REORIENTASI
PEMBAHARUAN ISLAM
Oleh: Budhy
Munawar Rachman
v MUI sendiri mendefi nisikan sekularisme sebagai paham yang
memisahkan urusan dunia dari agama, dimana agama hanya digunakan untuk mengatur
hubungan pribadi dengan Tuhan, sedang kan hubungan sesama manusia diatur hanya
dengan berdasarkan kesepakatan sosial saja.
v Buku ini akan berisi uraian-uraian di sekitar masalah tersebut, di
mulai dengan penjernihan istilah sekularisme dan komplek sitasnya; Diskursus
sekularisme dalam Islam dengan konteks masalah hubung an Islam dan negara;
Debat sekularisasi dan sekularisme di Indonesia; Munculnya gerakan Islam
kultural yang berusaha memikirkan ulang masalah hubungan agama dan negara;
Respons intelektual Islam Progresif Indonesia atas Fatwa MUI tentang
sekularisme; Dan bagaimana reaksi kalangan Islam Radikal tentang masalah agama
dan negara, yang akan dibicarakan sebagai “pemikiran dan gerakan anti-
sekularisme”.
v Istilah sekularisme pertamakali digunakan oleh penulis Inggris
George Holyoake pada tahun 1846.
v Secara kebahasaan, istilah sekularisasi dan sekularisme berasal
dari kata latin saeculum yang berarti sekaligus ruang dan waktu.
v Sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip
moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supranaturalisme.
v Secara konseptual sekularisme itu sendiri adalah paham tentang
pemisahan antara agama dengan politik. Jadi, dengan pemaham an semacam itu
berarti agama itu adalah urusan pribadi dan masyarakat; bukan urusan politik
v Barry Kosmin membagi sekularisme mutakhir menjadi dua jenis,
sekularisme keras dan ekularisme lunak.
Menurutnya, “Sekularisme keras menganggap pernyataan keagamaan tidak mempunyai
legitimasi secara epistemologi dan tidak dijamin baik oleh akal maupun
pengalaman.” Namun, dalam pandangan sekularisme lunak, ditegaskan bahwa
pencapaian kebenaran mutlak adalah mustahil dan oleh karena itu, toleransi dan
skeptisme yang sehat—bahkan agnostisisme—harus menjadi prinsip dan nilai yang
dijunjung dalam diskusi antara ilmu pengetahuan dan agama.
v Defi nisi yang diberikan Holyoake bahwa sekularisme adalah suatu
sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama wahyu
atau supranaturalis tersebut dapat ditafsirkan secara lebih luas, bahwa
sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama, dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan
dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan, serta
tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu. Artinya, perdebatan mengenai sekularisme
tidak lagi menyentuh label dan kemasan, tapi menyentuh isi dan substansi.
v Sekularisasi diartikan sebagai pemisahan antara urusan negara, atau
lebih luas politik, dan urusan agama; atau pemisahan antara urus an duniawi dan
akhirat.
v Harvey Cox yang terkenal dengan bukunya The Secular City me
ngemukakan tiga aspek sekularisasi, yaitu pembebasan alam dari ilusi (disenchantment
of nature), desakralisasi politik (desacralization of politics), dan
pembangkangan terhadap nilai-nilai (deconsecration of values). Yang pertama,
dimaksudkan pembebasan alam dari pe ngaruh Ilahi yang mencakup kepercayaan
animistis, dewa-dewa, dan sifat magis dari alam. Yang kedua, penghapusan
legitimasi ke kuasaan dan wewenang politik dari agama. Dan yang ketiga,
berarti bahwa nilai-nilai, termasuk nilai agama, terbuka untuk perubahan yang
di dalamnya manusia bebas menciptakan perubahan itu dan membenamkan dirinya
dari proses evolusi.
v Untuk mempertajam pemahaman tentang perbedaan sekularisasi dan
sekularisme, ada satu istilah yang diperkenalkan para ahli yaitu “sekularisasionisme”.24
Istilah ini tampaknya hampir sama dengan sekularisme, tetapi sebenarnya
berbeda. Kata “isme” dalam penggunaan istilah sekularisme biasa diartikan
sebagai “ideologi”.25 Jika ideologi berarti seperangkat ide-ide umum, termasuk
program fi losofi s, dan dimaksudkan sebagai suatu pandangan dunia dari suatu
masyarakat atau negara, maka sekularisasi di sini adalah ideologi. Dalam
pengertian ini, “sekularisasi” menjadi “sekularisa sionisme” dan dibandingkan
dengan sekularisme, sama-sama merupakan suatu ideologi. Istilah
sekularisasionisme mempunyai pengertian bahwa sekularisasi tidak hanya
merupakan suatu proses sejarah seperti banyak teolog dan sosiolog kemu kakan,
tetapi juga bisa dimaknai sebagai proses di mana manusia atau masyarakat di
dalamnya terlibat aktif mewujudkan suatu program filosofi s, atau pandangan
dunia. Mereka yang terlibat aktif mencipta kan proses sekularisasi ini disebut
menciptakan suatu paham ideologi yang disebut sekularisasionisme.
v Dari pengertian ini maka sekularisasi bisa menjadi ideology jika
merupakan suatu pandangan dunia yang diterima masyarakat; dan sekularisme bisa
tidak merupakan ideology jika tidak merupakan pandangan dunia yang diterima
masyarakat. sekularisme tidak akan terjadi tanpa melalui sekularisasi.
Sebaliknya, sekularisasi adalah suatu proses bertahap menuju sekularisme.
v Inti dari gagasan Nurcholish itu adalah bahwa “sekularisasi bukan
merupakan paham yang statis tetapi suatu proses yang terus berlangsung”.
v Indonesia merupakan negara yang unik karena negara ini mayoritas
muslim tetapi tidak memilih islam sebagai dasar negara.
v Fatwa MUI tersebut sangat kontroversial dengan konstitusi negara.
Tak pelak, fatwa tersebut menuai polemik, pro dan kontra, baik dari kalangan konservatif
maupun progresif.
v penolakan terhadap pemikiran Islam dan sekularisasi atau
sekularisme, terjadi karena ada pandangan yang menghegemoni bahwa Islam
merupakan ajaran suci, karena itu sekularisasi dianggap sebagai barang haram
yang tidak boleh dijamah jika menginginkan agar kemurnian Islam tetap terjaga.
v Sekularisme adalah landasan
demokrasi
v Luthfi Assyaukanie mengatakan: Landasan demokrasi sendiri adalah
sekularisme, negara yang demokratis adalah negara yang sekular. Itu sebuah
aksioma yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak mungkin demokrasi tumbuh
dalam platform negara yang berbentuk agama atau ideo logi tertentu yang
anti- demokrasi. Dengan aksioma itu, saya ingin mengatakan, kalau negara-negara
Muslim mengadopsi demokrasi,maka mereka juga harus mengadopsi prinsip-prinsip
negara sekular. Hanya dengan prinsip sekularisme demokrasi bisa berkembang.
Dengan demikian, kalau Indonesia tetap meng inginkan sistem demokrasi, maka tak
ada pilihan lain kecuali menjadi negara sekular.
v Sekularisme membendung terjadinya absolutism
keagamaan
v Di sini Dawam membedakan antara sekularisasi dan sekularisme.
Tetapi pembedaan tersebut bukan tidak berhubungan. Sekularisasi adalah proses,
dan sekularisme adalah pahamnya—atau ideologinya. Sekularisme akan menghasilkan
diferen siasi—yaitu pembedaan otoritas keagamaan dan negara, tetapi tidak harus
berarti decline of religion. Bahkan sebaliknya bisa menghasilkan
perkembangan keagamaan yang sangat positif. sekularisme itu justru sejalan
dengan ajaran Islam. Karena dalam Islam hanya mengenal kebenaran mutlak itu
hanya di ta ngan Tuhan. Ada kedaulatan Tuhan, tetapi kita tidak mengerti di
mana wujud kedaulatan Tuhan itu, di mana kita tidak mengerti eksekusi Tuhan,
dan bagaimana mekanisme Tuhan dalam hal ini.58 Oleh karena itu sekularisme
memang diperlukan untuk menghindari klaim memegang otoritas ketuhanan.
Sekularisme penting di lakukan “untuk membendung absolutisme keagamaan”.
v Dawam mengatakan, “MUI seenaknya sendiri men defi nisikan
pluralisme, liberalisme dan sekularisme untuk kemudian mengharamkannya.
Tampaknya bukan ilmu dan bacaan yang menjadi sandarannya, melainkan prasangka.
v Sekularisme menyelamatkan agama
v Jika kita cermati justru di negara sekularlah orang bisa bebas
beragama. Sebaliknya, dalam negara-agama biasanya negara itu didominasi oleh
satu agama atau satu mazhab agama. Di negara secular keberadaan semua aliran
diperkenankan. Jadi, kebebasan beragama betul-betul dijamin di negara sekular.
v Pancasila sebagai objektivikasi
Islam
v Pancasila sebagai dasar negara sudah menjadi kesepakatannbersama,
tinggal bagaimana kita mengimplementasikan sila-sila yang ada di dalamnya, yang
berisi tentang ketuhanan, kemanusia yang adil dan beradab dan lain sebagainya.
Menurutnya, nilai-nilai dasar demikian bukan hanya sesuai dengan masyara kat
Indonesia, tetapi juga sudah sesuai dengan ajaran agama.
v Dan dalam kenyataannya, dasar fi losofi yang terkandung di dalam
Pancasila tersebut memang telah teruji di dalam sejarah kehidupan
masyarakat-bangsa. Dengan demikian, Pancasila sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Atau bisa dibalik, bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam tidak
bertentangan dengan Pancasila.
v Sekularisme bukan meminggirkan
agama, tetapi pembagian peran
v Dalam sekularisme, eksistensi agama tidak dipinggirkan. Karena bagaimanapun
agama merupakan kebutuhan yang paling fundamental dalam diri manusia, sehingga
keberadaannya tidak bisa dipisah kan dari kehidupan manusia.
v Saiful Mujani mengingatkan, “jika sebuah kebijakan dibuat dengan pertimbangan
agama tertentu, kebi jakan tersebut bukanlah kebijakan rasional. Karena sebuah
kebijakan yang berlaku publik, kalau ia didasarkan pada agama tertentu, akan
menimbulkan persoalan terhadap pemeluk agama lain.
v Zainun Kamal, “Justru di negara sekular lah agama bisa tumbuh subur
secara bebas karena negara me lindungi agama-agama tanpa bermaksud
mengintervensinya. Oleh karena itu, yang harus diperjuangkan adalah sekularisme
yang bisa berdampingan dengan agama. Karena, di setiap bangsa tidak ada orang
yang benar-benar tidak menganut paham sekular; dan tidak ada pula yang
benar-benar tidak beragama. Sementara Islam justru mengalami proses
sekularisasi jauh sebelum itu. Menurutnya, masa Nabi merupakan proses
sekularisasi yang lebih awal dalam peradaban Islam. Sebab, agama-agama di Arab
pada masa sebelum Islam lebih bermuara pada hal-hal yang sifatnya mistis, yang
terpisah dari aturan-aturan rasional ke masyarakatan
v Dalam negara Madinah, Nabi tidak memaksakan suatu agama tertentu
untuk menjadi platform bersama. Platform yang diambil justru sama
sekali sekular... Oleh karena itu, menurut hemat saya, negara Madinah sama
sekali bukan model negara Islam, melainkan negara sekular, yakni negara yang
memisahkan antara agama, urusan agama yang dianut oleh masyarakatnya, dengan aturan
bersama. Di situ terlihat bahwa yang paling dasar adalah kesepakatan bersama.
Begitu kesepakatan dilanggar, terjadilah masalah.
v Sekularisme bersahabat dengan agama
v Dalam pandangan Azyumardi, sekularisme tidaklah berarti mengecilkan
peranan agama. Namun demikian, Azyumardi tidak menafi kan adanya berbagai model
penerapan sekularisme di sejumlah negara. Ia membagi penerapan sekularisme menjadi
dua, yakni sekularisme yang friendly, bertemandengan agama atau tidak
memusuhi agama. Contohnya: negara amerika yang memberi kebebasan perempuan
dalam berjilbab. sekularisme unfriendly
atau religiously
unfriendly secularism—yaitu sekularismeyang bermusuhan terhadap agama.
Contohnya: di negara turki menerapkan kebijakan perempuan dilarang berjilbab,
larangan adanya sebutan identitas Islam
v Agama sebagai sumber moral negara
v Masdar F. Mas’udi yang mengatakan bahwa masing-masing agama
mempunyai nilai-nilai universal yang bisa diinternalisasikan menjadi jiwa
negara modern. Misalnya, sebutlah Kristen. Kristen mempunyai nilai-nilai kasih
kepada yang lemah. Ini telah menunjukkan bahwa dalam ke kristenan ada nilai
universal. Dalam agama Hindu ada ajaran dari Gandhi tentang anti-kekerasan,
yang relevan dengan negara modern. Begitu juga Buddha dan agama-agama lainnya.
v Masdar F. Mas’udi yang mengatakan bahwa masing-masing agama
mempunyai nilai-nilai universal yang bisa diinternalisasikan menjadi jiwa
negara modern. Misalnya, sebutlah Kristen. Kristen mempunyai nilai-nilai kasih
kepada yang lemah. Ini telah menunjukkan bahwa dalam ke kristenan ada nilai
universal. Dalam agama Hindu ada ajaran dari Gandhi tentang anti-kekerasan,
yang relevan dengan negara modern. Begitu juga Buddha dan agama-agama lainnya.
v Fatwa MUI bisa memicu terjadinya
kekerasan atas nama agama
v Masdar F. Mas’udi, menyayangkan fatwa MUI karena akan mengakibatkan
semakin meluasnya kekerasan atas nama agama, lewat penyesatan dan pengkafi ran.
Masdar F. Mas’udi, menyayangkan fatwa MUI karena akan mengakibatkan semakin
meluasnya kekerasan atas nama agama, lewat penyesatan dan pengkafi ran.
mengeluarkan fatwa seperti itu berisiko akan dipakai oleh orang-orang yang
sudah ketagihan dengan kekerasan untuk menjustifi kasi tindakan mereka.
v Jika sekularisme adalah suatu paham yang mengandung tujuan-tujuan
tertentu dan prosesnya dicapai, sementara sekularisasi adalah suatu proses yang
merupakan perkembangan masyarakat. Sekularisasi lebih kepada proses, sedangkan
sekularisme lebih menyangkut pada prinsip bahwa kita setuju dengan proses
seperti itu. Karena itu, pembedaan antara sekularisasi dan sekularisme itu ti
dak ada substansinya.
v MASALAH ISLAM DAN NEGARA
v Dalam pemikiran politik Islam kontemporer, khususnya yang me
nyangkut kajian agama dan negara, setidaknya ada tiga model pemi kiran:
“sekularis”, “tradisionalis” dan “reformis”.
v Kelompok “sekularis” berpandangan bahwa Islam hanya mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, sehingga aturan kenegaraan sepenuhnya menjadi
wewenang manusia.
v Sebaliknya pola “tradisionalis-revivalis” berpandangan bahwa Islam tidak
hanya merupakan sistem kepercayaan dan sistem ibadah, tetapi juga sistem
kemasyarakatan dan kenegaraan, sehingga ia lebih tepat disebut sebagai way
of life bagi pemeluknya.
v Adapun pola “reformis” menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang
semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi bukan pula agama
yang paripurna, yakni mencakup segala aturan yang serba detail dan rinci, termasuk
aturan menge nai hidup kenega raan.
v SEKULARISME DI INDONESIA
v Meringkas tiga tipe di atas, setidaknya ada dua tipologi yang akan
dipakai dalam analisis ini, di mana kita akan mengklasifikasikan para pemikir
Muslim dalam diskursus hubungan antara agama dan negara. Pertama, para
“intelektual organik” atau “revivalis” atau yang sekarang lebih dikenal
“islamis”, bahkan “radikal”, yaitu mereka mengklaim perlunya penyatuan antara
dimensi Ilahiah dalam politik, karena menurut mereka Islam mempunyai jangkauan
yang luas dan meliputi seluruh spektrum kehidupan. Kedua, para
“intelektual sekular”, yaitu mereka yang mengklaim keharusan pemisahan antara
agama dan negara. Hal ini untuk menjaga dan melestarikan eternalitas dan
kesempurnaan agama (Islam)
v Dalam perkembangan pemikiran politik Islam di Indonesia, baik sayap
islamis (Agus Salim) atau radikal maupun sayap sekularis atau Islam Progresif
(Soekarno), keduanya berusaha memperoleh pengaruh di kalangan umat Islam. Lebih
jauh masalah hubungan Islam dan negara pertama kali muncul dalam per debatan
tentang weltanschauung (dasar negara) di dalam sidang-sidang BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dalam sidang tersebut
muncul perdebatan panjang tentang perlunya dasar negara yang akan dibentuk.
Perde batan panjang seputar isu tersebut pada akhirnya melahirkan dua ke lompok
besar dalam BPUPKI, yaitu kelompok “nasionalis sekular” dan “nasionalis Islam”.
Kelompok pertama menginginkan ideology kebangsaan bagi negara yang akan
dibentuk. Sebaliknya kelompok kedua menghendaki ideologi agama, yaitu Islam.
keputusan BPUPKI mengenai dasar negara Indonesia adalah ideologi kebangsaan dan
bukan Islam. Hal ini juga terlihat jelas ketika
ada pengasahan UUD 1945 dan penghapusan 7 kata dalam piagam Jakarta.
Tidak berhenti sampai disini saja perjuangan kelompok islamis terus ingin
mempertahankan pendapatnya. Namun, Soekarno tidak habis pemikiran sehingga
beliau mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan
dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959, Soekarno jelas men demonstrasikan tingkat
tinggi kekuasaan yang ia pegang.
v Dawam Rahardjo—seorang pemikir Muslim yang mendukung sepenuhnya
sekularisme di Indonesia—yang mengatakan bahwa Pancasila mengandung unsur
“sekularis”. Artinya, negara Republik Indonesia bukanlah negara teokrasi yang
berada di bawah pemimpin agama, terutama ulama. Tetapi negara juga bersifat positif
terhadap agama, karena negara berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa di mana negara
menjamin kebebasanberagama—negara tidak mencampuri urusan agama, tetapi melindungi
dan memelihara nya; Negara menyerap nilai-nilai luhur agama; dan negara memberi
kemudahan untuk kegiatan keagamaan.
v Pendapat Nurcholis MadjidIslam Yes, Partai Islam No, adalah bagian
dari ijtihad intelektual Nurcholish dalam masa yang cukup panjang, walaupun
gagasan-gagasan itu di awal-awal kemunculannya telah mengundang perdebatan,
baik yang pro maupun kontra.
v Respon Nurcholis Madjid menurut al-Attas, Islam menolak penerapan apa
pun mengenai konsep-konsep sekular, sekularisasi maupun sekularisme, semua
konsep itu bukan milik Islam dan berlawanan dengannya dalam segala hal. Dengan
kata lain, Islam menolak secara total manifestasi dan arti sekularisasi baik
eksplisit maupun implisit, sebab sekularisasi bagaikan racun yang bersifat
mematikan terhadap keyakinan yang benar (iman).
v Sekularisme di Indonesia Kini
v pada era reformasi, gerakan Islam Radikal yaitu Islam garis
keras—banyak bermunculan, seperti gerakan Front Pembela Islam ( FPI), Laskar
Jihad, Majlis Mujahidin Indonesia ( MMI), dan lain-lain. Kemunculan mereka merupakan
wujud dari respons psikologis yang tertunda (delayed psychological response)
ter hadap kekuasaan yang otoriter. Salah satu isu paling ekstrem yang
diperjuangkan oleh kelompok ini adalah penerapan syariat Islam dan menentang segala
bentuk sistem pemerintahan selain sistem pe merintahan Islam. Karenanya, tidak
heran jika dalam aksi-aksinya mereka menyerukan gerakan anti-sekularisme. Tahun
2007 Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) menggelar acara “Khilafah Internasional”
demi tujuan untuk mendakwahkan berdiri nya negara Islam. Ada keinginan dari
kelompok ini untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syariat
Islam.
v Masyarakat Islam Indonesia yang diidentikkan dengan masya rakat
yang toleran, harmonis, mempunyai solidaritas yang tinggi, dan tidak terlalu
memedulikan formalisme syariat, sekarang sedang diuji dengan datangnya gerakan
formalisasi syariat, terutama formalisasi syariat di ruang publik. Inilah tantangan
terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan, yaitu gerakan for malisasi
syariat Islam di rung publik (public sphere).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar