersama-sama disebut majlis
tahlil. Majlis tahlil dimasyarakat Indonesia sangat variatif, yang waktu
pelanksanaannya dapat diselenggarakan kapan saja dan tempatnya pun dapat
diadakan dimana saja.
Acara tahlil ada yang
diselenggarakan hanya khusus untuk membaca tahlil saja tetapi banyak juga yang
menyatukan tahlil dengan acara inti yang lain, misalnya setelah diba’an disusul
tahlil, yasinan kemudian tahlil, pengajian ada tahlil, dan lain sebagainya.
Waktu yang digunakan tahlil biasanya 15-20 menit dan bisa diperpanjang dengan
membaca kalimat Laa Ila Haillallloh sebanyak 100 kali, 200 kali atau 700
kali. Atau dapat juga diperpendek durasinya misalnya hanya membaca hanya
membaca 3 kali atau 21 kali. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dan waktu.
Sedangkan tahlil yang dilaksanakan di makam dapat diibaratkan seperti orang
yang berkunjung ke rumah orang lain. Sehingga ketika orang tersebut berkunjung
ke rumah orang lain akan membawa oleh-oleh. Salah satu oleh-oleh yang diberikan
ketika seseorang berkunjung ke makam yaitu doa yang berasal dari rangkaian ayat-ayat
al-Quran dan asma-asma Allah yang disusun
menjadi tahlil.
b.
Tujuan
Dilakukan Tahlil (Tahlilan)
Kebanyakan dari masyarakat muslim
yang meyakini dan mengamalkan Tahlilan, memiliki tujuan untuk memberikan
oleh-oleh ke ahli kubur. Kalau membaca tahlilnya di makam biasanya di peruntukkan
pada ahli kubur yang ada di makam tersebut. Dapat diibaratakan orang yang pergi ke makam sama halnya
dengan berkunjung ke rumah orang lain. tidak ada yang pantas dibawa kecuali
pahala untuk penghuni makam. Dia (penghuni makam) tidak membutuhkan sesuatu
selain pahala yang bisa kita persembahkan untuknya. Salah satu cara untuk
mendapatkan pahala itu adalah membaca tahlil yang diperuntukkan pada sang
penghuni kubur. Bacaan tahlil yang dimaksud di sini tidak hanya bacaan Laa
Ilaha Illalallah melainkan ada susunannya sendiri yang telah disusun oleh
para ulama’ atas petunjuk Rasulullah SAW. Di dalam susunan bacaan tahlil ada
bacaan surat al fatihah, al Ikhlas al Falaq, an Nas dan masih banyak lagi.
Susunan tahlil ini akan peneliti lampirkan.
Dengan demikian tahlilan yang dilakukan di
makam Mbah Ali Mas’ud di sini dimaksudkan untuk mengirimkan doa kepada beliau
dan mengalab barokah dari beliau. Maka dari itu banyak masyarakat yang
berbodong-bondong menyempatkan waktunya untuk bermunajat di makam Mbah Ali
Mas’ud dengan harapan mendapat luapan barokah beliau.
2.
Membaca Shalawat (Banjarian)
Banjarian atau Al-Banjari berasal dari daerah
Banjarmasin tetapi lebih popular dimainkan di daerah Jawa Timur. Banjarian
terdiri dari 2 kata yaitu Ban dan Jari. Ban berasal dari kata Band yang
bermakna suatu grup dan kata Jari itu dilihat dari cara memainkan alat musik
yang berupa terbang (rebana) dengan menggunakan jari. Jadi pengertian
Al-Banjari adalah suatu grup yang memainkan alat musik berupa terbang/ rebana
dengan menggunakan jari. Pada umumnya al-banjari ini biasanya diisi dengan
lagu-lagu religi seperti sholawatan dan lagu-lagu islami, dimana kandungan
makna dari semua jenis lagu-lagu biasanya berisi sanjungan kepada baginda
Rasulullah yaitu Nabi Muhammad SAW.
Alat musik banjari dikenal dengan sebutan
Rebana atau Tamborin. Alat musik ini dibuat dengan menggunakan benda berbentuk
seperti lingkaran atau berbentuk tabung yang rendah atau berbentuk cincin dan
tunggal. Alat musik ini sering menggunakan kulit hewan yang sudah disamak atau
tipis untuk menutupi lubang cincinnya, yang memiliki sepasang lempengan logam yang disatukan pada sisi badan cincin.
Yang menjadi catatan adalah, bahwa tidak semua rebana menggunakan kulit
binatang.[26]
Al-Banjari ini terdiri dari 10 anggota
maksimal, 5 orang sebagai vokal dan 5 orang sebagai pemukul musik (terbang/
rebana), berikut ini perinciannya:
1.
Vokal
a.
1 Vokal Utama
b.
1 Beaking vokal suara biasa (suara pengganti
vocal utama)
c.
1 Beaking vokal suara 2/suara minor
d.
1 Beaking vokal suara 3/ suara tenor
e.
1 Beaking vokal suara bass
2.
Pemukul musik (Terbang)
a.
Pemukul tebang lanangan utama
b.
Pemukul terbang wedoan utama
c.
Pemukul terbang golongan lanangan
d.
Pemukul terbang golongan wedokan
e.
Pemukul terbang bass
Al Banjari ini sudah terkenal sejak dahulu
kala. Menurut sejarah Al Banjari ini pernah digunakan salah satu walisongo
dalam berdakwah Islam yaitu Sunan Kalijogo. Iramanya yang menghentak, rancak
dan variatif membuat kesenian ini masih banyak digandrungi oleh pemuda-pemudi
sampai sekarang. Kesenian ini juga
menjadi kegiatan eskul di sekolah-sekolah atau pondok pesantren.
Kesenian ini ternyata salah satu kesukaan dari
Mbah Ali Mas’ud. Beliau sering memainkan sejak kecil bersama dengan
teman-temannya. Sehingga, sampai saat ini kesenian tersebut masih terdengar di
makam Mbah Ali Mas’ud. Setiap malam jumat legi di makam Mbah Ali Mas’ud ini terdapat
agenda banjarian karena untuk mengenang beliau kalau menyukai kesenian
banjarian.
Kegiatan banjarian ini tidak hanya dilakukan
saat malam jumat legi saja. Yang paling ramai di tabuh ketika haul Mbah Ali
Mas’ud yakni malam 27 Rajab. Ketika haul Mbah Ali Masud, makam beliau sangat
ramai sekali dikunjungi peziarah.
3.
Membaca Yasin (Yasinan)
Yasinan adalah bentuk ibadah membaca surat
yasin secara berjamaah atau sendiri dan pahalanya di hadahkan untuk seseorang
yang sudah meninggal dunia. Surat yasin merupakan intisari dari al Quran,
tidaklah seseorang membacanya dengan mengharapkan rahmat dari Allah swt.
Keistimewaan surat Yasin ini sangat banyak sekali. Pertama, membaca surat yasin
bisa memberikan kemudahan seseorang dalam menghadapi masalah dan kesulitan.
Kedua, pembacaan surat yasin di hadapan jenazah dapat mendatangkan rahmat dan
keberkahan serta memudahkan keluarnya ruh manusia. Ketiga, membaca surat yasin
ketika malam hari maka yang membacanya akan terampuni dosanya sampai pagi. Keempat,
membaca surat yasin dapat menenangkan hati seseorang. Kelima, surat yasin juga
bisa menjadi hadiah untuk orang yang sudah meninggal dunia, caranya orang yang
masih hidup membacanya dan diperuntukkan ke orang yang telah meninggal
tersebut. Dan masih banyak lagi keistemawaan surat Yasin.
Oleh sebab itu, di makam Mbah Ali Masud ini
banyak peziarah yang membacakan surat yasin diperuntukkan ke Mbah Ali Mas’ud.
Mereka berharap mendapat keberkahan Mbah Ali Mas’ud.
4.
Istighosah (zikir/doa bersama)
Kata Istighotsah berasal dari al-ghouts
yang berarti pertolongan. Dalam tata Bahasa Arab kalimat yang mengikuti
pola (wazan) istaf’ala atau istif’al menunjukkan arti
permintaan atau permohonan. Maka istighotsah berarti pertolongan. Sehingga
istighotsah dapat diartikan meminta
pertolongan ketika keadaan sukar atau sulit.
Istilah istighosah baru popular pada 95-an
ketika kekuasaan Soeharto mencapai puncaknya dan suhu perpolitikan semakin
memanas.[27]
Para agamawan, khususnya para ulama, sangat gerah dengan polah pak harto yang
dirasa makin hari makin menunjukkan tangan besinya hingga muncul istilah KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Cara halus yang ditampilakan para ulama ialah
mengadukan hal ini kepada Allah dengan memanjatkan doa bersama yang disebut
Istighosah.
Salah satu perilaku keagaaman yang dilakukan
masyarakat di makam mbah Ali Mas’ud yaitu istighotsah. Kebanyakan istighotsah
ini dilakukan oleh banyak orang, misalnya dari rombongan atau sebuah kumpulan
yang sengaja melakukan istighosah di makam Mbah Ali Mas’ud. Makam Mbah Ali Mas’ud
memang tidak pernah sepi pengunjung.
5.
Ziarah Pada Hari-Hari Tertentu
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar
umat beragama yang memiliki makna moral yang penting. Kadang-kadang ziarah
dilakukan ke suatu tempat suci dan penting bagi keyakinan dan iman yang
bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, menguhkan iman atau
mensucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.
Pengertian ziarah kubur yakni mengunjungi, mendoakan makam
kerabat, keluarga atau para ulama yang berpengaruh terhadap Islam. Biasanya
mereka berziarah ke makam para Walisongo, Sunan, serta para tokoh yang
menyebarkan agama Islam. Menurut sebagian dari mereka berziarah ke makam
merupakan salah satu kesalehan muslim.[28]
Ziarah merupakan salah satu perbuatan manusia yang melakukan suatu perbuatan di
atas makam yang dianggap sakral atau disakralkan. Untuk meminta sesuatu yang
menjadi kebutuhan sangat mendasar seperti ketenangan jiwa.
Ziarah yang dilakukan di makam Mbah Ali Mas’ud
sama halnya dengan ziarah di makam-makam lainnya. Namun, di makam mbah Ali
Mas’ud ini memiliki hari-hari tertentu yang biasanya penuh dengan pengunjung
dari berbagai daerah. Adapun ziarah di makam Mbah Ali Mas’ud pada hari-hari
tertentu antara lain sebagai berikut:
a.
Ziarah Pada
Malam Jum’at
Kegiatan
ziarah atau mengunjungi makam para wali pada hari Kamis malam Jum’at sudah
menjadi tradisi masyarakat muslim. Hari tersebut merupakan hari yang
diistimewakan. Dalam Islam, semua hari itu baik. Tetapi ada hari yang dianggap
hari itu adalah hari terbaik dan memiliki keistimewaan serta nilai sejarah yang
sangat panjang. Hari tersebut adalah hari jumat. Adapun keistimewaan hari Jumat
atau malam Jumat antara lain sebagai berikut:
1)
Hari Jumat adalah hari terbaik, peryataan ini
telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah
hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan
darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at"
2)
Hari Jumat merupakan waktu yang istijabah untu
berdoa.
Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya
pada hari Jum'at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan
shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan
mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan
sedikitnya waktu itu" (HR. Muttafaqun Alaih)
3)
Sedekah diwaktu Jumat itu lebih utama
disbanding dengan sedekah di hari-hari lainnya.
4)
Hari Jumat digunakan waktu sholat Jumat yang
mewajibkan laki-laki muslim.
Dengan adanya keistimewaan hari tersebut
masyarakat muslim menjadikan malam jumat untuk berziarah ke makam Mbah Ali
Mas’ud. Oleh sebab itu, ketika malam jumat tiba-tiba banyak masyarakat muslim
yang berbondong-bondong untuk ziarah ke makam Mbah Ali Mas’ud. Mulai dari
sebelum adzan Magrib sudah banyak masyarakat muslim yang beziarah. Puncaknya
ketika setelah adzan Isya’, makam Mbah Ali Mas’ud penuh dengan masyarakat
muslim. Ibu Halimah sedikit berkomentar tentang ziarah yang di lakukannya,
“ saya ziarah ke makam Mbah Ali Mas’ud
ini hampir setiap malam jumat dan tidak pernah terlewatkan. Biasanya saya
berangkat dari rumah setelah adzan Magrib, kemudian setelah sampai dimakam saya
sekeluarga langsung melaksanakan sholat Isya’, kemudian dilanjutkan dengan
ritual-ritual yang biasanya kami lakukan yakni yasinan, tahlil atau terkadang
juga membaca al-Quran. Kami di sini bermunajat pada Allah dan ingin mengalab
Barokah. Kami biasanya pulang dari makam Mbah Ali Mas’ud sekitar pukul 01.00
WIB.”[29]
Makam Mbah Ali Mas’ud memang tidak pernah sepi dengan pengunjung.
Namun, malam Jumat ini peziarahnya meningkat. Bahkan memenuhi makam, sampai
orang-orang yang lewat merasa kesulitan karena saking banyaknya masyarakat yang
berziarah. Ini membuktikan bahwa hari jumat memang memiliki keistimewaan,
sehingga banyak orang-orang yang menyempatkan waktunya untuk berziarah di makam
Mbah Ali Mas’ud.
b.
Ziarah Pada
Hari ke-17 Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan yang
penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, dan selama satu bulan penuh umat Islam di wajibkan untuk melakukan ibadah
puasa Ramadhan. Di bulan yang suci ini, tentunya para umat Islam berlomba-lomba
untuk berbuat amal kebajikan untuk mendapat berkah dan hidayah dari Allah SWT.
Oleh sebab itu, selain ziarah pada
malam Jum’at di makam Mbah Ali Mas’ud juga dilaksanakan kegiatan ziarah dan ritual keagamaan
pada hari-hari di bulan Ramadhan. Namun, yang paling ramai dan istimewa ialah
ketika pada hari ke-17 di bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan bertepatan dengan
malam nuzulul qur’an yaitu hari di mana kitab suci umat Islam
diturunkan.
Pada
malam ke-17 Ramadhan ini sangat dianjurkan untuk melaksanakan ibadah atau
amalan shalih, sebab pada malam tersebut termasuk malam ganjil di bulan
Ramadhan yang dimungkinkan termasuk dalam malam lailatul qadar yaitu malam
seribu bulan, sebagaimana firman Allah SWT tentang keutamaan malam lailatul qadar
dalam Surat Al Qadr:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ !$tBur y71u÷r& $tB ä's#øs9 Íôs)ø9$# ÇËÈ
ä's#øs9 Íôs)ø9$# ×öy{ ô`ÏiB É#ø9r& 9öky ÇÌÈ ãA¨t\s? èps3Í´¯»n=yJø9$# ßyr9$#ur
$pkÏù ÈbøÎ*Î/ NÍkÍh5u `ÏiB Èe@ä. 9öDr& ÇÍÈ íO»n=y }Ïd 4Ó®Lym Æìn=ôÜtB Ìôfxÿø9$# ÇÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada
malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan. pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit
fajar”.[30]
Berdasarkan
firman tersebut, maka masyarakat muslim berlomba-lomba untuk meraih kebaikan
dengan sarana beribadah kepada Allah SWT dengan berbagai macam cara,
sebagaimana yang dilakukan para peziarah di makam mbah Ali Mas’ud yaitu dengan
mengikuti berbagai ritual keagamaan seperti: Yasinan, Tahlilan, istighosah,
semakan al-Quran, shalat Sunnah dan lain sebagainya.
c.
Haul Mbah Ali
Mas’ud
Haul memiliki
pengertian setahun. Jadi, peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang
diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan
oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama atau ulama kenamaan.[31] Mbah Ali Mas’ud merupakan
salah satu wali Allah. Beliau dinilai sebagai seseorang yang mempunyai karomah,
bahkan lazimnya masyarakat menganggapnya sebagai waliyulloh. Menurut Amir (77
tahun) salah satu penjaga makam dan masjid Mbah Ali Masud berkata “Beliau
dikenal memiliki karomah meskipun secara fisik badannya kecil ngiyeyet
(lunglai)”.[32]
Dimasyarakat Pagerwojo sudah umum beredar kisa-kisah tentang karomah beliau.
Berawal dari kisah-kisah tersebut secara tidak langsung, kisah Mbah Ali Mas’ud
menyebar ke beberapa daerah-daerah lain. Sehingga banyak pengunjung yang hadir
di makam Mbah Ali Mas’ud untuk melakukan ritual keaagamaan dan berdoa mengalab
barokah.
Adanya kisah tersebut, akhirnya Mbah Ali Mas’ud ini
dijadikan seorang yang ditokohkan oleh masyarakat, sehingga setiap hari
wafatnya selalu dikenang dan diperingati oleh mereka yang mengenal Mbah Ali
Mas’ud. Peringatan haul Mbah Ali Mas’ud dilaksanakan setiap tanggal 27 Rajab. Ketika haul Mbah Ali Mas’ud, makam beliau
sangat ramai sekali dikunjungi peziarah. Banyak peziarah yang berasal dari
masyarakat sekitar komplek makam dan berasal dari luar daerah Pagerwojo, bahkan
ada yang berasal dari luar kota. Kalangan yang hadir juga beragam, mulai dari
masyarakat biasa, pelajar, santri, pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat publik,
dan lain sebagainya, baik muda maupun tua.
Kegiatan
haul ini dilakukan 3 hari 3 malam, agenda kegiatannya yaitu tahlil Qubro,
istighosah, banjarian, pengajian umum, pengajian kitab, dan yang paling menarik
yaitu ngaji al-Quran mantap merupakan agenda pembacaan ayat-ayat al-quran oleh
para penghafal al-Quran yang sudah terpilih. Di mana, kegiatan tersebut
diadakan secara bergiliran.
Selain
ramai dengan berbagai rangkaian kegiatan keagamaan, ketika haul dilaksanakan
makam Mbah Ali Mas’ud juga sangat ramai dengan aktivitas niaga masyarakat
sekitar area makam. Mayoritas yang dijual disana adalah berupa makanan dan
minuman karena masyarakat banyak yang dari luar daerah sehingga mereka akan
membutuhkan makan dan minum ketika berziarah. Tidak hanya makannan dan minuman
saja, disana juga terdapat penjual kopyah, tasbih, minyak wangi dan
perlengkapan yang berhubungan denga masyarakat muslim. Kebanyakan orang-orang
yang menjual barang-barang tersebut berasal dari luar Pagerwojo.
C.
Faktor Yang Mendorong Peziarah Melakukan Ziarah di Makam Mbah Ali
Mas’ud
Manusia sejatinya tidak pernah dan
tidak bisa lepas dari kekuatan kosmos. Mereka akan terus mencari keberadaan
kekuatan tersebut pada hal-hal yang dianggap mampu memberikan kekuatan
spiritual yang tidak jarang bersifat irrasional. Sebagaimana manusia yang
percaya pada hal-hal mistis yang dengan hal tersebut mereka merasa semakin kuat
jika mempercayainya dengan melaksanakan ritual-ritual.
Islam Indonesia yang tidak terlepas
dari sejarah bahwa ia datang tidak pada ruang yang kosong, maka tidak heran
jika corak Islamya masih dipengaruhi nilai-nilai tradisi yang telah berkembang
jauh sebelum kedatangannya yaitu nilai-nilai Hindu-Budha dan Kejawen. Oleh
karena itu, Islam sebagai agama pendatang harus menyesuaikan dengan keadaan
masyarakatnya agar tidak langsung mendapatkan penolakan. Hal itulah yang
sepertinya dipahami oleh pembawa Islam terdahulu ketika datang dan
menyebarkannya di bumi pertiwi ini.
Berdasarkan kenyataan tersebut,
maka kami dapati fenomena kebudayaan masyarakat muslim saat ini yang juga tidak
dapat terlepas dari nilai tradisi ketika melaksanakan ibadahnya. Bagi
masyarakat awam hal tersebut dianggap wajar karena berasal dari pemahaman yang
didapatkan secara turun-menurun. Hal demikian inilah yang peneliti dapati di
lapangan, di mana bayak dari para peziarah yang datang ke makam Mbah Ali Mashud
dengan berbagai motivasi atau faktor tertentu, seabagaiman berikut ini:
1. Faktor Keagamaan
Menurut syariat
Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan pula untuk
sekedar tahu dan mengerti di mana seseorang itu dikubur, atau ingin mengetahui
keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang kekuburan adalah
dengan meksud untuk mendoakan kaum muslim yang dikubur dengan membaca
kalimat-kalimat thayyibah, seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain lain.[33]
Sedangkan secara tradisional makna ziarah berarti kebiasaan berkunjung ke makam
leluhur yang dilakukan secara turun-temurun.[34]
Ziarah ini merupakan kegiatan ritual yang sampai sekarang masih terlihat di
berbagai lapisan masyarakat khususnya di Jawa.
Praktek
berziarah dan penghormatan terhadap wali dikalangan orang Jawa adalah suatu
tradisi yang masih berkembang hingga saat ini. adapun tujuan mereka adalah
untuk mengirim doa, tawassul, dan meminta berkah kepada mereka orang
suci yang telah meninggal. Banyak diantara peziarah yang datang ke makam
Mbah Ali Mashud dengan maksud melaksanakan ibadah di sana, dengan anggapan akan
lebih baik jika berziarah daripada berdiam diri di rumah saja dengan aktifitas
yang tidak jarang banyak sia-sianya.
Selain itu dengan melakukan kegiatan ziarah
tersebut, peziarah akan lebih mengingat pada Allah Swt. Sebab dengan kegiatan
tersebut meruapakan medium untuk mengingat akan kematian dan dapat lebih
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt.
2.
Faktor
Kepercayaan
Bagi masyarakat
lokal fenomena-fenomena mengenai makam para wali yang memiliki kesakralan dan
dianggap suci bagi masyarakat setempat masih banyak ditemukan. Dalam hal ini,
makam berasal dari kata maqam yang berarti tempat status atau hirarki.
Tempat penyimpanan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut Qabr yang
dalam lidah orang Jawa disebut Kubur atau Kuburan. Menurut Mark Woodward,
penghormatan terhadap wali dan makam-makam memainkan peran sentral dalam kesalehan
muslim. Makam-makam itu menarik banyak pengunjung yang berharap memperoleh
berkah dari wali itu. Berkah ini bisa digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu,
seperti penghormatan, pengamanan posisi, hingga kemajuan spiritual peminta
berkah itu sendiri.[35]
Peziarah memiliki kepercayaan bahwa roh para wali itu masih hidup
dan bisa dimintai pertolongan melalui tawassul kepadanya. Sehingga
peziarah menyakini bahwa kegiatan yang dilakukan dapat membawa berkah dan
segala yang diinginkan lebih mudah terkabulkan. Oleh sebab itu, tidak
dipungkiri bahwa banyak masyarakat dari luar daerah yang datang ke makam Mbah
Ali Mashud dengan tujuan meminta berkah agara usahanya lancar, jabatan
politiknya langgeng, dan sebagainya.
3. Faktor Ekonomi
Peziarah yang datang ke komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa
Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh orang dari luar
desa bahkan dari berbagai provinsi. Seiring dengan perkembangan desa Pagerwojo
dan ramainya komplek makam Mbah Ud oleh peziarah setempat dan luar daerah itu,
maka hal-hal yang dianggap dibutuhkan oleh peziarah seperti barang-barang
konsumtif, ditangkap sebagai peluang usaha oleh masyarakat desa Pagerwojo
khususnya masyarakat di lingkungan sekitar makam. Banyak masyarakat Desa
Pagerwojo yang memanfaatkan ramainya peziarah makam Mbah Ud untuk membuka usaha
atau lapak dagang makanan.
Selain peluang ekonomi yang berhasil ditangkap oleh masyarakat desa
Pagerwojo, peluang itu juga terkadang banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha
travel tour ziarah wali yang kadang memasukkan makam Mbah Ud ke dalam daftar
tempat tujuan ziarah. Hal tersebut tentulah menambah keuntungan bagi mereka
dalam wujud finasial yang lebih lagi.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
kelompok kami lakukan di atas, maka dapat menyimpulkan beberapa hal yang
berkaitan dengan penelitian ini. Adapun kesimpulan yang kelompok kami dapat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan
bentuk peziarah di komplek makam Mbah Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan
Buduran Kabupaten Sidoarjo, dapat diketahui bahwa bentuk perilaku keagamaan
atau perbuatan peziarah dibagi dalam beberapa hal:
1.
Ziarah dengan bentuk kegiatan
istighosah, tahlilan, yasinan, banjarian, dan sebagainya.
2.
Kegiatan rutinan mingguan yaitu
pengajian setiap senin pagi, jum’at sore,
minggu wage, kegiatan rutinan bulanan yaitu banjarian, manaqiban, semaan
alquran mantab, serta kegiatan rutinan tahunan yaitu peringatan haul Mbah Ud
setiap 27 Rajab dengan berbagai macam kegiatan keagamaan.
Kedua, ada beberapa
faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Mbah Ali
Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo, diantaranya:
1.
Faktor Keagamaan
dengan melakukan kegiatan ziarah tersebut,
peziarah akan lebih mengingat pada Allah Swt. Sebab dengan kegiatan tersebut
meruapakan medium untuk mengingat akan kematian dan dapat lebih meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah Swt.
2.
Faktor Kepercayaan
Peziarah memiliki kepercayaan bahwa roh para
wali itu masih hidup dan bisa dimintai pertolongan melalui tawassul
kepadanya. Sehingga peziarah menyakini bahwa kegiatan yang dilakukan dapat
membawa berkah dan segala yang diinginkan lebih mudah terkabulkan.
3.
Faktor Ekonomi
Peziarah yang datang ke komplek makam Mbah Ali
Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh
orang dari luar desa bahkan dari berbagai provinsi. Sehingga hal ini
menimbulkan peluang tersendiri bagi masyarakat Desa Pagerwojo untuk membuka
usaha atau lapak. Usaha-usaha ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan peziarah.
Selain itu, juga dimanfaatkan oleh pengusaha travel ziarah wali untuk
menjadikan makam Mbah Ud menjadi tambahan daftar tujuan tempat ziarah.
B.
Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah kelompok kami
jabarkan di atas. Ada beberapa saran yang kami ajukan kepada:
1.
Bagi para peziarah. Kegiatan
seperti mengunjungi makam-makam tokoh agama merupakan salah satu kegiatan yang
telah mengakar dan menjadi tradisi di dalam kalangan masyarakat Islam Indonesia
khususnya Pulau Jawa. Akan tetapi peziarah harus lebih menata, memantapkan dan
mengokohkan hati dengan ilmu agama Islam agar tidak menimbulkan kemusyrikan
yang dapat merusak aqidah Islam.
2.
Bagi pengurus makam. Mampu
memberikan perhatian secara khusus terhadap tempat wisata religi makam Mbah Ali
Mas’ud agar pziarah mendapat kenyamanan baik dari segi tempat maupun fasilitas
lainnya.
3.
Bagi kelompok penelitian.
Penelitian ini hanya membahas tentang bentuk perilaku keagamaan peziarah dan faktor-faktor
yang menyebabkan munculnya perilaku keagamaan peziarah. Kami juga menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Namun kami berusaha menyelesaikan
dan menyajikan laporan ini sebaik mungkin. Semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat terhadap pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat.
[1] Agama primitif
adalah agama yang ada sebelum kedatangan agama Hindu ataupun Budhha.
[2] Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2002), 121-123.
[3] Jalaluddin, Psikologi
Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010), 67.
[4]Ibid; 67.
[5]Sarnito Wirawan
Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982),
103-104.
[6]Muhammad
Shalikhin, Ritual Keramat Islam Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2010), 128.
[7]Pius A.
Partanto dan M. Dhahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Al
Kola, 1994), 756.
[8]Nur Syam, Islam
Pesisir, (Yogyakarta: LKIS, 2005), 17.
[9]Ibid,.
Jalaluddin, 197.
[10]Brian Morris, Antropologi
Agama: Kritik Teori-teori Agama Kontemporer, (Yogyakarta: AK Group, 2007),
320-322
[11]Mark Woodwerd, Islam
Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan terj. Hairussalim HS, (Yogyakarta:
LKiS, 1999),100.
[12] Sutresno Hadi,
Metodologi Research Jilid I (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM, 1985), 10.
[13] S. Nasution, Metode
Research: Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 113-114.
[14] Amin Abdullah,
Studi Agama: Normativitas atau Historitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), 26.
[15] Hadari Nawawi,
Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995), 79.
[16] Katalog BPS, Statistik
Kecamatan Buduran (Sidoarjo: BPS Sidoarjo, 2014), 1.
[17] Ibid, 8.
[18] Bapak Huda
(Mantan Pengurus Makam Mbah Ali Mashud), Wawancara, Sidoarjo, 11 November 2015.
[19] Masyarakat
desa pagerwojo dan sekitar daerah Sidoarjo biasa menyebut komplek makam Mbah
Ali Mashud dengan sebutan “Mbah Ud”
[20] Amir,
Wawancara, Sidoarjo, 3 Nopember 2015.
[21] Sofiah,
Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[22] Siti
Munawaroh, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[23] Alfina Dwi
Maysanti, Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[24] Abu Anas, Ulasan
Lengkap Tawassul (Jakarta: Darul Haq, 2013),8.
[25] Munawir Abdul
Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yokyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2006), 276.
[27]
Munawir Abdul
Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yokyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2006), 288.
[28] Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan
Normatif Versus Kebatinan (Yogyakarta: LKiS, 1999), 138.
[29] Halimah,
Wawancara, Sidoarjo, 3 Desember 2015.
[30] Al-Quran, 97
(Al-Qadr): 1-5.
[31] “Peringatan
Haul” dalam http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.co.id/2011/08/peringatan-haul.html ( 24 Desember 2015)
[32] Amir,
Wawancara, Sidoarjo, 3 Nopember 2015.
[33]Muhammad
Shalikhin, Ritual Keramat Islam Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2010), 128.
[34]Pius A.
Partanto dan M. Dhahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Al
Kola, 1994), 756.
[35]Mark Woodwerd, Islam
Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan terj. Hairussalim HS, (Yogyakarta:
LKiS, 1999),100.