A.
PENDAHULUAN
Sejarah bukan
semata-mata rangkaian fakta belaka, tetapi sejarah adalah sebuah cerita. Penyusun cerita sejarah adalah seorang
manusia yang ikut serta dalam sejarah. Ia bukan seorang penonton yang berdiri
di luar gelanggang, ia bukan seorang ahli penyelisihan yang sedang mengawasi
suatu percobaan kimia. Penyusun sendiri ikut memainkan peranan di panggung
peristiwa, ia adalah juga pemeran dalam sejarah. Secara tidak langsung ia ikut
membentuk sejarah sebagai pegawai, sebagai pedagang, sebagai petani dan sebagainya.
Ilmu sejarah
termasuk ilmu-ilmu empiris (bahasa Yunani empeiria berarti pengalaman).[1]
Sejarah sangat tergantung pada pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen-dokumen
itulah yang akan diteliti sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta itulah
yang di interpretasi. Dari interpretasi atas fakta-fakta barulah muncul tulisan
sejarah.
Bagi sarjana
ilmu sosial, sejarah adalah sejarah sosial, tanpa mempersoalkan apakah para
sejarawan menggolongkannya sebagai sejarah sosial, sejarah politik, sejarah
ekonomi, sejarah agama atau sejarah suatu bidang lainnya.[2]
oleh karena itu tidak semata-mata ditujukan pada masa lalu, dengan cara
sebagaimana akan dilakukan oleh sarjana ilmu sosial. Lebih tepat kalau kita katakan,
bahwa sedang muncul suatu metode baru untuk mempelajari sejarah bermacam bidang
yang bertujuan untuk memenuhi kriteria-kriteria ilmu sosial dan yang memberikan
atau akan dapat memberikan bukti-bukti untuk menjelaskan tugas seorang ahli
sosiologi, seorang ahli antropologi, seorang ahli psikologi kemasyarakatan, dan
seterusnya. Seorang sejarawan yang yang bekerja dengan cara ini mempergunakan
teori-teori, kategori-kategori, dan teknik-teknik seorang sarjana sosial, yang
pekerjaannya dicoba untuk disamainya. Seorang sarjana sosial apabila ia menoleh
ke masa lampau untuk mencari bukti-bukti mencoba untuk menguasai pandangan dan
metode seorang sejarawan. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah
sebagai ilmu Sosial yang mana memiliki hubungan dengan politik.
B.
DEFINISI SEJARAH
DAN POLITIK
Pengertian
sejarah dalam Bahasa Indonesia adalah sama dengan History (Inggris),
Geschichte (Jerman) atau Geschiedenis (Belanda). Sama berarti
kurang lebih sama, sebab jumlah definisi yang memberikan arti kepada perkataan
sejarah, History dan sebagainya itu banyak sekali. Definisi-definisi
dalam beberapa Bahasa itu menunjukkan dengan tegas bahwa yang disebut sejarah
adalah tiga hal yang bulat. Pertama, yaitu kejadian-kejadian peristiwa
seluruhnya yang berhubungan dengan nyata didalam manusia sekitar kita. Kedua,
yaitu cerita yang tersusun secara sistematis (serba rapi-teratur) dari
kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa umum. Ketiga, yaitu ilmu yang
bertugas menyelidiki perkembangan Negara-negara, peristiwa-peristiwa dan
kejadian lampau.[3]
Kata politik
berasal dari Bahasa Yunani yaitu Polis yang berarti kota/ Negara dan teta
berati urusan. Politik ini dapat berarti dari, untuk atau yang
berkaitan dengan warga Negara, adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan
antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional.[4]
Disamping itu
politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, antara lain sebagai
berikut:
1.
Politik adalah usaha yang ditempuh
warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
2.
Politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara
3.
Politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan kekuasaan di masyarakat
4.
Politik adalah segala sesuatu
tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik
C.
SEJARAH
SEBAGAI ILMU SOSIAL
Setiap gejala sejarah
yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas atau kelompok, dapat
disebut sejarah sosial. Adapun manifestasi kehidupan sosial beraneka ragam,
seperti kehidupan keluarga beserta pendidikannya gaya hidup yang meliputi
pakaian, perumahan, makanan, perawatan kesehatan, segala macam bentuk rekreasi,
seperti permainan, kesenian, olahraga, peralatan, upacara dan lain sebagainya.
Dengan demikian ruang lingkup sejarah sosial sangat luas oleh karena hampir
segala aspek kehidupan mempunyai dimensi sosialnya.[5]
Semua cabang
ilmu sosial seperti politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi,
psikologi dan lainnya juga merupakan ilmu bantu sejarah. hal itu disebabkan karena
manusia sebagai makhluk sosial dalam berbagai aspek kehidupannya tidak terlepas
dari aspek-aspek lainnya. bahkan dikalangan para ahli berbeda pendapat dalam
menempatkan sejarah, apakah termasuk ilmu sastra atau ilmu sosial. Oleh karena
itu studi sejarah yang komprehensip dan multidimensional memerlukan bantuan
konsep-konsep ilmu-ilmu sosial untuk menjelaskan suatu gajala sejarah (social
scientific approach). Berdasarkan kenyataan ini, sebagian sejarawan tidak
ragu lagi meenempatkan sejarah dalam kelompok-kelompok ilmu sosial.[6]
Rapproachement
atau proses
saling mendekati antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu social desebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:[7]
a. Sejarah
deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan pelbagai
masalah atau gejala yang serba kompleks.
b. Pendekatan multidimensional
atau social scientific adalah yang paling tepat untuk dipergunakan sebagai cara
menggarap permasalahan atau gejala tersebut diatas.
c. Ilmu-ilmu sosial
telah mengalami perkembangan pesat, sehingga dapat menyediakan teori dan konsep
yang merupakan alat analisis yang relavan sekali untuk keperluan analisis
historis.
d. Lagi pula,
studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif tentang apa,
siapa, kapan, dimana, dan bagaimana, tetapi juga ingin melacak pelbagai
struktut masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam pelbagai bidang
dan lain-lain. Kesemuanya itu menuntut adanya alat analitis yang tajam dan
mampu mengekstrapolasikan fakta, unsur, pola dan sebagainya.
D.
TUJUAN
PENULISAN SEJARAH
Sebagian
besar, sejarawan tidak mempermasalahkan definisi sejarah. Mereka hanya
meneliti, menulis tentang sejarah kemudian mengajarkannya. Sekalipun demikian,
dilihat dari penulisannya dan permasalahan-permasalahan dasar yang diajukan,
orang mendapat kesan mengenai apa yang mereka anggap sebagai sejarah. Bila
untuk sementara dikesampingkan sikap menganggap sejarah bukan semata-mata suatu
gambaran mengenai masa lampau, tetapi suatu cermin masa depan, maka orang dapat
membedakan tiga jenis penulisan sejarah, antara lain sebagai berikut:
1.
Sejarah
Ideologis
Titik tolak
yang paling penting dalam jenis sejarah macam ini adalah pencarian arti
subyektif dari peristiwa sejarah. Masa lampau dipelajari bukan demi pengetahuan
mengenai masa lampau tetapi demi lambang yang bisa digunakan untuk masa kini.
2.
Sejarah
Pewarisan
Ciri-ciri
utama penulisan sejarah yang dapat dinamakan sejarah pewarisan adalah kisah
kepahlawanan, dan perjuangan kemerdekaan.
3.
Sejarah
akademik
Jenis
penulisan sejarah semacam ini dapat dinamakan tidak bersifat ideologi atau
tidak bersifat filosofis. Segi positifnya, penulosan sejarah ini mencoba untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai masa silam yang ditopang dengan tradisi
akademik.
Ada beberapa
tokoh yang berpendapat mengenai tujuan sejarah antara lain sebagai berikut:
a.
Menurut Prof. Sardjito mengatakan
bahwa semua orang mengetahui betapa besarnya peranan dan pengaruh serta peranan
pengetahuan sejarah terhadap pertumbuhan jiwa, lebih-lebih pentingnya pengaruh
sejarah, pada saat sedang mulai membangun jiwa pemuda-pemudi, supaya
perkembangannya jangan salah arah, hingga menjadi pemuda-pemudi yang tidak tahu
keagungan leluhur dan tidak dapat menghargai adat-istiadat yang memberi corak
kepada kebudayan bangsa.
b.
Sultan Hamengku buwono IX mngatakan
bahwa sejarah Indonesia bagi bangsa Indonesia, diharapkan tidak hanya bagi
generasi yang sekarang akan tetapi justru bagi generasi yang akan datang.
c.
Menurut Prof. Prijono menyatakan
bahwa sejarah merupakan salah satu alat yang terpenting untuk menumbuhkan atau
mempertebal nasionalisme dan patriotisme, cinta kepada bangsa dan tanah air.
d.
Menurut Nugroho Notosusanto bahwa
guna sejarah ada tiga macam:
1)
Memberi pendidikan
2)
Memberi Ilham inspirasi
3)
Memberi kesenangan atau pleasure
E.
HUBUNGAN
SEJARAH DENGAN ILMU POLITIK
Salah satu
segi kehidupan manusia yang sangat menarik, ialah kehidupan politiknya.
Aristoteles menyebut manusia zoon politiccon (binatang berpolitik).
Istilah itu dalam Bahasa Inggris diartikan man is social and political
being. Oleh orang-orang Barat yang cara berpikirnya bertolak pangkal pada ucapan
Aristoteles itu mengartikannya: manusia mempunyai sifat mencari sesamanya.
Tidak dapat disangkal bahwa pelbagai peristiwa politik memiliki arti sangat
besar dalam sejarah kehidupan manusia, karena jangkauan pengaruhnya sedemikian
luas.[8]
Pada mulanya
politik adalah tulang punggung sejarah (politics is the backbone of history).
Oleh karena buku-buku teks sejarah berisi rentetan kejadian-kejadian mengenai
raja, Negara, bangsa, pemerintahan, parlemen, pemberontakan, kelompok-kelompok
kepentingan (militer, partai, ulama, bangsawan, petani), dan interaksi antara kekuatan-kekuatan
itu dalam memperebutkan kekuasaan, ada ungkapan “History is past politics,
politics is present history” (ucapan Sir John Robert Seeley, sejarawan
Inggris, 1834-1895) yang dengan pasti menunjukkan keterkaitan antara politik
dan sejarah. Dominasi politik dalam penulisan sejarah itu menjadi kewajaran
untuk waktu yang lama.[9]
Disini ditegaskan
bahwa sejarah adalah identik dengan politik, sejauh keduanya menunjukkan proses
yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serat peranannya dalam
usaha memperoleh “apa, kapan, dan bagaimana”. Untuk memahami pernyataan itu
sudah barang tentu kita beranggapan bahwa sejarah disini terutama menyoroti
dimensi politik seperti yang lazim kita hadapi dimasa lalu sewaktu sejarah
politik masih dominan dalam penulisan sejarah.[10]
Namun,
sejarawan Perancis meragukan keterkaitan sejarah dan politik semacam itu. Kalau
sejarah hanyalah sejarah politik, sejarah akan menjadi sempit. Sementara itu
kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu sosial juga mempengaruhi ilmu sejarah ada rapproachement
(pendekatan kembali) antara ilmu sejarah dengan ilmu sosial. Penggunaan
ilmu-ilmu sosial dalam penelitian sejarah sebenarnya sudah dianjurkan oleh The
New History di Amerika tahun 1960-an. Sejarah yang semula bersifat diakronik
ditambah dimensi sinkronik. Sejarah politik tidak terkecuali,
pendekatan-pendekatan ilmu sosial juga menjadi penting ada lagi perkembangan
baru.
Sejarah yang
semula hanya mempelajari masa lalu yang jauh, mempelajari juga masalah-masalah
kontemporer. Akibatnya penelitian sejarah berhimpitan dengan obyek ilmu-ilmu
sosial. Definisi sejarah sebagai a science of change dari waktu ke waktu
hendaknya dipertahankan. Dengan cara itu, sejarah politik kontemporer Indonesia
dapat saja menulis masalah yang sangat kontemporer, misalnya perubahan politik
yang terjadi baru-baru ini. Jadi duplikasi dapat dihindari dengan menekankan
kembali aspek waktu, perubahan, perkembangan dan kesinambunagn. Dengan cara
ini, sejarah sebagai kecerdasan bersama akan lebih bermanfaat dalam proses
pencerdasan bangsa..
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Taufik. Ilmu Sejarah dan historiografi. Jakarta: Gramedia. 1985.
Ali, R. Moh. Pengantar
Ilmu Sejarah Indonesia. Bandung: Bintang. 1961.
Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial
dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1992.
Kasdi ,
Aminuddin. Memahami Sejarah. Surabaya: UNESA University Press. 2011.
Kuntowijoyo. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2003.
Referensi Web:
http://id.m.wikipedia.orgwiki/politik,html.
[1] Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu
Sejarah. (Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, 1995), 60
[2] Taufik Abdullah, Ilmu Sejarah dan
Historiografi, (Jakarta: Gramedia, 1985), 137
[3] R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah
Indonesia, (Bandung: Bintang, 1961), 11-12
[4] http://id.m.wikipedia.orgwiki/politik,html.
[5] Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial
dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 50
[6] Aminuddin Kasdi, Memahami Sejarah, (Surabaya:
UNESA University Press, 2011), 64
[7] Ibid,. Sartono Kartodirjo, 120
[8] Ibid,. Aminuddin Kasdi, 92
[9] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah,(Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2003), 174
[10] Ibid,. Sartono Kartodirjo, 149
Tidak ada komentar:
Posting Komentar