Jumat, 07 Desember 2018

KOTA YOGYAKARTA


KOTA YOGYAKARTA
Oleh: Nia Susanti

Pusat kota seringkali menjadi bidang kajian sejarah kota. Pada dasarnya kajian sejarah kota tidak membicarakan sejarah daripada kota itu sendiri, melainkan membicarakan tentang gejala-gejala sosial yang terjadi pada kota tersebut yang meliputi permasalahan urbanisasi, sistem sosial, transformasi sosial-ekonomi, perubahan ekologis dan lain sebagainya. Pada paper ini akan membahas mengenai kajian sejarah kota Yogyakarta, yang terfokus pada transformasi sosial ekonomi dan perubahan ekologis.
Kota Yogyakarta merupakan tipologi kota tradisional dan khas kota Jawa yang masih tersisa hingga saat ini.  Konsep kota tradisional merupakan konsep lokal tentang perkembangan kota di Indonesia. Konsep kota tradisional dalam konteks sejarah kota di Barat dalam beberapa hal dapat disejajarkan dengan konsep kota preindustrial, yaitu kota yang belum bersentuhan dengan industrialisasi, konsep kota tradisional bukanlah konsep waktu yang mendahului konsep kota modern. Menurut konsep lokal, yang dimaksud dengan kota Tradisional adalah kota yang merupakan pusat kekuasaan tradisional, sehingga pengelolaan kota masih berada dibawah penguasaan bumi putra dan campur tangan orang asing terhadap pengembangan kota masih minim.

KERATON
Penanda kota Yogyakarta adalah Keraton yaitu tempat tinggal raja, sang penguasa. Keraton Yogyakarta dibangun oleh Hamengku Buwono pada tahun 1756. Pada masa dahulu Keraton juga merupakan kompleks bangunan tempat bekerja para pendeta, pegawai administrasi dan para seniman. Kawasan yang kemudian dibangun menjadi Keraton sudah dikenal oleh kerabat mataram sebelum Keraton Yogyakarta berdiri. Kawasan tersebut dalam babad Giyanti bernama Gerijiwati, dan kemudian diganti menjadi Ayogya yang terletak di Hutan Bringan. Setelah perjanjian Giyanti tahun 1755 ditandatangani, Hutan Bringan mulai dibuka yaitu disebuah pedukuhan disebut Pacethokan. Tempat tersebut dibuka untuk pembangunan Istana raja dan rumah-rumah para bupati.
Pada waktu hutan dibuka, Sultan Hamengku Buwono I (Mangkubumi) bertempat tinggal di Ambarketawang, Gamping, terletak lebih 5 Km sebelah barat kota Yogyakarta sekarang, setelah Keraton selesai, Hamengku Buwono I pindah ke kota, yang kemudian bernama Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah Keraton berdiri maka tempat tersebut menjadi orientasi utama kawasan Yogyakarta. Jalan-jalan pun pada awalnya bermuara ke Keraton.
Keraton dianggap sebagai wilayah yang sakral, yang teratur dan harus diatur. Bangunan-bangunan yang ada di Keraton misalnya,  menggambarkan sesuatu yang bisa di ingat oleh manusia. Pada bangunan keraton terdapat dua bentuk bunga Lotus dan Teratai yang melambangkan Lotus itu Hindu dan Teratai itu Islam. Dari hal ini menggambarkan bahwa bangunan Keraton itu bernuansa Islam dan juga Hindu. Di Keraton juga terdapat  64 pohon beringin dan juga 63 pilar yang mengelilingi Keraton yang melambangkan usia Nabi Muhammad ketika wafat yaitu usia 63 tahun. Di dalam Keraton juga terdapat 6 pohon Gayam yang melambangkan Rukun Iman itu ada 6. Konon katanya pohon Gayam ini digunakan untuk menghilangkan bau badan, di dalam Keraton  terdapat banyak jenis bangsal antara lain sebagai berikut:
1.      Bangsal Pagelaran yang digunakan ketika ada sekaten dan 2 Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri
2.      Bangsal Pamendangan
3.      Bangsal Pangrawit
4.      Bangsal Pangapit tempat istirahanya prajurit
5.      Bangsal Tarup Agung
6.      Bangsal Siti Inggil
7.      Bangsal Qori
8.      Bangsal Balai angun-angun sebagai penyimpanan gamelan peninggalan Sunan Kalijogo
Seiring berjalannya waktu, Keraton ini digunakan sebagai tempat wisata atau penelitian sejarah. Tetapi aturan dan adat yang ada di Keraton tetap ada dan harus ditaati oleh semua pengunjung Keraton. Sehingga di dalam Keraton juga ada sebuah tempat yang di dalamnya terdapat berbagai patung mengenakan busana adat Keraton. Selain itu juga ada pernak-pernik Keraton. Ada juga Ayam yang terletak didalam sangkar itu menggambarkan Nabi Adam dan istrinya Ibu Hawa.
Sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal raja, Keraton dianggap sebagai miniatur makrokosmos (jagat raya), sehingga kraton juga dianggap sebagai mikrokosmos (jagat kecil). Adapun Manifestasi Kraton sebagai Mikrokosmos (Jagat kecil) yaitu sebagai berikut:
1.      Tempat tinggal raja yang biasa disebut “dalem agung” diibaratkan sebagai puncak Mahameru (gunung Semeru di Jawa)
2.      Kekuasaan dan wibawa raja dirasakan sangat besar di area “dalem agung”
3.      Lingkaran yang menjadi pelingkup Keraton disebut “kuthanegara”. Kawasan ini ditandai adanya benteng Keraton yang mengelilinginya
4.      “Negaragung” atau “negara agung” (negara besar) adalah kawasan lingkaran luar setelah “kuthanegara”
5.      Kawasan “negaragung” secara spasial adalah kawasan di luar benteng Keraton tetapi masih berada di dalam lingkaran ibukota negara (ibukota kerajaan)

PLENGKUNG
Keraton dikelilingi oleh benteng, dan di beberapa tempat terdapat lorong yang disebut Plengkung, karena bentuknya melengkung. Plengkung berfungsi sebagai jalan raya. Pada awalnya jumlah plengkung ada lima, yaitu:
1.      Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan berada di sisi utara sebelah timur, sekaligus menjadi pintu gerbang istana putra mahkota atau Kadipaten. Plengkung ini bentuknya masih utuh.
2.      Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gadhing yang terdapat di sisi selatan masih berdiri utuh. Fungsi khusus gerbang ini adalah sebagai jalan untuk menghantar sultan yang wafat menuju makam para raja di Imogiri Pada sisi kiri dan kanan pintu terdapat ragam hias kepala raksasa yang disebut Kala atau Kemamang sebagai simbol pelepasan mangkatnya sang raja.
3.      Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem berada di sisi utara sebelah barat. Plengkung ini pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII telah mengalami perubahan bentuk menjadi gerbang bentar.
4.      Di sebelah barat dahulu berdiri Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari.  Saat ini, Plengkung Jagabaya ini juga sudah berubah bentuk menjadi gapura.
5.      Di sisi sebelah timur, dahulu berdiri Plengkung Madyasura yang disebut pula Plengkung Tambakbaya atau Plengkung Gondomanan, yang sudah rata dengan tanah.  Ada pula yang menyebutnya dengan nama Plengkung Buntet, karena pernah ditutup menjelang serangan balatentara Inggris pada tahun 1812. Saat ini sudah tidak ada lagi

TAMANSARI
Tamansari adalah sebuah petilasan untuk peristirahatan raja-raja Yogyakarta yang dibangun oleh Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765 Terletak di sebelah barat daya Keraton Yogyakarta. Pada awalnya memiliki luas sekitar 10 hektar yang terdiri dari bangunan kolam renang, sungai-sungai di bawah bangunan, serta bangunan-bangunan pesanggrahan yang terletak di atas sungai-sungai buatan. Pernah tidak terawat sehingga akhirnya rusak berat. Setelah itu kawasan Tamansari diakuisisi oleh para pemukim sehingga kondisinya cempur aduk dengan pemukiman dan bangunan rusak Saat ini beberapa bagian sudah direnovasi, namun sebagian besar tetap merana diantara pemukiman warga.

PANGGUNG KRAPYAK
Panggung Krapyak Adalah tempat raja Yogyakarta berburu. Terletak di selatan keraton Yogyakarta. Dibangun oleh Hamengkubuwono I.

ALUN-ALUN
Alun-alun Merupakan hamparan tanah yang diratakan yang biasanya berbentuk bujur sangkar. Di tepi-tepinya ditanami pohon beringin dan di dua titik di tengah-tengah juga ditanami pohon beringin, yang biasanya disebut beringin kurung (karena diberi pagar keliling). Dua buah pohon beringin di tengah-tengah merupakan pohon yang diistimewakan. Celah diantara dua pohon beringin tersebut merupakan “pintu” menuju ke gerbang Keraton. Terdapat dua alun-alun:
1.      Alun-alun Utara (halaman utara Keraton)
2.      Alun-alun Selatan (halaman belakang Keraton)

MASJID AGUNG
Masjid Agung Terletak di sisi barat Alun-alun Utara. Masjid ini merupakan tempat ibadah umat Islam dan menjadi penanda kota tradisional. Masjid mutlak ada di kota tradisional Jawa. Masjid ini disebut juga Masjid Gedhe Kauman.

PASAR BERINGHARJO
Marupakan pasar tradisional yang dibangun pada masa awal untuk melengkapi Keraton. Terletak di utara keraton, tepatnya di Jalan Malioboro.

KESIMPULAN
Dari paparan diatas, seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa sejarah kota Yogyakarta ini terfokus pada transformasi sosial ekonomi dan perubahan ekologis. Hal ini dapat terlihat adanya perubahan tempat atau lokasi yang ada di kota Yogyakarta. Misalnya Keraton yang berubah menjadi tempat pemukiman dan juga sebagai tempat wisata atau penelitian sejarah. Tamansari yang dulunya sebagai tempat peristirahatan Raja kini menjadi pemukiman penduduk. Plengkung yang fungsinya sebagai benteng Keraton kini menjadi sebuah Gapura dan bahkan ada yang hilang karena rusak tidak terawat.

PUISI "MELUKIS ASA"

MELUKIS ASA TUK NIA
Dapatkah aku melukis asa?
Mengguratkan sejuta warna
Yang bisa membuatmu indah
Diiringi terik sang surya perkasa
25 tahun sudah batang usia mu merajut Sukma
Dapatkah aku melukis asa?
Seperti notasi mimpi-mimpi terbang tinggi
Bagai kupu-kupu bersayap biru
Terbang bersama menuju negeri pelangi
Kini Nia kU menuju dewasa
Mengukir jiwa sejuta asa
Bercengkrama Suka Cita bersama Keluarga
Terpatri tuk berhikmah demi madrasah
Berfotosintesis untuk anak bangsa
Berdasa dharma disetiap langkah
Dapatkah aku melukis asa?
Terbentang sejuta harapan
Dibalut sebuah titisan Pandu dalam bejana indah
Sentuhan selaksa ayat ayat cinta yang indah
Mengoyak setiap desah nafas
Tempus dalam butiran butiran sejuta asa
Mengalir deras dalam hasrat cinta
Tali temali jadikan perekat
Sejuta tongkat jadikan pijakan yang erat
Sandi dan Morse jadi kode kehidupan penuh hikmah
Kompas jadikan arah menentukan kiblat
Di setiap masa sejuta langkah
Tuk Menjadi wanita Hebat
Dapatkah aku melukis asa?
Melalui pikiran pikiran geniusmu
Lewat urat nadi tuk mengalirkan semangat darahmu
Melalui enzim enzim yang menata jiwa
Lewat sejuta pasokan gizi yg kunanti
Beredar dalam darah merangkul EMIS dalam pesona cinta
Dapatkah aku melukis asa?
Hanya satu kata
Hanya satu bahasa
Kutitipkan asa dalam pelukan kasihmu
Pembuktian jati diri bukan diangan angan
Segudang harapan bukan sekedar ucapan
Hasrat cinta jangan berserakan di tepi jalan
Harus terpatri di setiap langkah penuh harapan
Segudang asa kutitipkan
Sejuta prestasi ku gantungkan
Selaksa makna ku sandarkan
Padamu jua ku pasrahkan
 Disetiap lorong waktu
Jiwamu mengembara
Mencari Hasrat cinta
Aku ingin hasrat cintamu menggelora
Aku ingin wawasan rindumu seluas samudra
Aku ingin perjuangan hatimu gagah laksana batu karang penuh asa
Belaian kasihmu sehalus sutra
Itu yang aku minta darimu
Di setiap lukisan asa
Catatan_Birthday
Jumat, 30 Nopember 2018

Kamis, 22 Maret 2018

PENGERTIAN KELEMBAGAAN ISLAM


A.    PENDAHULUAN
Jika seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dan memahami dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut. Oleh sebab itu, terlebih dahulu harus mengetahui segala aspek dalam lembaga itu sendiri. Seperti terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dan makna dari kata Lembaga, ciri-ciri yang ada dalam lembaga, fungsi serta macam-macam dari lembaga itu sendiri. Agar dapat memahami tingkah laku serta adat istiadat dalam suatu negara. Sehingga dengan demikian dapat mencapai tujuan dari keberhasilan pola lingkungan sosial. Karena manusia itu fitrahnya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak hidup masyarakat. Lembaga Islam sangat penting bagi umat Islam karena dapat mempelajari norma atau aturan-aturan dan yang lainnya. Adanya lembaga Islam juga memberikan kemudahan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Mereka akan berinteraksi dengan yang lain melalui lembaga Islam, karena lembaga Islam merupakan wadah bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas tentang kelembagaan Islam.
 
B.     PENGERTIAN KELEMBAGAAN ISLAM
1.      Pengertian Lembaga Islam
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai pengertian lembaga Islam, perlu diketahui bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Kata lembaga mengandung arti sama dengan istilah dalam bahasa inggris yaitu Institution. Dalam Sosiologi kata Institution sering dirangkai dengan kata social institution yang oleh Soerjono Soekanto diterjemahkan dengan istilah “lembaga kemasyarakatan”. Istilah lain yang diusulkan adalah “bangunan sosial” terjemahan dari bahasa jerman soziale gebilde.[1] Lembaga sosial didalam setiap masyarakat senantiasa saling pengaruh mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang bersifat fungsional.[2] Suatu lembaga pendidikan misalnya, senantiasa berkaitan dengan lembaga ekonomi, hokum, agama dan seterusnya. Apabila terjadi hubungan yang dwifungsional maka dapat diduga bahwa masyarakat akan mengalami kegoncangan.
Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan istilah institute.[3] Koentjaraningrat menggunakan istilah “Pranata” sebagai terjemahan dari Institution, sedangkan istilah “Lembaga” adalah terjemahan dari Institute. Menurutnya, kedua kata ini dibedakan karena memiliki arti tidak sama. “Pranata” adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus, sedangkan lembaga atau Institute adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu Dari batasan ini, Koenjaraningrat menekankan bahwa “Pranata” adalah sistem norma, tata kelakuan, tingkah laku atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus, sedangkan lembaga adalah wujud konkrit dari aktivitas, yang  juga disebut association atau perkumpulan (badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu).
Sebenarnya pengertian yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat tidak berbeda dengan pendapatnya Soekanto yang menggunakan istilah “Lembaga” untuk Institution. Ia mendefinisikan “Lembaga” sebagai himpunan dari norma yang berlaku dalam masyarakat dari segala tingkatan sosial yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Institute yang merupakan wujud konkrit dari lembaga, ia sebut assosiasi. Menurut Robert Bierstedt, “Lembaga” atau “institution” dapat dibedakan dengan assosiasi.[4]  Assosiasi adalah kelompok yang terorganisasi dan memiliki identitas atau nama. Sedangkan Lembaga adalah prosedur yang diorgamisasikan yang terdiri dari konsep-konsep seperti kebiasaan, ide, dan norma. Lembaga membutuhkan Assosiasi. Lembaga tidak mungkin ada tanpa assosiasi dan assosiasi bertindak menurut cara-cara yang telah terlembaga. Misalnya, perguruan tinggi, pesantren, sekolah-sekolah, merupakan lembaga pendidikan Islam, sedangkan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, SMAN 1 Dawarblandong, MTsN 1 Dawarblandong, SDN 2 Brayublandong merupakan assosiasi atau perkumpulan.
Jadi dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga memiliki 3 pengertian yaitu Pranata (Norma atau Aturan-aturan), Institusi (Tempat atau wadah) dan Assosiasi (Perkumpulan atau Organisasi). Sehingga Lembaga merupakan Subuah wadah atau tempat yang berisi perkumpulan orang-orang dengan memiliki aturan-aturan atau norma-norma untuk mencapai tujuan yang sama. Kemudian untuk pembahasan yang lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.[5]

2.      Fungsi Lembaga Islam
Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah:[6]
a.       Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
b.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
c.       Menjaga keutuhan masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan. Sehingga mereka akan lebih mudah dalam menjalani kehidupannya dan tidak mengalami kesulitan.
Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang kurang lebih 88,09% mengaku beragama Islam. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku masyarakat yang ada di Indonesia, seyogyanya harus dipelajari dan di perhatikan dengan seksama mengenai lembaga-lembaga Islam yang mempengaruhi bahkan menentukan pola tingkah laku dan sikap hidup umat Islam.Dan perlu di garis bawahi bahwa tanpa adanya pembelajaran yang baik mengenai lembaga-lembaga Islam, orang tidak mungkin dapat memberikan penilaian yang benar tentang umat Islam.
Perlu kita ketahui bahwa kesalahan para ahli ilmu sosial dari Barat yang meneliti kemudian menulis tentang umat Islam terletak pada kenyataan bahwa mereka pada umumnya tidak memahami lembaga Islam yang bersumber dari ajaran Islam. Selain itu, metode yang mereka pergunakan tidak selaras dengan ajaran Islam, karena tradisi dan filsafat yang mereka kembangkan dipengaruhi oleh dua aliran pikiran, yaitu aliran Liberalis, Kapitalis dan aliran Marxis.
Aliran kapitalis liberalis adalah aliran yang mengutamakan benda dan hanya bersifat duniawi saja. Akal pikiran serta perasaan manusia yang dikembangkan secara bebas dan otonom oleh aliran ini diputuskan hubungannya dengan sumber samawi yaitu sumber yang berasal dari Tuhan.
Aliran yang berpaham sekuler ini melepaskan diri dari agama.Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Islam yang lembaganya bersumber dari ajaran agama Islam. Aliran yang kedua yaitu aliran Marxis adalah aliran yang tumbuh dan kemudian menolak aliran pertama yang liberalis, kapitalis dan sekuler serta menolak segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Tuhan, agama, dan akhirat.
Dari kenyataan diatas, maka diperlukan metodologi yang selaras dengan ajaran Islam, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sejalan dengan sumber ajaran Islam. Perkembangan selanjutnya, melihat hal-hal tersebut maka banyak metodologi yang dikembangkan oleh para sarjana muslim sendiri. Karena fungsinya yang sangat penting dalam masyarakat, dahulu lembaga Islam di perkenalkan melalui kurikulum perguruan tinggi. Sebagai contoh yaitu pada Sekolah Tinggi Hukum yang didirikan pada tahun 1925 di Batavia memasukkan lembaga Islam kedalam kurikulumnya dengan nama Mohammedansche Recht Instellingen van den Islam, yang artinya adalah Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam. Selain itu juga dahulu Sekolah Tinggi Hukum atau Recht Hogescool yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan sadar mencantumkan lembaga-lembaga Islam di dalam kurikulumnya. Dengan maksud agar mereka yang bekerja di Hindia Belanda yang penduduknya beragama Islam dapat memahami tingkah laku masyarakat Islam.
Selain memiliki fungsi lembaga islam juga memiliki ciri-ciri, antara lain sebagai berikut:
a.       Lembaga islam adalah suatu organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas islam.
b.      Lembaga islam memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
c.       Lembaga islam memiliki alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya, seperti bangunan, peralatan, dan sebagainya.
d.      Lembaga islam memiliki lambing-lambang.
e.       Lembaga islam mempunyai tradisi baik yang terltulis maupun tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertibnya, dan sebagainya.

3.      Macam-macam Lembaga Islam
Dalam lingkungan masyarakat terbagai berbagai macam Lembaga Islam, antara lain sebagai berikut:
a.       Lembaga Politik Islam
Contoh:  SDI (Serikat Dagang Islam), SI (Serikat Islam), PSII (Partai Syarikat
                Islam Indonesia), MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), Masyumi (Majlis
                Syura Muslimin Indonesia), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), dll.
b.      Lembaga Hukum Islam
Contoh:  Adat, Peradilan Agama, Peraturan Daerah Syariah dll.
c.       Lembaga Ekonomi Islam
Contoh:  BAZ, Wakaf, Bank Syariah, Koperasi Pesantren, dll.
d.      Lembaga Sosial Kemasyarakatan Islam
Contoh:  Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, Al-Irsyad, dll.
e.       Lembaga Pendidikan Islam
Contoh:  Pesantren, Madrasah, Sekolah Islam, Perguruan Tinggi Islam, dll.
f.       Lembaga Kesehatan Islam
Contoh:  Rumah Sakit Islam, Pengobatan Alternatif Islami (Thibbun Nabawy dan
             Ruqyah)
g.      Lembaga Budaya/ Seni Islam
Contoh:  LESBUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia/
              Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia), Lembaga Seni Bela 
              Diri (Islam)
h.      Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
Contoh:  Lembaga Penelitian dan Pengembangan Islam
i.        Lembaga Keagamaan Islam
Contoh:  Ulama’, Masjid, Dakwah, Kerohanian (Tarekat dan Majlis Dzikir)
j.        Lembaga Keluarga Islam

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, sehingga mencapai rohani yang sempurna kesuciannya. Selain itu kita juga membutuhkan sebuah Lembaga. Lembaga yang kita butuhkan adalah lembaga Islam. Dalam makalah diatas telah dijelaskan pengertian dari Lembaga Islam yaitu suatu sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman. Lembaga Islam memiliki 3 fungsi antara lain sebagai berikut:
a.       Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
b.      Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
c.       Menjaga keutuhan masyarakat.
Lembaga Islam dalam setiap waktu semakin berkembang karena dibutuhkan oleh masyarakat. Adapun macam-macam Lembaga Islam yaitu: Lembaga ekonomi islam, Lembaga pendidikan islam, lembaga keagamaan islam, lembaga keluarga islam, lembaga ilmu pengetahuan islam, lembaga budaya islam, lembaga kesehatan islam, lembaga hokum islam, dll.

2.      Saran
Dari pembuatan makalah ini, kami berharap kepada pembaca agar tidak hanya bersumber dari makalah ini saja untuk mengetahui pengertian kelembagaan Islam. Namun kami  berharap agar pembaca lebih banyak lagi membaca buku-buku atau referensi-referensi yang lain. Karena kami merasa makalah ini kurang lengkap dan jauh dari sempurna. Kami  mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang bersifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, Hanun. Pelembagaan Pesantren. Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan  Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan. 2004.
Koentjoroningrat.  Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 1987.
Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers. 1988.

Referensi Website:
http://wahyuagungriyadiblog.blogspot.com/2011/03/lembaga-hukum-islam-di-indonesia.html
http://miratriani.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html



[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), 177.
[2] Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi,( Jakarta: Rajawali Pers, 1988), 34.
[3] Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 134.
[4] Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian   
        dan Diklat Keagamaan, 2004), 22.
[5] Wahyu Agung Riyadi, “Lembaga Hukum Islam Indonesia”, dalam   http://wahyuagungriyadiblog.blogspot.com/2011/03/lembaga-hukum-islam-di-indonesia.html
[6] Ibid,.