A.
PENDAHULUAN
Ketika
rasulullah hijrah ke madinah maka dari sinilah dimulai proses pembentukan
peradaban islam. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mulai
menebarkan ajaranya keseantero jagat raya. Karena pada dasarnya agama ini bukan
hanya berisi rutinitas ibadah di masjid saja akan tetapi menyangkut berbagai
aspek kehidupan.
Selanjutnya
islam di Madinah akan berbicara tentang sistem pemerintahan yang islami,
penyelenggaraan negara dan kehidupan rakyat yang islami. Maka disinilah islam
menyemai peradaban kepada umatnya menggantikan peradaban jahiliah. Di madinah
dakwah rasul mendapat sambutan yang sangat meriah berbeda dengan apa yang
dialamanya di mekkah, maka tidak heran bila para ahli sejarah menjadikan
tonggak sejarah hijrah sebagai “Renaissance” ala islam.
Peradaban
islam madinah zaman rasul menandai dimulainya suatu sistem tatanan kehidupan
yang terintregasi pada islam sebagai sumber kehidupan. Peradaban madinah inilah
yang menjadi pondasi peradaban islam selanjutnya. Umat islam madinah kala itu
sudah mulai berbicara tentang pemerintahan yang islami, muamalah yang islami.
Bahkan umat islam madinah sudah berani untuk mejadikan negera sekitar “berperadaban
islam”. Maka ekspansi militer dari zaman rasul ini sudah mulai dijalankan.
Rasulullah telah mengajarkan bagaimana seharusnya Islam diamalkan oleh umat
muslim.
B.
MAKNA DAN ETIMOLOGI MADINAH
Madinah atau Madinah Al
Munawwarah: مدينة رسول الله atau المدينه, (juga Madinat Rasul Allah, Madīnah
an-Nabī) adalah kota utama di Arab Saudi.[1]
Merupakan kota yang ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Di sana
terdapat Masjid Nabawi yang memiliki pahala dan keutamaan bagi kaum Muslimin.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, kota ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan
Islam. Dari kota ini Islam menyebar ke seluruh jazirah Arabia
lalu ke seluruh dunia. Secara etimologi, kata Madinah merupakan kata benda yang
menunjukkan tempat yang artinya tempat yang ditempati dan dibangun peradaban
diatasnya.[2]
Pada
masa sebelum Islam berkembang, kota Madinah bernama Yatsrib. Kata Yatsrib
berasal dari kata Tamaddun yang berarti peradaban.[3]
Maksudnya kota atau Negara yang mencita-citakan tatanan masyarakat yang
berperadaban. Dan untuk mewujudkannya, Nabi Muhammad mengembangkan konsep ukhuwah
Madaniyah yakni komitmen bersama untuk hidup dalam sebuah kota atau negeri
yang berperadaban. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah, kota ini diganti namanya menjadi
Madinah sebagai pusat perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di
sana.
C.
MADINAH
SEBELUM KEDATANGAN RASUL
Sebelum
kedatangan islam ke Madinah, masyarakat Madinah menganut agama Yahudi dan
Nasrani. Adapula sebagian dari penduduk madinah yang beragama pagan, yaitu
kepercayaan kepada benda dan kekuatan alam seperti matahari, bintang, dan
bulan. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia pilihan
dan agama yang dianutnya adalah yang paling benar. Keadaan ini mengakibatkan
perselisihan antar agama yang berlangsung hingga islam masuk ke kota ini.
Letak
kota Madinah sangat strategis, yaitu dalam jalur perdagangan yang menghubungkan
Yaman di selatan dan Syiria di utara. Tempat ini juga merupakan daerah yang
subur dan menjadi pusat pertanian di Jazirah Arab. Oleh sebab itu,
masyarakatnya banyak yang bercocok tanam. Walaupun demikian, ada juga sebagian
masyarakat yang berdagang dan berternak. Karena kondisi alam yang seperti itu,
sebagian besar penduduk Madinah adalah pendatang yang datang dari wilayah utara
dan selatan.
Masyarakat
Madinah terdiri dari dua kelompok besar, yaitu kelompok Yahudi dan kelompok
Arab. Kelompok masyarakat yahudi terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu bani
Qainuqa, bani Quraizah, dan bani Nadir. Sementara itu, kelompok masyarakat arab
terdiri dari dua suku utama, yaitu suku ‘Aus dan Khazraj. Kehidupan dua
kelompok masyarakat ini tidak begitu harmonis. Mereka sering bertikai. Biasanya
masalah itu muncul karena perebutan daerah kekuasaan.
D. KONSEP
NEGARA MADINAH
Kota
Madinah memiliki konsep Negara, antara lain sebagai berikut:[4]
1. Sistem
Pemerintahan Madinah
a.
Mengamalkan
pemerintahan demokrasi melalui konsep syura dan musyawarah.
b.
Pemerintah
tertinggi ialah Rasulullah (zaman nabi Muhammad s.a.w) dan Khalifah (pada zaman
Khulafa’ ar Rasyidin).
c.
Badan
pemerintah tertinggi ialah majlis syura (ditubuhkan secara rasmi semasa
zaman Umar al-Khattab).
d.
Sistem
perundangan dikuat
kuasakan
melalui penggubalan Sahifah Madinah.
e.
Sistem
pemerintahan Negara Madinah secara keseluruhan dengan konstitusinya menganut paham
Desentralisasi. Masalah intern kelompok diselesaikan oleh kelompok
masing-masing, kecuali menyangkut masalah yang berhubungan dengan kelompok
lain.
2. Bentuk
Pentadbiran (Majlis Syura)
a.
Terdiri dari
pada semua umat Islam dan sahabat rasulullah.
b.
Tidak ada tempo
persidangan tetapi mengikut kepentingan Negara dan situasi politik.
c.
Semua rakyat
bebas mengemukakan ide dan pandangan untuk kemajuan Negara (kecuali bidang
agama).
d.
Khalifah Umar
al Khattab telah mengemaskinikan majlis syura dengan mewujudkan dua
jenis majlis syura yaitu Majlis Syura
Tertinggi dan Majlis Syura Am.
3. Sumber
Perundangan (Piagam Madinah)
a.
Digubal pada
satu dan dua Hijrah yang merupakan sumber perundangan di Madinah.
b.
Perlembagaan
bertulis yang pertama didunia juga dikenali Sahifah Madinah atau
Perlembagaan Madinah.
c.
Mengandungi 47 pasal berkaitan
tanggungjawab orang Islam dan Yahudi.
d.
Hukuman
berdasarkan Al Quran yaitu hudud,
qisas dan takzir.
e.
Pada zaman Umar
al Khattab, jabatan kehakiman dipisahkan dari jabatan-jabatan lain dan membentuk
mahkamah kadi-kadi khas bagi menguruskan perbicaraan dan peraturan-peraturan
kehakiman yang tertentu.
Piagam Madinah
itu juga mengandung prinsip kebebasan beragama, hubungan antar kelompok,
kewajiban mempertahankan kesatuan hidup, dan sebagainya. Inisiatif dan usaha
Muhammad dalam mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain,
menjadi suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat yang
akhirnya menjadi suatu negara di bawah pimpinan Nabi sendiri merupakan praktek siyasah,
yakni proses dan tujuan untuk mencapai tujuan.
E.
ASPEK PERADABAN MASA RASUL DI MADINAH
Setelah hirah ke Yathrib, maka kota tersebut dijadikan
pusat jama’ah kaum muslimin, dan selanjutnya menjadi ibu kota negara islam yang
segera didirikan oleh nabi, dengan dirubah namanaya menjadi Madinah. Di Kota
ini nabi mulai
1.
Pembangunan Masjid
Di tengah kota madinah , segera Nabi membangun masjid, yang menjadi pusat ibadah dan
kebudayaan , bahkan dijadikan markaz besar negara islam. Dr. Sa’id ramadhan
Al-buty menyatakan bahwa pembanguna masjid ini menjadi sangat penting karena
diantara ajaran dan adab-adab yang diajarkan islam adalah rasa persaudaraan dan
kecintaan diantara orang-orang muslim. Tetapi hal ini tidak akan terjadi
kecuali mereka berada di dalam masjid, ketika mereka bertemu berkali-kali
setiap harinya di masjid, maka kesenjangan jabatan, harta, dan kedudukan akan
gugur dengan sendirinya.[5]
Dengan pembanguna masjid ini, juga telah menumbuhkan ruh
keseteraan dan keadilan diantara kaum muslim, walaupun keadaan mereka
berbeda-beda, hal ini terealisasi ketika mereka bertemu di Masjid dan berada
pada satu saf menghadap keharibaan Allah. Hal ini tidak akan terjadi apabila
mereka berpaling dari masjid dan shalat dirumah mereka masing-masing dengan
tanpa menunjukkan kebersamaan dan persatuan dalam ibadah.[6]
2.
Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
Kemudian Rasulullah mempersaudarakan kaum muhajirin dan
Anshar, mereka dipersaudarakan atas dasar kesederajatan dan keadilan, dan juga
untuk saling mewarisi harta ketika mereka telah mati, yang menandakan ukhuwah
islamiyah dalam hal itu ialah lebih kuat dari tali persaudaraan.[7]
Nabi mempersaudarakan antara Ja’far bin abi thalib dengan Muadz bin Jabal, Hamzah bin Abdul
Mutallib dengan Zaid Bin Harithah, Abu Bakar As- Siddiq dengan Kharijah bin
Zubair, Umar Bin Khattab dengan Itban bin Malik, Abdurrahman bin ‘Auf dan Sa’ad
bin Rabi’, dan seterusnya.[8]
Inilah dasar kedua yang dijadikan oleh Rasulullah Saw.
Dalam membangun masyarakat sekaligus negara Islam di Madinah. Posisi penting
kedua ini dapat kita lihat dalam beberapa poin dibawah ini:
Pertama, negara manapun yang ada dimuka bumi tidak akan
berdiri tegak kecuali atas persatuan dan kesatuan warganya. Padahal persatuan
dan kesatuan tidak akan terwujud jika tidak ada ikatan persaudaraan dan rasa
kasih sayang yang kuat. Sebuah komunitas yang tidak diikat oleh tali persaudaraan
yang tulus, pasti tidak akan mampu menyatukan pandangan dengan baik. Dan ketika
sebuah komunitas atau bangsa tidak memiliki sebuah pengikat yang baik,
merekapun tidak akan pernah bisa membangun sebuah negara yang kuat.[9]
Kedua,
Rasulullah menjadikan nilai perdaudaraan yang beliau sematkan di kalangan
Muhajirin Dan Anshar, sebagai landasan penerapan prinsip-prinsip keadilan
sosial, untuk kemudain diterapkan pada sebuah masyarakat yang diakui sebagai
masyarakat paling teratur di muka bumi.[10]
Secara
bertahap, prinsip keadilan bagi masyarakat Madinah, menjadi aturan hukum dan
syari’at yang berlaku bagi semua golongan . dan kesemuanya itu dibangun atas
landasan pokok yang peertama, yaitu persaudaraan islam (ukhuwwah islamiyah).
Jika bukan karena persaudaraan agung yang dibangun diatas landasan akidah islam
ini, tentu semua prinsip luhur itu tidak akan memberi pengaruh positif bagi
umat islam.[11]
Ketiga, makna
interpretatif dibalik syiar
persaudaraan. prinsip persaudaraan yang dibangun Rasulullah saw. dikalangan sahabat tentu saja bukan hanya retorika kosong yang
disampaikan dari mulut ke mulut, melainkan dipratikkan disemua lini kehidupan
masyarakat Muhajirin dan Anshar.[12]
F.
KESIMPULAN
Selama kurang lebih 13 tahun di Mekah, Nabi
Muhammad dan umat Islam belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang
menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi satu komunitas yang bebas dan
merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah yang sebelumnya disebut
Yatsrib. Jika di Mekah mereka sebelumnya merupakan umat lemah yang tertindas,
maka di Madinah mereka mempunyai kedudukan yang baik, kuat, dan dapat berdiri
sendiri.
Komunitas Islam itu terdiri dari para
pengikut Nabi yang datang dari Mekah (Muhajirin) dan penduduk Madinah yang
telah memeluk Islam serta yang telah mengundang Nabi ke Madinah (Anshar). Di
antara penduduk Madinah terdapat juga komunitas lain, yaitu orang Yahudi dan
sisa-sisa orang Arab yang belum memeluk Islam. Umat Islam di Madinah merupakan
bagian dari masyarakat yang majemuk.
Tidak lama sesudah hijrah ke Madinah,
Muhammad saw membuat suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama. Ia
memandang perlu meletakkan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah agar
terbentuk kesatuan hidup di antara seluruh penduduknya. Dalam piagam itu
dirumuskan prinsip-prinsip dan dasar-dasar tata kehidupan bermasyarakat,
kelompok-kelompok sosial Madinah, jaminan hak, dan ketetapan kewajiban. Piagam
Madinah itu juga mengandung prinsip kebebasan beragama, hubungan antar
kelompok, kewajiban mempertahankan kesatuan hidup, dan sebagainya. Insiatif dan
usaha Muhammad dalam mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan
lain, menjadi suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat
yang akhirnya menjadi suatu negara di bawah pimpinan Nabi sendiri merupakan
praktek siyasah, yakni proses dan tujuan untuk mencapai tujuan.
DAFTAR
PUSTAKA
bin Ishaq, Muhammad bin Yassar. Sirah Ibnu Ishaq “terj” Dewi
candraningrum.
surakarta: Muhammadiyah University press. 2002.
Ramadhan Al-Buty, Mohammad Sa’id. fiqhu As-sirah Al-nabawiyah. Cairo: Dar
As-Salam. 1999.
Ramadhan Al-buthy, Sa’id. Fiqh sirah nabawiyah “terj” Fuad Syaifuddin Nur. Jakarta:
Hikmah. 2010.
Shiraj, Said Aqil. Tasawuf sebagai Kritik Sosial: mengedepankan
Islam sebagai inspirasi. Ebook.
Jakarta: Mizar Store.
Supriyadi, Dedi. Sejarah
Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2008.
Website:
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), 64.
[2] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Peradaban Islam Madinah,
(Jakarta: Tazkia
Publishing, 2012), 5.
[3] Said Aqil Shiraj, “Tasawuf sebagai Kritik Sosial: mengedepankan
Islam
sebagai inspirasi” Ebook, (Jakarta: Mizar Store), 51.
[4] Solihat, “Konsep - konsep Negara Madinah,”
dalam
As-Salam,1999),144.
surakarta: Muhammadiyah University press,
2002)
(Jakarta: Hikmah,2010), 232.