A.
PENDAHULUAN
Teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia
saat ini. Hampir seluruh aktivitas umat manusia tidak akan terlepas dari peran
teknologi informasi. Baik untuk aktivitas pribadi apalagi aktivitas yang berkaitan
dengan interaksi antar sesama manusia. Kemajuan TIK dewasa ini telah berkembang
begitu pesat. Bahkan kecepatan kemajuan dan perkembangannya dalam bentuk
penemuan atau inovasinya jauh melebihi kecepatan atas pemerataan dan
implementasi dari produk TIK itu sendiri di masyarakat.
Salah
satu dari Teknologi informasi dan komunikasi yaitu berupa Sinematografi.
Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia
menggunakan media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan
dalam gua-gua purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun
yang lalu manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas pada makalah ini mengenai Sejarah dan Perkembangan
Sinematografi.
B.
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN SINEMATOGRAFI
1.
Sinematografi
Sinematografi secara etimologis berasal
dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos (cahaya), Graphos
(lukisan/ tulisan).[1]
Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan
bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka
Kamarulzaman: 2005, 642) Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik
pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan
sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk pengambilan gambar
atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan
gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar
hidup, film, atau gedung bioskop. Sinematografi
adalah segala perbincangan mengenai sinema ( perfilman ) baik dari estetika,
bentuk, fungsi, makna, produksi, proses, maupun penontonnya. Jadi seluk beluk
perfilmam dikupas tuntas dalam sinematografi.[2]
Selanjutnya mengenai Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual dalam
pembuatan sebuah film.[3]
Mencakup Interpretasi visual pada skenario,
pemilihan jenis Kamera, jenis bahan baku yang akan dipakai, pemilihan lensa,
pemilihan jenis filter yang akan dipakai di depan lensa atau di depan lampu,
pemilihan lampu dan jenis lampu yang sesuai dengan konsep sutradara
dan cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga memutuskan gerak kamera, membuat konsep Visual, membuat floorplan
untuk ke efisienan pengambilan gambar. Artinya seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab baik secara teknis maupun tidak teknis
di semua aspek visual dalam film.
Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara
dan skenario, karena bagaimanapun yang akan di sampaikan ke pada penonton adalah semua informasi
dalam bentuk Visual yang sesuai dengan visi sutradara dan visi skenario
walaupun di beberapa kasus, sutradara
bisa mengubah jalan cerita dalam skenario demi keindahan bercerita yang sudah
merupakan gaya sutradara tersebut.
2.
Sejarah
Sinematografi
Film (movie atau cinema) merupakan
produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya
sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau
sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan
manajemen berorganisasi.
Memasuki dunia perfilman berarti
memasuki dunia pemahaman estetik melalui paduan seni akting, fotografi,
teknologi optik, komunikasi visual, industri perfilman ide, cita-cita dan
imajinasi yamg sangat kompleks. Pemahaman estetik dalam seni (secara luas),
bentuk pelaksanaannya merupakan apresiasi. Apresiasi seni merupakan proses
sadar yang dilakukan penghayatan dalam menghadapi karya seni (termasuk film).
Apresiasi tidak identik dengan penikmatan, karena mengapresiasi adalah proses
untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya seni.
Sinematografi
adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain, melalui
penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan
tersebut mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi
panjang, satu hari ini menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan
kamera saat merekam gambar foto untuk digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata
Yunani, sinematografi etimologis berarti "menulis dalam gerakan" dan
diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang dan benda-benda
saat mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan dengan
patung, lukisan, tari, arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini
dianggap menjadi seni ketujuh.
Hal
ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu
yang bisa diberi nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata
melambangkan suatu teknik yang digunakan untuk pembuatan gambar gerak. Tapi,
jelas bahwa manusia telah bereksperimen, sangat awal dalam sejarah manusia,
dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia untuk merekam gerakan
gambar. Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah menjadi
katalis untuk perkembangan sinematografi sejak pertengahan abad ke-19, teknik
yang akan memungkinkan gambar yang akan direkam sementara di gerak telah
dipelajari secara ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur
gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer
Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil mengembangkan metode baru
menghasilkan gambar foto berturut-turut, ia mencatat gerakan kuda berjalan.
Melalui film yang diproduksi, ia berhasil membuktikan bahwa ada contoh ketika
kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah. Sekitar sama
periode, fisikawan Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan
menggunakan mesin foto yang bisa merekam 12 gambar per detik, gerakan burung
terbang.
Berdasarkan
perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka cahaya,
dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara
lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap
perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni.
Salah satu yang pertama cinematographers yang memutuskan untuk memeriksa
dimensi gambar bergerak adalah Maries-George-Perancis Jean Mlis yang menjadi
salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip filmnya ke Bulan (Le pelayaran
dans la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita fantastis
perjalanan ke bulan menggunakan gambar gerak. Dia juga salah satu yang
memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap lukisan salah satu frame
dengan tangan.
Selama
tahap bayi gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai
direktur dan orang yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun
disisipkan, bentuk seni baru dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi
baru yang diperkenalkan. Baru art terkait profesi muncul dan karena
kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian besar penonton di seluruh dunia,
dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi muncul untuk apa
yang dikenal hari ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk
seni favorit di dunia.
3.
Perkembangan Sinematografi
Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik
atau memahami alat yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera
hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka seperti alat Bantu yang lainnya juga
kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan pengetahuan kita
lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah
menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.
Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk
dari setiap kamera yang akan kita gunakan karena setiap industri kamera
mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya semua kamera sama dan
hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di inginkan
akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut
secara teknis dalam petunjuk di bukunya (manual book).
Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi
dalam tiga jenis dilihat dari penggunaan bahan baku. Yaitu:
a.
Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik
35 mm/16mm. Contoh kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera
b.
Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV
Video Camcorder
c.
Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF
card atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony
EX3 – Digital Camcorder.
v Teknologi
Film Seluloide
a. Tahun 1864 film
masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan gabungan dari
penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi). Para
pelopornya antara lain; Louis Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas Alfa
Edison.
b. Thomas Alfa
Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak
berisi rangkaian gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan mengintip
melalui lubang kecil pada salah satu sisinya.
c. Auguste &
Louis Lumiere (Lumiere bersaudara) berhasil menciptakan Cinematographe
yaitu kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini
hasil modifikasi dari alat ciptaan Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal
ini menandai dimulainya era pertunjukan film untuk orang banyak.
d. Tanggal 28
Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam satu ruangan
guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara
menyewa Grand Cafe sebuah ruangan bilyard tua di bawah tanah di
Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian dikenal sebagai ruang bioskop
pertama di dunia.
e. Gedung Bioscope
I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar – Arena
pertunjukan). Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung
triode elektron) sebagai pelengkap peralatan proyektor.
f. Tahun 1926 Film
berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan sistem technicolour-trademark.
Dalam era film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung (live
music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak
sepenuhnya hening.
g. Tahun 1927 dibuat
film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”. Film real
audio pertama berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara: Alan
Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al Johnson sutrada Alan Crosland.
Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara lengkap musik, dialog dan
nyanyian.
h. Film cerita
panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah
Black Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian
berkembang menjadi merk dagang dan digunakan sebagian besar film berwarna
sesudahnya. Dalam tahun 1920-1930 an film “bicara” belum tentu berwarna
dan sebaliknya.
i.
Film “bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa
Menikah” (Sutradara, Penanata Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film
itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih terang,
bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”
j.
Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna
pertama di Indonesia Rodrigo de Villa (Sutradara Gregorio Fernandez,
Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina. Mulai tahun
1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua film
diproduksi dengan full color hingga sekarang.
v Era Teknologi
Video
Teknologi
produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini. Ditemukannya pita video
tahun 1970-an telah mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya
produksi) sekaligus penyajiannya. Video dapat merekam gambar dan suara
sekaligus, sedangkan film seluloide hanya dapat merekam gambar. Untuk
merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain semisal DAT (digital
audio tape) secara terpisah.
Kelebihan
lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah
dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera
video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam
sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.
Ada tiga
jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan
perekam yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu:
Pada teknologi video, dikenal dua format yang sudah menjadi standar
internasional yaitu format PAL dan format NTSC. Kedua format ini tidak kompatible
satu sama lain sebab satuan frame tiap detiknya (frame per second/fps) berbeda.
Format NTSC jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL
jumlah frame tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan terutama
pada saat akan mengeditnya maupun menayangkannya dalam player tertentu, di mana
tidak semua perangkat elektronik kompatible satu format dengan format lainnya.
v Era Teknologi
Digital
Pada saat ini
hampir semua produk media elektronik sudah menggunakan sistem teknologi digital,
demikian halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu
proses mengubah sinyal gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan
angka 0 dan 1 yang membangun sistem komputer seluruh dunia). Bahan perekam film
yang digunakan tidak lagi menggunakan pita kaset video tapi sudah dalam bentuk
piringan cakram optik dalam format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/ disk
memory hingga hardisk. Format file out put video yang dihasilkan
tidak hanya dalam bentuk .avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara variatif
diantaranya .mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.
Pada era
digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara video tidak selalu
menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui pesawat handphone
atau digital kamera foto yang memiliki fasilitas kamera video, juga bisa
menggunakan kamera web (webcam), kamera tersembunyi (hidden camera) dalam
bentuk kamera CCTV, kancing baju, bollpoint, bross, dan sebagainya.
C.
KESIMPULAN
Sinematografi
secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos
(cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan
sebagai aktivitas melukis gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah
Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642) Sinematografi diartikan
sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan
gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk
pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan
gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup,
film, atau gedung bioskop. Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah
karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi merupakan
hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam
penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.
Sejarah
perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia menggunakan
media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan dalam gua-gua
purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu
manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. perkembangan sinematografi ada sejak
pertengahan abad ke-19. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur
gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer
Inggris pada tahun 1878. Kemudian pada awal 1880-an muncul pengungkapan gambar
pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan
Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru
estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan
menciptakan karya seni. Diatas juga dijelaskan Perkembangan sinematografi
terbagi menjadi 3 era yaitu era teknologi film
seluloide, era teknologi video, dan era teknologi digital.
DAFTAR
PUSTAKA
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/estu-miyarso
mpd/peran%20penting%20sinematografi.pdf (9 April 2015)
http://dunia-sinematografi.blogspot.com/
(9 April 2015)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sinematografi.
(24
Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar