Selasa, 15 November 2016

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SINEMATOGRAFI



A.    PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia saat ini. Hampir seluruh aktivitas umat manusia tidak akan terlepas dari peran teknologi informasi. Baik untuk aktivitas pribadi apalagi aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia. Kemajuan TIK dewasa ini telah berkembang begitu pesat. Bahkan kecepatan kemajuan dan perkembangannya dalam bentuk penemuan atau inovasinya jauh melebihi kecepatan atas pemerataan dan implementasi dari produk TIK itu sendiri di masyarakat.
Salah satu dari Teknologi informasi dan komunikasi yaitu berupa Sinematografi. Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia menggunakan media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan dalam gua-gua purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada makalah ini mengenai Sejarah dan Perkembangan Sinematografi.

















B.     SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SINEMATOGRAFI
1.      Sinematografi
Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos (cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan).[1] Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642) Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop.  Sinematografi adalah segala perbincangan mengenai sinema ( perfilman ) baik dari estetika, bentuk, fungsi, makna, produksi, proses, maupun penontonnya. Jadi seluk beluk perfilmam dikupas tuntas dalam sinematografi.[2]
Selanjutnya mengenai Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual dalam pembuatan sebuah film.[3] Mencakup Interpretasi visual pada skenario, pemilihan jenis Kamera, jenis bahan baku yang akan dipakai, pemilihan lensa, pemilihan jenis filter yang akan dipakai di depan lensa atau di depan lampu, pemilihan lampu dan jenis lampu yang sesuai dengan konsep sutradara dan cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga memutuskan gerak kamera, membuat konsep Visual, membuat floorplan untuk ke efisienan pengambilan gambar. Artinya seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab baik secara teknis maupun tidak teknis di semua aspek visual dalam film.
Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara dan skenario, karena bagaimanapun yang akan di sampaikan ke pada penonton adalah semua informasi dalam bentuk Visual yang sesuai dengan visi sutradara dan visi skenario walaupun di beberapa kasus, sutradara bisa mengubah jalan cerita dalam skenario demi keindahan bercerita yang sudah merupakan gaya sutradara tersebut.

2.      Sejarah Sinematografi
Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.
Memasuki dunia perfilman berarti memasuki dunia pemahaman estetik melalui paduan seni akting, fotografi, teknologi optik, komunikasi visual, industri perfilman ide, cita-cita dan imajinasi yamg sangat kompleks. Pemahaman estetik dalam seni (secara luas), bentuk pelaksanaannya merupakan apresiasi. Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan penghayatan dalam menghadapi karya seni (termasuk film). Apresiasi tidak identik dengan penikmatan, karena mengapresiasi adalah proses untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya seni.
Sinematografi adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain, melalui penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan tersebut mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi panjang, satu hari ini menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan kamera saat merekam gambar foto untuk digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata Yunani, sinematografi etimologis berarti "menulis dalam gerakan" dan diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang dan benda-benda saat mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan dengan patung, lukisan, tari, arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini dianggap menjadi seni ketujuh.
Hal ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu yang bisa diberi nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata melambangkan suatu teknik yang digunakan untuk pembuatan gambar gerak. Tapi, jelas bahwa manusia telah bereksperimen, sangat awal dalam sejarah manusia, dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia untuk merekam gerakan gambar. Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah menjadi katalis untuk perkembangan sinematografi sejak pertengahan abad ke-19, teknik yang akan memungkinkan gambar yang akan direkam sementara di gerak telah dipelajari secara ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil mengembangkan metode baru menghasilkan gambar foto berturut-turut, ia mencatat gerakan kuda berjalan. Melalui film yang diproduksi, ia berhasil membuktikan bahwa ada contoh ketika kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah. Sekitar sama periode, fisikawan Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan menggunakan mesin foto yang bisa merekam 12 gambar per detik, gerakan burung terbang.
Berdasarkan perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Salah satu yang pertama cinematographers yang memutuskan untuk memeriksa dimensi gambar bergerak adalah Maries-George-Perancis Jean Mlis yang menjadi salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip filmnya ke Bulan (Le pelayaran dans la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita fantastis perjalanan ke bulan menggunakan gambar gerak. Dia juga salah satu yang memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap lukisan salah satu frame dengan tangan.
Selama tahap bayi gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai direktur dan orang yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun disisipkan, bentuk seni baru dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi baru yang diperkenalkan. Baru art terkait profesi muncul dan karena kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian besar penonton di seluruh dunia, dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi muncul untuk apa yang dikenal hari ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk seni favorit di dunia.

3.      Perkembangan Sinematografi
Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.
Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan kita gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis dalam petunjuk di bukunya (manual book).
Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam tiga jenis dilihat dari penggunaan bahan baku. Yaitu:
a.      Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik 35 mm/16mm. Contoh kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera
b.      Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video Camcorder
c.       Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF card atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital Camcorder.

v  Teknologi Film Seluloide
a.       Tahun 1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan gabungan dari penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi). Para pelopornya antara lain; Louis Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas Alfa Edison.
b.      Thomas Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak berisi rangkaian gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan mengintip melalui lubang kecil pada salah satu sisinya.
c.       Auguste & Louis Lumiere (Lumiere bersaudara) berhasil menciptakan Cinematographe yaitu kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini hasil modifikasi dari alat ciptaan Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal ini menandai dimulainya era pertunjukan film untuk orang banyak.
d.      Tanggal 28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam satu ruangan guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa Grand Cafe sebuah ruangan bilyard tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia.
e.       Gedung Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar – Arena pertunjukan). Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung triode elektron) sebagai pelengkap peralatan proyektor.
f.       Tahun 1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan sistem technicolour-trademark. Dalam era film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung (live music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak sepenuhnya hening.
g.       Tahun 1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”. Film real audio pertama berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara: Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al Johnson sutrada Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara lengkap musik, dialog dan nyanyian.
h.      Film cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah Black Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian berkembang menjadi merk dagang dan digunakan sebagian besar film berwarna sesudahnya. Dalam tahun 1920-1930 an film “bicara” belum tentu berwarna dan sebaliknya.
i.        Film “bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah” (Sutradara, Penanata Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih terang, bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”
j.        Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di Indonesia Rodrigo de Villa (Sutradara Gregorio Fernandez, Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina. Mulai tahun 1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua film diproduksi dengan full color hingga sekarang.
v  Era Teknologi Video
Teknologi produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini. Ditemukannya pita video tahun 1970-an telah mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya produksi) sekaligus penyajiannya. Video dapat merekam gambar dan suara sekaligus, sedangkan film seluloide hanya dapat merekam gambar. Untuk merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain semisal DAT (digital audio tape) secara terpisah.
Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.
Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan perekam yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu: Pada teknologi video, dikenal dua format yang sudah menjadi standar internasional yaitu format PAL dan format NTSC. Kedua format ini tidak kompatible satu sama lain sebab satuan frame tiap detiknya (frame per second/fps) berbeda. Format NTSC jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL jumlah frame tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan terutama pada saat akan mengeditnya maupun menayangkannya dalam player tertentu, di mana tidak semua perangkat elektronik kompatible satu format dengan format lainnya.
v  Era Teknologi Digital
Pada saat ini hampir semua produk media elektronik sudah menggunakan sistem teknologi digital, demikian halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu proses mengubah sinyal gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan angka 0 dan 1 yang membangun sistem komputer seluruh dunia). Bahan perekam film yang digunakan tidak lagi menggunakan pita kaset video tapi sudah dalam bentuk piringan cakram optik dalam format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/ disk memory hingga hardisk. Format file out put video yang dihasilkan tidak hanya dalam bentuk .avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara variatif diantaranya .mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.
Pada era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara video tidak selalu menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui pesawat handphone atau digital kamera foto yang memiliki fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam), kamera tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing baju, bollpoint, bross, dan sebagainya. 




C.    KESIMPULAN
Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos (cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642) Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop. Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.
Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia menggunakan media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan dalam gua-gua purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. perkembangan sinematografi ada sejak pertengahan abad ke-19. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer Inggris pada tahun 1878. Kemudian pada awal 1880-an muncul pengungkapan gambar pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Diatas juga dijelaskan Perkembangan sinematografi terbagi menjadi 3 era yaitu era teknologi film seluloide, era teknologi video, dan era teknologi digital.







DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar