Minggu, 12 Februari 2017

Pengertian, Sejarah, dan Tujuan Orientalisme



A.      Pendahuluan
Perhatian terhadap Islam sebagai objek kajian sebenarnya sudah muncul di Eropa, sejak mereka menguasai bagian-bagian terpenting dari wilayah kerajaan Romawi Timur (Byzantium). Kekuasaan Muslim Arab di negeri Spanyol, yang berlangsung hampir tujuh setengah abad (756-1492 M), membuat bangsa Eropa membutuhkan informasi tentang Islam.[1] Pada tahun 1142, misalnya, Peter de Venerable mengunjungi Spanyol untuk memperoleh bahan pengkajian tentang Islam.
Menyinggung permasalahan tersebut maka kita akan mengenal paham yang dinamakan “orientalisme”, dimana pada saat itu juga kita akan mengupas hubungan antara Barat dan Timur. Membahas mengenai hubungan antara Barat dan Timur, maka tidak akan ada habisnya. Ada banyak hubungan antara kedua imperium tersebut. Hal yang sangat sering dibahas adalah tentang orientalisme, dimana orientalisme merupakan suatu paham orang-orang Barat untuk mengkaji orang-orang Timur dilihat dari berbagai aspeknya.
Untuk dapat memahami secara lebih lanjut mengenai orientalisme, maka dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal tentang pengertian, sejarah serta tujuan orientalisme itu sendiri.
          
B.       Pengertian Orientalisme
Orientalisme adalah suatu ilmu ketimuran atau ilmu tentang dunia Timur. Adapun kata orientalis dalam pengertian umum berarti semua ahli Barat yang mempelajari dunia Timur (Jauh, Tengah atau Dekat) tentang bahasanya, sastranya, peradabannya maupun agamanya.
Secara khusus, pengertian orientalisme yaitu penelitian bangsa Barat yang berkaitan dengan dunia Timur yang Islam dalam bahasanya, sastranya, sejarahnya, i’tikad-i’tikadnya, syariat-syariatnya serta peradabannya secara umum.[2]
Ada beberapa pengertian orientalisme menurut beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         H. M. Joesoef Sou’yb
          Orientalisme berasal dari kata orient Bahasa Perancis, yang secara harfiah berarti timur dan secara geografis berarti dunia belahan Timur, dan secara etnologis berarti bangsa-bangsa di Timur. Suku kata isme (Belanda) atau ism (Inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu paham. Jadi, orientalisme berarti suatu paham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur beserta lingkungannya.
2.         Abdul Mun’in Moh. Hasanain
          Orientalisme dalam bahasa Arab adalah Al-istisyraq, mashdar dari fi’il istasyraqa yang artinya mengarah ke Timur dan memakai pakaian masyarakatnya.
3.         Abdul Haq Adnan Adifar
          Orientalisme adalah suatu pengertian yang lengkap dimana dikumpulkan pengetahuan yang berasal dari sumbernya yang asli yang berkenaan dengan bahasa, agama, kebudayaan, sejarah, ilmu bumi, etnografi, kesusasteraan, dan kesenian yang berada di Timur.
 4.         Ali Husni Al-Kharbouly
          Kata orientalisme diambil dari akar kata syarq (Timur) yang artinya tempat terbitnya matahari, jadi kata orientalisme adalah ilmu tentang Timur atau ilmu pengetahuan tentang dunia Timur.
          Dalam pengertian sempit orientalisme adalah kegiatan penyelidikan dari para pakar di Barat mengenai agama-agama di Timur, khususnya tentang agama Islam. Sedangkan secara luas, pengertian orientalisme adalah hal-hal yang menyangkut bangsa-bangsa di dunia Timur beserta lingkungannya, sehingga meliputi seluruh bidang kehidupan dan sejarah bangsa-bangsa di dunia Timur.
          Orang-orang yang mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu ketimuran disebut orientalis atau ahli ketimuran.[3] Menurut A. Hanafi orientalis adalah segolongan sarjana Barat yang mendalami bahasa dunia Timur dan kesusasteraannya dan mereka yang menaruh perhatian besar terhadap agama-agama dunia Timur, sejarahnya, adat-istiadatnya, dan ilmu-ilmunya.
          Sedangkan menurut Prof. Tk. H. Ismail Jakub, SH, M.A. orientalis yaitu ahli tentang soal-soal Timur yaitu segala sesuatu mengenai negeri-negeri Timur terutama negeri-negeri Arab dan Islam. Adapun yang menjadi bidangnya adalah kebudayaannya, keagamaanya, peradabaanya, kehidupannya, dan lain-lainnya dari bangsa dan negeri Timur.
          Dari berbagai pengertian orientalisme menurut para ahli, pemakalah dapat menyimpulkan bahwa orientalisme merupakan suatu paham atau aliran yang dilakukan oleh orang Barat untuk menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur khususnya Arab dan Islam mengenai sejarah, kebudayaan, ilmu-ilmu, agama, peradaban, kehidupan dan lain-lainnya.
 
C.      Sejarah Orientalisme
Awal mula lahirnya orientalisme tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun, sebagian ahli sejarah mengisyaratkan sejarah bahwa orang Barat Kristen meriwayatkan permulaan timbulnya orientalisme secara resmi itu setelah keluarnya keputusan dari Konferensi Gereja Wina tahun 1312 M tentang pembentukan departemen-departemen bahasa Arab di beberapa Universitas di Eropa.
Pada umumnya sejarawan Eropa tidak menganggap bahwa tahun tersebut sebagai awal permulaan timbulnya paham orientalisme. Oleh karena itu, yang dituju adalah penentuan berdasarkan fase sejarah tertentu sebagai awal mula dari timbulnya aliran atau paham tersebut.
Para cendekiawan Kristen mulai menaruh perhatian yang besar dan mempelajari Islam. Sebagai contohnya adalah Yohana Damshiqi (676-749 M). Sebagian peneliti berpendapat bahwa, orientalisme dimulai pada abad ke-12 M. Rudi Paret berpendapat bahwa Eropa mulai mempelajari Islam dan bahasa Arab mulai abad ke-12 M. Pada waktu itu Alquran telah diterjemahkan secara sempurna ke dalam bahasa latin. Pada waktu itu juga telah terbit untuk pertama kali kamus bahasa Latin-Arab.[4]
Ada pula yang beranggapan bahwa awal mula lahirnya orientalisme adalah sejak dua abad sebelum itu, tepatnya pada abad ke-10 M. Barangkali inilah yang menjadi alasan Najib al-‘Aqiqi untuk mengemukakan bahwa orientalisme dimulai lebih dari seribu tahun yang lalu, yang dirintis oleh seorang pendeta Peranciz Girber De Ourliak (940-1004 M) yang sedang menuju ke Spanyol. Ia menimba ilmu dari guru-gurunya di Esabella dan Cordoba sehingga ia menjadi seorang alim terkemuka pada zamannya di Eropa. Ia mendalami peradaban Arab, ilmu pasti dan ilmu falak.
Walaupun hakekat orientalisme telah muncul sejak seribu tahun yang lalu tetapi pengertian orientalis baru dikenal di Eropa sekitar akhir abad ke-18 M atau tepatnya pada tahun 1779 M di Inggris. Setelah itu disusul kemudian pada tahun 1799 M di Prancis, dan selanjutnya orientalisme masuk dalam kamus akademik Perancis pada tahun 1838 M.
Latar belakang munculnya orientalisme secara dini adalah dilatarbelakangi oleh perbenturan Islam dan Kristen di Andalusia dan Sisilia, sedangkan Perang Salib adalah merupakan motivasi terkuat bagi bangsa Eropa Kristen untuk mempelajari Islam dan adat-istiadatnya.

D.      Tujuan Orientalisme
Motivasi agama merupakan pretensi para orientalis untuk menghancurkan Islam dan umat Islam serta menggerogoti ajarannya. Mereka berusaha mengacaubalaukan perhatiian kaum muslimin serta terus berusaha menumpahkan keraguan terhadap akidah, sehingga meninggalkan Islam, kebudayaan Islam, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan yang telah mapan dalam jiwa kaum muslimin terutama para intelektual muslim.
Selain motivasi agama, ada beberapa tujuan-tujuan orientalisme yang berdekatan dengan tujuan agama. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:[5]
1.         Tujuan-tujuan ilmiah
          Tujuan tersebut sangat menonjol pada masa keemasan Eropa. Di antara mereka banyak yang membaca buku-buku keagamaan dan mendalaminya. Kemudian mereka berpendapat bahwa risalah Islam itu sebenarnya sama dengan risalah-risalah langit lainnya, bahkan ia merupakan penguat dari apa yang pernah disebutkan dalam kitab-kitabnya tentang iman kepada Allah, Rasul-Nya, serta kitab-Nya.
2.         Tujuan-tujuan perdagangan
     Tujuan perdagangan mulai nampak pada masa sebelum penjajahan Barat di dunia Islam pada abad ke-19 dan 20. Pada waktu itu bangsa Barat sangat berambisi untuk meluaskan perdagangan mereka dan sampai ke dunia Timur untuk mendapatkan bahan baku. Selain itu mereka memandang sangat perlu mengunjungi belahan bumi bagian Timur (negeri-negeri Islam) untuk mengenal lebih dekat baik dari segi geografis, alam, pertanian dan manusianya.
3.         Tujuan-tujuan politik
               Tujuan politik melatarbelakangi gerakan orientalisme, hal ini terlihat jelas ketika terjadi penjajahan Barat yang semakin kokoh pada abad ke-19 dan 20. Negara-negara penjajah diharuskan untuk mempelajari bahasa, tradisi dan agama di negara jajahan dengan tujuan agar mereka tahu bagaimana cara mempengaruhi mereka untuk mendukung penjajahan.
4.         Motivasi imperial[6]
Walaupun setelah berakhirnya Perang Salib dan Barat telah mengalami kekalahan, orang-orang Barat tetap berusaha keras untuk menguasai negara-negara Islam. Mereka tekun mempelajari Islam dan umatnya baik di bidang akidah, tradisi, akhlak serta kekayaannya. Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui titik-titik kekuatan untuk kemudian dilemahkan, serta titik-titik kelemahannya untuk dihancurkan.
Dalam konteks ini ada beberapa tujuan untuk mempelajari kajian-kajian orientalisme yaitu sebagai berikut:
1.    Menelaah seluruh pandangan dan kajian peran pemikir non-muslim atau para orientalis tentang Islam, Alquran, kerasulan, sunnah, dan umat Islam.
2.    Menyanggah dan meluruskan tuduhan-tuduhan para orientalis terhadap Islam dan umat Islam dengan mengungkap, menganalisis, dan meluruskan tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan dari balik jubah misi keagamaan.
3.    Menumbuhkan kesadaran terhadap kesalahan para orientalis, karena ketidaktahuan, salah paham, atau karena sempitnya wawasan keislaman yang mereka miliki.
4.    Mengambil manfaat dari hasil kajian para orientalis.           

E.   Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orientalisme adalah suatu paham atau aliran orang Barat dalam mengkaji segala hal yang berkaitan dengan ketimuran, baik dari segi agama, budaya, peradaban, pemikiran dan lainnya. Orang yang menganut paham tersebut dinamakan orientalis.
Tidak diketahui pasti kapan orientalisme muncul. Namun, beberapa sejarawan Eropa meriwayatkan permulaan timbulnya orientalisme secara resmi itu setelah keluarnya keputusan dari Konferensi Gereja Wina tahun 1312 M tentang pembentukan departemen-departemen bahasa Arab di beberapa Universitas di Eropa.
Sedangkan tujuan-tujuan orientalisme itu sendiri adalah misi keagamaan yang bertujuan untuk mneghancurkan Islam dan umatnya agar berpaling dari ajaran akidah, jika dilihat dari tujuan politiknya, mereka berusaha mempengaruhi umat Islam untuk mendukung penjajahan, dan dilihat dari tujuan perdagangan mereka merasa perlu untuk mempelajari belahan bumi bagian Timur untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sehingga orang-orang Barat dapat menguasai perdagangan.

 
Daftar Pustaka
Buchari, Mannan. Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta: AMZAH, 2006.
DH, Zuhdi Achmad. Pandangan Orientalis Barat tentang Islam: Antara yang Menghujat dan yang Memuji. Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004.
Hamim, Thoha. Menguji Autentisitas Akademik Orientalis dalam Studi Islam. Jurnal. Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
Rasyid, Daud. Pembaruan Islam & Orientalisme dalam Sorotan. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2006.
Zaqzuq, Mahmud Hamdy, Orientalisme & Latar Belakang Pemikirannya. Bangil: Persatuan, 1984.







[1] Thaha Hamim, Menguji Autentisitas Akademik Orientalis dalam Studi Islam (Jurnal Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya), 2013, 419.
[2] Mahmud Hamdy Zaqzuq, Orientalisme & Latar Belakang Pemikirannya, (Bangil: Persatuan), 1984, 4.
[3] Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme (Jakarta: AMZAH), 2006, 9.
[4] Achmad Zuhdi DH, Pandangan Orientalis Barat tentang Islam: Antara yang Menghujat dan yang Memuji (Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya), 2004,
[5] Ibid., Mahmud, 68-69.
[6] Ibid., Manan, 102-103.

ARTI DAN FUNGSI PENGETAHUAN SEJARAH SERTA PERANAN ARSIP DIDALAMNYA



A.    Pendahuluan
Ilmu sejarah pada umumnya merupakan sebuah ilmu yang mempelajari rekonstruksi peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau dengan menggunakan berbagai fakta-fakta sejarah atau sumber, seperti sumber lisan, sumber tertulis, serta sumber artefak. Dalam penggunaan sumber-sumber sejarah tersebut diperlukan berbagai koreksi dan interpretasi dalam penulisan sejarah.
Ilmu sejarah sangat erat kaitannya dengan Balai Kearsipan dan Permuseuman, dimana lembaga tersebut merupakan sumber primer dari sebuah kejadian-kejadian pada masa lampau yang juga merupakan tempat menyimpanan benda-benda informasi zaman kuno atau masa lampau.
Arsip tergolong menjadi beberapa kelompok, seperti arsip konvensional, arsip audio visual, arsip computer dan elektronik, arsip drawing dan grafik, serta arsip peta dan arsip arsitektural. Dimana semua bentuk arsip tersebut sangat penting peranannya bagi penulisan- penulisan karya tulis ilmiah khusunya penulisan sejarah.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis pada kesempatan ini akan menjelaskan peranan dan fungsi arsip dalam penulisan sejarah.
 
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Arsip
Pada Makalah sebelumnya sudah dibahas mengenai pengertian kearsipan, untuk itu kami sekedar mengingatkan kembali kepeda pembaca apa itu pengertian dari arsip. Kata arsip berasal dari bahasa Yunani archibon artinya gedung atau kantor (Office Bluiding). Istilah arsip dikenal dari berbagai bahasa diantaranya berasal dari bahasa Belanda disebut Archief, dalam bahasa inggris disebut Archive, sedangkan dalam bahasa Yunani disebut Arche yang berarti permulaan.[1] Kemudian dari kata Arche berkembang menjadi kata Ta Archia yang berarti catatan. Selanjutnya kata Ta Archia berubah lagi menjadi Archeon yang berarti gudang-gudang pemerintahan.
Sedangkan menurut Undang-undang no. 7 tahun 1971 ada beberapa pengertian rumusan arsip antara lain:[2]
a.       Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh lembaga-lembaga Negara dan badan-badan pemerintah dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok dalam rangka pelaksanaan kegiatan.
b.      Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh badan-badan swasta atau perorangan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadan tunggal maupun berkelompok dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.
Dapat diartikan bahwa Arsip:
a.       Tempat penyimpanan segala macam dokumen tertulis
b.      Kumpulan dokumen-dokumen tertulis yang disimpan ditempat itu.
Jadi dapat disimpulkan pengertian arsip adalah suatu rekaman kegiatan atau peristiwa perorangan atau kelompok yang berbentuk tulisan-tulisan, foto-foto, gambar-gambar, rekaman-rekaman, film-film, video-vidio, symbol-simbol lain yang disimpan dan bisa ditemukan kembali apabila diperlukan melalui Badan kearsipan.
2.      Pengertian Sejarah
Menurut Kuntowijoyo Sejarah mempunyai beberapa pengertian yang luas. Secara etimologis istilah sejarah berasal dari asal kata syajara yang berarti terjadi, atau dari kata syajarah berasal dari kata bahasa arab yang berarti pohon, syajarah an nasab artinya pohon silsilah.[3] Dalam tradisi barat perkataan sejarah mempunyai arti yang sama dengan kata-kata history (Inggris), Geschichte (Jerman), dan Geschiedenis (Belanda) Semuanya mengandung arti yang sama ialah cerita tentang peristiwa dan kejadian pada masa lampau. Peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.[4]
Sedangkan menurut Bambang purwanto sejarah mempunyai beberapa pengertian:[5]
a.       Sejarah adalah masa lampau umat manusia. Dalam hal ini sejarah merupakan kejadian yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, perilaku dan tindakan manusia yang telah dialami oleh manusia itu sendiri.
b.      Sejarah adalah kontruk dari masa lampau manusia.
c.       Sejarah adalah disiplin ilmu tentang masa lampau manusia.
Adapun pengertian sejarah menurut beberapa ahli:[6]
a.       E. Berhim, mengatakan bahwa Sejarah adalah suatu sains mengenai perkembangan kemanusiaan.
b.      R. G. Lollingwood, menyatakan bahwa riset sejarah adalah mengenai tindakan-tindakan manusia pada masa lalu.
c.       Huizingan berpendapat sejarah adalah bentuk-bentuk pengetahuan sebagai pertanggungjawaban suatu peradaban terhadap dirinya sendiri tentang masa lampau.
d.      R. Aron berpendapat Sejarah adalah kajian tentang masa lalu manusia.
Dari Pengertian  para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Sejarah  ialah ilmu yang meneliti gambaran dengan penglihatan yang singkat untuk merumuskan fenomena kehidupan, yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena hubungan manusia dengan masyarakat, memilih fenomena tersebut dengan memperhatikan akibat-akibat pada zamannya serta bentuk kualitasnya dan memusatkan perubahan-perubahan itu sesuai dengan waktunya, dan lebih jelasnya dapat kita artikan sejarah ialah suatu peristiwa atau kejadian yang dialami oleh manusia pada masa lalu yang dimana peristiwa sejarah tersebut dapat dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh manusia serta dapat diaplikasikan kedalam bentuk tulisan yang terstruktur.
Adapun tiga konsep sejarah yaitu:[7]
a.       Kejadian-kejadian masa lampau manusia atau aktualitas masa lampau
b.      Catatan kegiatan masa lampau atau catatan aktualitas masa lampau
c.       Proses atau tehnik pembuatan catatan.

3.      Peranan Arsip bagi penulisan sejarah
Profesor Sartono Kartodirdjo mengungkapkan bahwa kunci untuk memasuki wilayah sejarah ialah sumber-sumber seperti legenda, folklor, prasasti, monumen hingga dokumen-dokumen, surat kabar, dan surat-surat. Kesemua yang disebutkan di atas merupakan rekaman aktivitas manusia. Segala sumber sejarah di atas tidak akan sampai dari generasi satu ke generasi berikutnya kalau tidak ada kesadaran pengelolaan sumber atau tidak ada kesadaran arsip yang dimiliki. Oleh sebab itu keberadaan arsip sebagai salah satu sumber sejarah sebenarnya sejak awal masa penciptaannya sudah bisa diproyeksikan untuk berbagai kepentingan termasuk dalam rangka rekonstruksi sejarah.
Pengelolaan arsip yang baik akan berdampak pada kemudahan proses heuristik dalam kajian sejarah. Seperti diketahui bahwa pada dasarnya, metode penelitian sejarah menyangkut tiga hal pokok.
1.      Mengenai cara-cara menemukan sumber sejarah, yang juga lazim disebut heuristik. Dalam hal ini para peneliti sejarah diuntungkan oleh keberadaan lembaga atau instansi pemerintah dan swasta yang berfungsi sebagai tempat menyimpan sumber sejarah, seperti perpustakaan, lembaga kearsipan, pusat-pusat penelitian, dan sebagainya.
2.      Setelah sumber ditemukan, adalah mengkaji isi sumber itu. Seberapa jauh isi sumber itu bisa diterima sebagai keterangan yang dapat dipercaya. Untuk dapat mengorek keterangan yang terkandung dalam sumber diperlukan keahlian tersendiri, seperti diplomatika.
3.      Berkaitan dengan penulisan hasil penelitian atas sumber-sumber tersebut. Penulisan tidak saja membutuhkan keterampilan menulis dan penguasaan kaidah bahasa, tetapi juga menyangkut pemahaman atas terminologi serta teori-teori tertentu yang relevan dengan tema sejarah yang diteliti. Pada umumnya, para ahli sejarah berpendapat bahwa kemahiran penelitian dan kemahiran penulisan hasil penelitian merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Sehingga aspek pertama dan kedua dalam metode sejarah di atas berkaitan erat dengan sumber. Secara konvensional, sumber yang dimaksud adalah sumber primer (arsip). Pandangan dasarnya ialah sumber primer merupakan bagian dari bukti tentang masa lampau yang menjadi bahan sumber kajian, yang menjadi tumpuan apakah suatu peristiwa, kejadian, ataupun gejala sejarah dapat direkonstruksi.

C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Segala kejadian atau peradaban kebudayaan manusia terekam dalam berbagai media. Rekaman tersebut diantaranya adalah aersip. Rekaman peristiwa masa lalu atau arsip dapat didayagunakan sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sejarah. Sudah sejak lama dunia ilmu pengetahuan melalui serangkaian khususnya bidang penelitian memanfaatkan arsip sebagai sumber daya penelitian. Namun demikian pendayagunaan arsip ini belum maksimal karena masih banyak potensi atau sumberdaya arsip yang belum diberdayagunakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.      Kurangnya tingkat pemehaman public tentang peranan arsip dalam penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan.
2.      Kurangnya sosialisasi sumberdaya arsip yang dapat diakses publik.
3.      Pengolahan dan penyajian isi informasi arsip belum maksimal.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa arsip sebagai sumber utama atau sumber primer bagi penelitian sejarah, karena dengan adanya arsip atau sumber primer kita dapat mendapat informasi sejarah secara konkret dan terbukti kebenarannya.
 
Daftar Pustaka

Hugiono dan Poerwantana P.K. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. 1992.
Sardiman. Memahami Sejarah. Yogyakarta: BIGRAF Publishing. 2004.
Huda, Lailatul. Mutiara-mutiara dalam Arsip Sejarah. Surabaya: Jauhar Surabaya. 2008.
http://herry03.wordpress.com/2012/04/03/peranan-arsip-dalam-sejarah/.
http://sejahar.wordpress.com/?p=669.
http://arsip.ugm.ac.id/buletindetil.php?id=57.


.



[1] Hadi Abubakar, Pola Kearsipan Modern: Sistem Kartu Kendali, (Jakarta: Djambatan,    
        1996), 8
[2] Lailatul Huda. Mutiara-mutiara dalam Arsip Sejarah, (Surabaya: Jauhar Surabaya,    
        2008). 5
[3] AM Sardiman, Memahami Sejarah, (Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 2004), 3
[4] Hugiono dan Poerwantana P.K., Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: PT.RINEKA CIPTA,   
         1992), 1
[5] Ibid, AM Sardiman, 3
[6] Ibid, Lailatul Huda, 9
[7] Ibid, Lilatul Huda, 7-8.